Rambu Solo, salah satu tradisi pemakaman yang sudah ada sebelum masuknya Islam dan Kristen di Indonesia.
Intisari-Online.com -Umumnya, pemakamanan di Indonesia ada dua jenis: dikuburkan dalam tanah dan dikremasi alias dibakar.
Tapi di beberapa tempat ada tradisi pemakaman yang tidak meliputi dua-duanya--yang mana tradisi-tradisi ini sudah ada bahkan sebelum masuknya Islam dan Kristen.
Salah satunya adalah tradisi pemakaman Rambu Solo.
Rambu Solo adalah adat pemakaman masyarakat Toraja di Sulawesi Selatan.
Pemakaman ini mewajibkan keluarga almarhum membuat pesta sebagai tanda penghormatan terakhir.
Arti kata Rambu Solo dalam bahasa Toraja adalah asap yang mengarah ke bawah.
Rambu Solo merupakan upacara pemakaman adat yang mengharuskan keluarga almarhum mengadakan pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang telah meninggal.
Upacara adat Rambu Solo ini sudah dimulai kira-kira pada abad ke-9 dan dilaksanakan turun-temurun sampai saat ini.
Secara harafiah, dalam bahasa Toraja arti kata Rambu Solo adalah asap yang arahnya ke bawah.
Maksud dari asap ke bawah adalah ritus-ritus persembahan (asap) untuk orang yang mati dilaksanakan sesudah pukul 12.00, saat matahari mulai turun atau terbenam.
Istilah dari Rambu Solo sendiri terbentuk dari tiga kata, yaitu aluk (keyakinan), rambu (asap atau sinar), dan turun.
Dengan demikian, aluk rambu solo diartikan sebagai upacara yang dilangsungkan saat sinar matahari mulai turun (terbenam).
Selain aluk rambu solo, upacara adat ini juga memiliki sebutan lain, yaitu aluk rampe matampu.
Aluk (keyakinan), rampe (sebelah atau bagian), dan matampu (barat).
Jadi, aluk rampe matampu adalah upacara yang dilangsungkan di sebelah barat rumah.
Upacara Rambu Solo biasanya dilakukan dengan memperhatikan strata sosial orang yang meninggal.
Apabila mereka termasuk dalam kelompok berada atau bangsawan, maka upacara Rambu Solo biasanya akan dilangsungkan dengan cara yang mewah.
Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa mereka memang berasal dari kelompok atas atau bangsawan.
Bagi keluarga yang sedang mengadakan Rambu Solo, biasanya akan diberikan dua jenis hewan dari keluarga atau kenalan pada orang yang sedang melakukan Rambu Solo.
Hewan yang biasanya diberikan adalah babi atau kerbau.
Tujuan pemberian hewan ini sebagai tanda kasih dan turut berduka sebagai kerabat.
Tata Cara Upacara
Sebelum upacara Rambu Solo dimulai, akan diadakan pertemuan keluarga lebih dulu.
Kemudian pembuatan pondok-pondok upacara, menyediakan peralatan upacara, dan persediaan kurban dala upacara.
Setelah itu, akan dilakukan pemotongan kerbau atau babi.
Jumlah kerbau atau babi yang akan dipotong disesuaikan dengan strata masyarakat suku Toraja.
Bila golongan bangsawan (Rapasan) yang meninggal dunia, maka jumlah kerbau atau babi yang akan dipotong untuk keperluan acara akan jauh lebih banyak, sekitar 24–100 ekor.
Sedangkan untuk masyarakat menengah (Tana’bassi) biasanya akan menyembelih sekitar 8-50 ekor babi dan kerbau.
Upacara Rambu Solo diadakan selama tiga sampai tujuh hari.
Sebelum upacara Rambo Solo dilakukan, jenazah masih belum boleh dikubur di tebing atau di tempat tinggi.
Oleh sebab itu, tidak jarang jenazah akan disimpan selama bertahun-tahun di atas tumah sampai keluarga almarhum mampu menyiapkan hewan kurban.
Namun, setelah upacara Rambu Solo selesai, mayat akan dimasukkan dalam peti dan diarak ke tempat peristirahatan terakhirnya, dikuburkan ke tebing.
Jenis Upacara
Jenis upacara yang dilakukan suku Toraja ditentukan oleh status orang yang meninggal tersebut.
Ada empat macam tingkatan dalam upacara Rambu Solo, yaitu:
- Upacara Dasili, untuk strata sosial paling rendah
- Upacara Dipasangbogi, untuk rakyat biasa, hanya dilakukan satu malam
- Upacara Dibatang atau Digoya Tedong, upacara untuk bangsawan menengah dan bangsawan tinggi yang tidak mampu
- Upacara Rampasan, untuk bangsawan tinggi.
Itulah salah satu tradisi pemakaman yang sudah ada sebelum masuknya Islam dan Krister di Indonesia.