Intisari-online.com - Pada tahun 1640, VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau Perusahaan Hindia Timur Belanda mengadakan sayembara untuk menangkap seekor harimau yang meresahkan penduduk pribumi di Jawa.
Harimau tersebut dikabarkan telah membunuh lebih dari 100 orang, termasuk beberapa pegawai VOC, dan mengancam keamanan dan kepentingan VOC di pulau tersebut.
Sayembara ini menawarkan hadiah yang besar bagi siapa saja yang bisa membawa harimau tersebut, baik hidup-hidup maupun mati, ke kantor VOC di Batavia.
Sayembara ini menarik perhatian banyak orang, baik dari kalangan VOC maupun penduduk pribumi.
Beberapa pemburu profesional dari Belanda dan Eropa datang ke Jawa untuk mengikuti sayembara ini, berharap bisa mendapatkan kekayaan dan kemasyhuran.
Mereka membawa senjata api, anjing pelacak, dan perangkap canggih untuk mengejar dan menangkap harimau tersebut.
Namun, mereka tidak menyadari bahwa harimau tersebut bukanlah harimau biasa, melainkan harimau yang cerdik, kuat, dan tak terkalahkan.
Harimau tersebut memiliki kemampuan luar biasa untuk menghindari dan mengelabui para pemburu.
Ia bisa bergerak dengan cepat dan diam-diam di hutan, tanpa meninggalkan jejak atau bau yang bisa dideteksi oleh anjing.
Ia juga bisa membedakan antara manusia yang bersahabat dan yang bermusuhan, dan hanya menyerang mereka yang mengancamnya.
Bahkan bisa mematahkan perangkap-perangkap yang dipasang oleh para pemburu, dan kadang-kadang membalas dengan menyerang mereka yang mencoba menangkapnya.
Baca Juga: Inilah Tujuan Tradisi Memanjangkan Leher Pada Suku Karen Di Myanmar
Selama beberapa bulan, sayembara ini berlangsung tanpa hasil.
Tidak ada seorang pun yang bisa mendekati atau melihat harimau tersebut, apalagi menangkapnya.
Banyak pemburu yang mengalami kegagalan, kekecewaan, bahkan kematian dalam usaha mereka.
Beberapa di antaranya bahkan menyerah dan pulang dengan tangan hampa.
Sementara itu, harimau tersebut terus berkeliaran di hutan, tanpa takut atau gentar oleh para pemburu.
Sayembara ini juga menimbulkan reaksi beragam dari penduduk pribumi.
Sebagian dari mereka ikut berpartisipasi dalam sayembara ini, berharap bisa mendapatkan hadiah dan penghargaan dari VOC.
Mereka bekerja sama dengan para pemburu VOC, memberikan informasi atau bantuan tentang lokasi atau perilaku harimau tersebut.
Namun, sebagian lainnya justru bersimpati dan mendukung harimau tersebut.
Mereka menganggap harimau tersebut sebagai raja hutan yang harus dihormati dan dilindungi.
Mereka juga melihat harimau tersebut sebagai simbol perlawanan dan kebanggaan bagi penduduk pribumi yang tertindas oleh VOC.
Baca Juga: Ramalan Shio 2023: Daftar Shio Paling Beruntung dan Paling Sial 2023
Beberapa penduduk pribumi bahkan secara diam-diam membantu harimau tersebut untuk lolos dari para pemburu.
Mereka memberikan makanan atau tempat bersembunyi bagi harimau tersebut, atau memberikan informasi palsu atau menyesatkan kepada para pemburu.
Mereka juga bersorak dan bergembira setiap kali harimau tersebut berhasil mengelabui atau mengalahkan para pemburu.
Mereka mengagumi kecerdikan, kekuatan, dan keteguhan hati harimau tersebut dalam menghadapi musuh-musuhnya.
Sayembara ini akhirnya berakhir pada akhir tahun 1640, tanpa ada pemenangnya.
VOC mengumumkan bahwa sayembara ini dibatalkan karena tidak ada seorang pun yang bisa menyelesaikannya.
VOC juga mengakui bahwa harimau tersebut adalah harimau yang luar biasa dan tidak bisa ditaklukkan oleh manusia.
VOC bahkan memberikan nama khusus bagi harimau tersebut, yaitu Harimau Invictus, yang berarti harimau yang tak terkalahkan.
Sayembara ini meninggalkan dampak yang besar bagi sejarah dan hubungan antara VOC dan penduduk pribumi di Jawa.
Sayembara ini menunjukkan bahwa VOC tidak bisa menguasai dan mengeksploitasi penduduk pribumi dengan mudah, dan bahwa ada kekuatan-kekuatan alam yang bisa melawan dan menggagalkan rencana-rencana VOC.
Sayembara ini juga menumbuhkan rasa hormat dan kagum dari penduduk pribumi terhadap harimau tersebut, dan menjadikan harimau tersebut sebagai inspirasi dan lambang bagi gerakan-gerakan perlawanan dan nasionalisme di masa depan.