Intisari-online.com - Politik uang merupakan salah satu fenomena yang meresahkan masyarakat Indonesia, khususnya menjelang pemilihan umum.
Praktik ini melibatkan pemberian uang atau imbalan lainnya kepada pemilih atau calon pemilih dengan tujuan mempengaruhi pilihan mereka.
Politik uang tidak hanya merugikan hak-hak demokratis masyarakat, tetapi juga menimbulkan biaya politik yang sangat tinggi bagi para calon anggota legislatif.
Salah satu tokoh politik yang mengungkapkan besarnya biaya politik di Indonesia adalah Cak Imin, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Dalam pidato kebudayaannya di Gedung Joeang 45, Jakarta Pusat, pada Jumat (11/8/2023) malam WIB, Cak Imin menyatakan bahwa untuk menjadi anggota DPR dari Jakarta, seorang calon harus mengeluarkan biaya hingga Rp 40 miliar.
"Kalau mau jadi anggota DPR dari Jakarta, harus siap-siap mengeluarkan biaya Rp 40 miliar," katanya.
Itu belum termasuk biaya kampanye dan lain-lain.
"Kalau dari daerah lain mungkin lebih murah, tapi tetap saja mahal," kata Cak Imin di hadapan para peserta pidato kebudayaan.
Cak Imin menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan biaya politik menjadi mahal di Indonesia, terutama di Jakarta.
Pertama, jumlah pemilih yang sangat banyak. Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah pemilih di Jakarta pada pemilu 2023 mencapai 10.837.000 orang.
Dengan asumsi rata-rata biaya perolehan suara Rp 100.000 per orang, maka seorang calon harus mengeluarkan Rp 1 miliar untuk mendapatkan 10.000 suara.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR