Intisari-online.com - Nikel adalah salah satu komoditas mineral yang memiliki peran penting dalam industri baterai, mobil listrik, dan energi terbarukan.
Indonesia merupakan negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, namun juga menghadapi tantangan dalam pengelolaan sumber daya tersebut secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Berapa sebenarnya jumlah cadangan nikel yang dimiliki Indonesia?
Apakah benar bahwa cadangan nikel Indonesia akan habis dalam 15 tahun?
Berikut ini ulasan singkat mengenai isu tersebut.
Menurut data dari US Geological Survey, pada tahun 2020, Indonesia memiliki cadangan nikel sebesar 21 juta ton, atau sekitar 24% dari total cadangan dunia.
Cadangan ini mencakup nikel kadar rendah (limonite) dan kadar tinggi (saprolit).
Namun, cadangan nikel Indonesia tidak bersifat statis, melainkan dinamis.
Artinya, cadangan nikel dapat bertambah atau berkurang tergantung pada faktor-faktor seperti eksplorasi, eksploitasi, teknologi, harga, dan kebijakan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi cadangan nikel Indonesia adalah kebijakan larangan ekspor bijih nikel yang diberlakukan sejak 1 Januari 2020.
Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong pengembangan industri hilir nikel di dalam negeri, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan kesejahteraan masyarakat.
Baca Juga: Inilah Kota Tersembunyi di Indonesia yang Hasilkan Nikel Hingga Rp100 Triliun!
Akibat kebijakan ini, permintaan bijih nikel untuk proses pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri meningkat tajam.
Menurut Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), sampai saat ini ada 27 badan usaha untuk proses pengolahan bijih nikel.
Sedangkan realisasi permintaan atau demand pada 2021 baru mencapai 57 juta ton, atau setara dengan 47,5%dari target Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) Tahun 2021 yang sebesar 120 juta ton.
APNI juga memperkirakan bahwa pada 2025 kemungkinan terdapat 81 badan usaha pengolahan bijih nikel, baik dari pirometalurgi dan hidrometalurgi.
Dari total kebutuhan itu akan memakan sekitar 250 juta ton bijih nikel di 2025 ke atas.
Jika angka tersebut benar, maka dapat dikatakan bahwa cadangan nikel Indonesia akan habis dalam kurun waktu 15 tahun, jika tidak ada penambahan cadangan baru.
Namun, hal ini tentu saja tidak sesederhana itu.
Ada banyak variabel yang harus dipertimbangkan dalam menghitung umur cadangan nikel, seperti tingkat produksi, tingkat konsumsi, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, tingkat investasi, dan lain-lain.
Selain itu, cadangan nikel Indonesia juga dipengaruhi oleh perkembangan pasar global.
Menurut International Energy Agency (IEA), permintaan nikel untuk teknologi energi bersih akan berkembang pesat hingga 20 kali lipat selama periode 2020 sampai 2040.
Hal ini merupakan peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor produk hilir nikel, seperti nickel sulfate (22%) yang digunakan untuk baterai kendaraan listrik.
Baca Juga: Indonesia Punya Cadangan Nikel Terbesar di Dunia, Kenapa AS Berani Kucilkan Indonesia?
Namun, IEA juga menekankan pentingnya pengelolaan sumber daya nikel secara berkelanjutan dan bertanggung jawab, mengingat banyaknya masalah seputar emisi karbon, pembuangan limbah, penggunaan lahan, dan dampak lingkungan dari pertambangan.
Oleh karena itu, Indonesia perlu melakukan upaya-upaya seperti peningkatan efisiensi produksi, pengembangan teknologi ramah lingkungan, penerapan standar lingkungan dan keselamatan pertambangan global, serta pemberdayaan masyarakat lokal.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jumlah cadangan nikel yang dimiliki Indonesia saat ini adalah sekitar 21 juta ton, namun angka ini dapat berubah tergantung pada berbagai faktor.
Isu bahwa cadangan nikel Indonesia akan habis dalam 15 tahun adalah sebuah proyeksi yang berdasarkan pada asumsi-asumsi tertentu, namun tidak mutlak.
Indonesia memiliki potensi untuk meningkatkan cadangan dan produksi nikel, sekaligus memanfaatkan peluang pasar global, asalkan dapat mengelola sumber daya nikel secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.