Intisari-Online.com -Apakah Anda pernah mendengar istilah diakronik dalam sejarah? Apa arti dan manfaatnya bagi kita?
Dalam artikel ini, kita akan membahas contoh diakronik dalam sejarah, yaitu cara berpikir yang mengurutkan peristiwa sejarah sesuai dengan waktu terjadinya.
Cara berpikir ini sangat penting untuk memahami proses dan dampak peristiwa sejarah di Indonesia.
Kita akan melihat beberapa contoh diakronik dalam sejarah Indonesia, mulai dari masa pra-kolonial hingga masa reformasi.
Kita juga akan mengetahui bagaimana cara berpikir diakronis dapat membantu kita belajar dari masa lalu dan menghadapi masa depan.
Konsep berpikir diakronis
Dalam sejarah, konsep berpikir diakronis adalah cara berpikir yang mengutamakan urutan kronologis (waktu) dalam menganalisis sebuah peristiwa.
Artinya, kejadian-kejadian sejarah disusun sesuai dengan waktu terjadinya secara berurutan.
Dengan menggunakan kronologi, peristiwa sejarah dapat direkonstruksi kembali berdasarkan waktu yang tepat.
Selain itu, kronologi juga membantu membandingkan kejadian sejarah yang terjadi di tempat yang berbeda namun saling berkaitan dalam waktu yang sama.
Kata diakronis berasal dari kata diakronik atau "diachronich".
Baca Juga: Peristiwa Tanjung Priok: Latar Belakang, Kronologi, dan Penyelesaian
Kata ini terdiri dari dua bagian, yaitu "dia" dalam bahasa latin yang berarti melalui atau melampau dan "chronicus" yang berarti waktu.
Jadi, diakronis adalah sesuatu yang melintas melalui atau melampaui batas waktu.
Konsep diakronis menekankan pada proses. Sejarah akan membahas peristiwa tertentu yang terjadi di tempat tertentu sesuai dengan waktu terjadinya secara berurutan.
Melalui diakronis, sejarah dapat menganalisis sesuatu dari waktu ke waktu yang memungkinkan seseorang untuk mengetahui bahwa perubahan itu terjadi sepanjang masa.
Apakah Anda tahu mengapa dalam mempelajari sejarah harus menggunakan cara berpikir diakronis?
Sejarawan akan menerapkan pendekatan diakronis untuk menganalisis dampak perubahan variabel sesuatu, sehingga memungkinkan sejarawan untuk mengetahui alasan keadaan tertentu muncul dari keadaan sebelumnya.
Cara berpikir diakronis sangat penting untuk memahami proses terjadinya sebuah peristiwa.
Tujuan berpikir diakronis adalah untuk mengajarkan cara berpikir secara kronologis yang teratur dan berurutan.
Contoh konsep berpikir diakronis
Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, penerapan berpikir diakronis adalah cara berpikir khas sejarah dengan memperpanjang waktu dan menekankan pada proses terjadinya sebuah peristiwa.
Sebagai contoh, dalam materi demokrasi liberal 1950-1959, dapat diuraikan secara memperpanjang dengan menguraikan secara kronologis pembentukan pemerintahan demokrasi liberal hingga adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Baca Juga: Peristiwa 19 September 1945, Pemicu Pertempuran Surabaya 10 November
Dalam catatan sejarah, antara 1950-1959 terjadi tujuh kali pergantian kabinet, yaitu:
1) Kabinet Natsir (6 September 1050- 21 Maret 1951)
2) Kabinet Sukiman (27 April 1951 - 3 April 1952)
3) Kabinet Wilopo (3 April 1952 - 3 Juli 1953)
4) Kabinet Ali Sastroamidjojo (31 Juli 1953 - 12 Agustus 1955)
5) Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 - 3 Maret 1956)
6) Kabinet Ali II (20 Maret 1956 - 4 Maret 1957)
7) Kabinet Djuanda (9 April 1957 - 5 Juli 1959)
Untuk menguraikan Demokrasi Liberal di atas, dapat digunakan cara berpikir diakronis.
Dengan memperpanjang waktu terjadinya Demokrasi Liberal sejak 1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang mengakhiri Demokrasi Liberal.
Demikianlah beberapa contoh diakronik dalam sejarah Indonesia yang dapat kita pelajari. Semoga artikel ini bermanfaat bagi Anda yang ingin mempelajari sejarah Indonesia dengan lebih baik.
Baca Juga: Peristiwa Pengeboman Hiroshima dan Nagasaki: Latar Belakang dan Kronologi