Tombak ini menjadi lambang kejayaan dan kekuasaan Kerajaan Mataram Islam.
Kyai Pleret kemudian diwariskan dari generasi ke generasi oleh raja-raja Mataram Islam.
Pusaka ini juga menjadi saksi dari berbagai peristiwa penting dalam sejarah, seperti perang melawan VOC, perpecahan kerajaan, dan perjuangan kemerdekaan.
Hingga kini, Kyai Pleret masih disimpan di KeratonYogyakarta sebagai pusaka yang sakral dan dihormati.
Kyai Pleret tidak hanya memiliki nilai sejarah, tetapi juga nilai spiritual.
Pusaka ini diyakini memiliki kekuatan magis yang dapat melindungi pemiliknya dari segala bahaya.
Banyak cerita yang menyebutkan bahwa Kyai Pleret dapat bergerak sendiri, berbicara, dan memberikan petunjuk kepada raja-raja Mataram Islam.
Salah satu cerita yang terkenal adalah ketika Sultan Agung Hanyokrokusumo ingin menyerang Batavia, markas VOC, pada tahun 1628.
Sebelum berangkat, dia meminta restu kepada Kyai Pleret.
Namun, pusaka itu menolak untuk ikut serta dalam perang dan berkata bahwa Sultan Agung tidak akan berhasil merebut Batavia.
Ternyata, perkataan Kyai Pleret benar adanya. Sultan Agung mengalami kekalahan dan harus mundur.
Cerita lain adalah ketika Sultan Hamengkubuwono I ingin memindahkan ibu kota Kerajaan Mataram dari Kartasura ke Yogyakarta pada tahun 1755.
Dia meminta izin kepada Kyai Pleret untuk membawanya bersama pusaka-pusaka lainnya.
Kyai Pleret menyetujui permintaan itu dan memberikan tanda dengan berkilauan cahaya.
Dengan demikian, Kyai Pleret menjadi salah satu pusaka yang ikut mendirikan Keraton Yogyakarta.
Kyai Pleret juga berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Ketika Jepang menyerbu Indonesia pada tahun 1942, Kyai Pleret bersama pusaka-pusaka lainnya disembunyikan di tempat rahasia agar tidak jatuh ke tangan musuh.
Setelah Indonesia merdeka, Kyai Pleret kembali ke Keraton Yogyakarta dan menjadi simbol kedaulatan bangsa.
KOMENTAR