Monumen Kali Bekasi menjadi saksi peristiwa Kali Bekasi di mana 90 serdadu Jepang tewas di pucuk senapan masyarakat Bekasi.
Intisari-Online.com -Situasi sosial di Indonesia pascaproklamasi 17 Agustus 1945 benar-benar tak menentu.
Di tengah suasana euforia kemerdekaan, laskar-laskar di daerah terus memburu anasir yang berbau penjajah, baik Jepang maupun Belanda.
Tak hanya para serdadu, pamong praja yang diangkat oleh Tentara Kependudukan Jepang juga menjadi sasaran mereka.
Dan itulah yang terjadi di Bekasi, ketika 90 serdadu Jepang yang rencananya akan dipulangkan dari Jakarta harus berhadapan dengan laskar-laskar yang ada di sekitar Kali Bekasi.
Peristiwa Kali Bekasi ditandai dengan sebuah Monumen Kali Bekasi yang lokasinya tak jauh dari lokasi kejadian.
Pada dasarnya, Monumen Kali Bekasi merupakanMonumen Front Perjuangan Rakyat Bekasi.
Monumen itu dibangun untuk menyampaikan pesan perdamaian dan cinta kasih.
Monumen Kali Bekasi yang berdiri kokoh ini terletak di tepian Kali Bekasi, Jalan Ir Haji Juanda.
Di monumen itu tergambarkan kereta, tentara-tentara Jepang, dan rakyat Bekasi yang sedang memegang senjata.
Monumen Kali Bekasi merupakan saksi sejarah saat rakyat Bekasi bentrok melawantentaraJepang.
Sejarawan Ali Anwar mengatakan, Monumen Kali Bekasi ini menjadi saksi 90 tentara Jepang mati dibantai oleh rakyat di Bekasi.
Peristiwa tragis itu terjadi pada 18 Oktober 1945.
Sebagai bagian dari dariAPWI alias Allied Prisioners of War and Internest, Sekutu wajib mengevakuasi tawanan tentara Jepang di Indonesia.
Karena itulahtentara Jepang harus dipulangkan ke daerahnya masing-masing.
Namun, untuk dipulangkan, tentara Jepang ini harus melalui Bandara Udara Kali Jati Subang.
Akhirnya, Komandan Tentara Keamanan Rakyat Jatinegara, Sambas Atmadinata, menginformasikan kepada Zakaria, Komandan TKR markas Bekasi (saat ini menjadi gedung PMI Kota Bekasi).
Informasi itu berisi: akan ada 90 orang tentara Jepang yang akan melintas Bekasi mengunakan kereta api menuju Bandar Udara Kali Jati Subang.
Karena tentara Jepang pada saat itu dikenal kejam terhadap rakyat Bekasi, rakyat Bekasi mencoba untuk menangkap tentara Jepang yang hendak melintasi Bekasi itu.
“Pak Zakharia lantas memerintahkan Kepala Stasiun Bekasi untuk mengalihkan," kata Ali dilansir Kompas.com.
"Mengarahkan rel yang tadinya melewati jembatan malah ke rel buntu yang ada di monumen itu."
Akhirnya, kereta yang ketika itu dinaiki 90 orang tentara Jepang berhenti tepat di tepian Kali Bekasi atau tepat di monumen itu terletak.
Kereta mereka diadang oleh rakyat Bekasi.
Zakharia mengetuk pintu kereta untuk menggeledah barang bawaan para tentara Jepang.
Awalnya tak dibuka, namun rakyat Bekasi secara paksa langsung membuka pintu kereta tersebut dan menggeledah barang bawaan tentara Jepang.
“Saat kereta digeledah ditemukan banyak senjata api, para pejuang akhirnya marah,” kata Ali.
Meski telah diperlihatkan surat perintah jalan dari Menteri Subardjo dan ditandatangani oleh Soekarno yang kala itu jadi Presiden Indonesia, rakyat Bekasi tetap menggelandang tawanan ke Kali Bekasi.
Awalnya, ada sekitar 15 komandan tentara Jepang yang hendak melepaskan tembakan ke arah Zakaria.
Namun sayangnya Zakaria terlebih dahulu melepaskan tembakan ke arah komandan Jepang tersebut.
“Lalu disusul suara-suara tembakan lain, perang pun pecah. Pasukan Jepang berhamburan keluar dari tiga gerbong,” ujar Ali.
Melihat komandannya habis ditembak, para prajurit Jepang ini mencoba ambil senjata yang disimpan di gerbong belakang.
Belum sempat mengambil senjata, rakyat Bekasi ini langsung menyerbu para prajurit.
Hal itu membuat mereka kalang kabut bahkan beberapa di antara mereka sempat melarikan diri ke arah Teluk Pucung.
Dalam hitungan beberapa menit, 90 orang prajurit Jepang tewas.
Jasad 90 orang prajurit Kali Bekasi itu lantas dibuang ke Kali Bekasi.
“Kali Bekasi saat itu bertumpah darah para prajurit hingga warnanya bewarna merah. Disebut kali merah,” kata Ali.
Karena kejadian tersebut, Pemerintah Jepang protes dan meminta pertanggungjawaban Kepada Kepolisian RI (R. Soekanto) dengan jaminan agar peristiwa serupa tidak terulang kembali.
Akhirnya, pada tanggal 25 Oktober 1045 Presiden Soekarno datang ke Bekasi.
Soekarna minta agar peristiwa serupa tidak terulang kembali.
Soekarno juga meminta agar rakyat Bekasi tidak ikut campur masalah kereta api dan mengacaukan perjalanannya.
Dalam buku Nasution tahun 1975, permintaan Soekarno itu diterima oleh rakyat Bekasi.
Akhirnya monumen Kali Bekasi itu dibentuk sebagai tanda perdamaian antara Jepang dan Bekasi.