Intisari-online.com -Kerajaan Singasari adalah salah satu kerajaan besar yang pernah berdiri di tanah Jawa pada abad ke-13 Masehi.
Kerajaan ini didirikan oleh Ken Arok, seorang rakyat biasa yang berhasil merebut kekuasaan dari Tunggul Ametung, akuwu (camat) wilayah Tumapel yang merupakan bawahan Kerajaan Kediri.
Namun, di balik kisah pendirian kerajaan ini, terdapat sebuah kisah cinta yang penuh intrik dan tragedi antara Ken Arok dan Ken Dedes, istri Tunggul Ametung yang sangat cantik dan bijaksana.
Ken Arok lahir pada tahun 1182 sebagai putra Gajah Para, seorang pejabat daerah era Kerajaan Kediri, dengan seorang wanita desa bernama Ken Ndok.
Ayahnya meninggal saat ia masih dalam kandungan, dan ibunya membawanya ke Kediri.
Namun, bayi Ken Arok dibuang di sebuah pemakaman, hingga kemudian ditemukan dan diasuh oleh seorang pencuri bernama Lembong.
Ken Arok tumbuh menjadi berandalan yang lihai mencuri dan gemar berjudi, sehingga membebani Lembong dengan banyak hutang.
Lembong pun mengusirnya. Ia kemudian diasuh oleh Bango Samparan, seorang penjudi dari desa Karuman (sekarang Garum, Blitar) yang menganggapnya sebagai pembawa keberuntungan.
Ken Arok yang tidak betah hidup menjadi anak angkat Genukbuntu, istri tua Bango Samparan dan Istri mudanya yang bernama Thirthaja, kemudian bersahabat dengan Tita, anak kepala desa Siganggeng (sekarang Senggreng, Sumberpucung, Malang).
Keduanya pun menjadi pasangan perampok yang ditakuti di seluruh kawasan Kerajaan Kediri.
Suatu hari, Ken Arok bertemu dengan seorang brahmana dari India bernama Lohgawe, yang datang ke tanah Jawa mencari titisan Wisnu.
Dari ciri-ciri yang ditemukan, Lohgawe yakin kalau Ken Arok adalah orang yang dicarinya.
Lohgawe kemudian membawa Ken Arok ke Kadipaten Tumapel (sekarang Singosari, Malang) yaitu salah satu daerah bawahan Kerajaan Kediri, yang saat itu dipimpin oleh seorang akuwu bernama Tunggul Ametung.
Atas permohonan Lohgawe sebagai seorang brahmana, Tunggul Ametung bersedia menerima Ken Arok sebagai pengawalnya.
Tunggul Ametung memiliki seorang istri yang sangat cantik, Ken Dedes namanya.
Ken Dedes adalah putri semata wayang seorang pendeta Buddha bernama Empu Purwa yang tinggal di lereng Gunung Kawi, di perbatasan Kabupaten Malang dan Kabupaten Blitar sekarang.
Ken Dedes dikenal sebagai simbol kecantikan dan kemuliaan di Kerajaan Kediri.
Menurut Kitab Pararaton, ia memiliki tanda-tanda sebagai calon ibu dari raja-raja besar di tanah Jawa.
Ketika Ken Arok melihat Ken Dedes untuk pertama kalinya, ia langsung jatuh cinta pada kecantikan dan kebaikan hatinya.
Ia pun berniat untuk merebutnya dari Tunggul Ametung dengan cara apapun.
Ia pun mendapatkan bantuan dari Kebo Ijo, seorang pendekar sakti dari desa Pangkur (sekarang Jiwut, Nglegok, Blitar) yang juga menyukai Ken Dedes.
Kebo Ijo memberikan sebuah keris pusaka bernama Mpu Gandring kepada Ken Arok dengan syarat ia harus membunuh Tunggul Ametung dengan keris tersebut.
Ken Arok pun menyiapkan rencana pembunuhan Tunggul Ametung dengan bantuan Lohgawe dan Tita.
Baca Juga: Cerita Di Balik Ekspedisi Singasari Ke Kerajaan Melayu Oleh Raja Kertanegara
Ia mengirim surat palsu kepada Tunggul Ametung yang mengatasnamakan raja Kediri, Jayakatwang, yang memerintahkan Tunggul Ametung untuk datang ke Kediri.
Tunggul Ametung pun berangkat ke Kediri dengan diiringi oleh Ken Arok dan pengawalnya.
Di tengah perjalanan, Ken Arok meminta izin untuk beristirahat di sebuah pondok.
Saat Tunggul Ametung tertidur, Ken Arok pun menusuknya dengan keris Mpu Gandring hingga tewas.
Ia kemudian menyuruh Tita untuk membawa mayat Tunggul Ametung ke Kediri dan mengatakan bahwa ia dibunuh oleh perampok.
Ken Arok pun kembali ke Tumapel dan mengumumkan bahwa ia telah ditunjuk oleh raja Kediri sebagai pengganti Tunggul Ametung sebagai akuwu.
Ia juga mengambil alih istri Tunggul Ametung, Ken Dedes, sebagai istrinya.
Anehnya, Ken Dedes yang menjadi saksi mata pembunuhan suaminya itu justru rela dinikahi oleh Ken Arok.
Hal ini membuktikan bahwa antara Ken Dedes dan Ken Arok sesungguhnya saling mencintai, sehingga ia pun mendukung rencana pembunuhan Tunggul Ametung.
Ken Arok dan Ken Dedes kemudian memiliki tiga orang anak, yaitu Anusapati, Mahisa Wonga Teleng, dan Tohjaya. Namun, kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama.
Kebo Ijo yang merasa ditipu oleh Ken Arok karena tidak mendapatkan Ken Dedes, mencoba untuk membunuh Ken Arok dengan keris Mpu Gandring yang belum selesai dibuat oleh Mpu Gandring.
Baca Juga: Pemberontakan Kediri, Kisah Awal dari Munculnya Kerajaan Majapahit
Namun, upaya Kebo Ijo gagal karena Ken Arok berhasil menghindari serangan keris tersebut.
Ken Arok pun membunuh Kebo Ijo dengan keris Mpu Gandring yang telah selesai dibuat oleh Mpu Gandring sendiri.
Keris Mpu Gandring ternyata memiliki kutukan yang menyebabkan siapa pun yang membunuh dengan keris tersebut akan dibunuh kembali oleh keris tersebut.
Kutukan ini menimpa Ken Arok dan keturunannya hingga beberapa generasi.
Anusapati, anak pertama Ken Arok dan Ken Dedes, membenci ayahnya karena mengetahui bahwa ia adalah pembunuh kakeknya, Tunggul Ametung.
Anusapati pun membunuh Ken Arok dengan keris Mpu Gandring saat ia sedang tidur di istana Tumapel pada tahun 1227¹².
Anusapati kemudian menggantikan ayahnya sebagai raja kedua Singasari dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardhana.
Ia juga memerintahkan adik-adiknya, Mahisa Wonga Teleng dan Tohjaya, untuk meninggalkan istana.
Mahisa Wonga Teleng pergi ke daerah Panjalu (sekarang Ciamis, Jawa Barat) dan mendirikan Kerajaan Panjalu Kediri.
Tohjaya pergi ke daerah Daha (sekarang Kediri) dan mendirikan Kerajaan Daha.
Namun, kutukan keris Mpu Gandring masih berlanjut. T
ohjaya yang tidak terima dengan perlakuan kakaknya, bersekutu dengan Jayakatwang, raja Kediri, untuk menyerang Singasari.
Mereka berhasil membunuh Anusapati dengan keris Mpu Gandring pada tahun 1248.
Tohjaya kemudian naik tahta sebagai raja ketiga Singasari dengan gelar Sri Sarwajala.
Namun, pemerintahan Tohjaya tidak bertahan lama. Rangga Wuni, anak Anusapati dari istri selirnya yang bernama Gayatri Rajapatni, memimpin pasukan Singasari untuk membalas dendam atas kematian ayahnya.