Takhta Pajang pun akhirnya jatuh ke tangan Pangeran Benowo, yang kelak bergelar Prabuwijaya.
Tapi sebagian sumber mengatakan, Arya Pangiri turun dari takhtanya bukan karena sakit, tapi dilengserkan.
Saat menjabat sebagai Adipati Jipang, Benowo bersekutu dengan Sutawijaya untuk menurunkan Arya Pangiri dari takhta.
Benowo menganggap bahwa kakak iparnya itu kurang adil dalam memerintah Pajang.
Menurut cerita, Arya Pangiri hanya sibuk menyusun upaya balas dendam terhadap Mataram.
Selain itu, ketika menjadi Sultan Pajang, Arya Pangiri membawa serta penduduk Demak.
Hal itu membuat penduduk asli Pajang tersisih secara ekonomi dan beralih menjadi penjahat.
Persekutuan, antara Mataram dan Jipang, kemudian menyerbu Pajang pada 1586, dan memaksa ARya Pangiri turun takhta dan kembali ke Demak.
Setelah itu, Benowo menawarkan takhta Pajang kepada Sutawijaya, tapi pendiri trah Mataram Islam itu menolak.
Dia hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dibawa dan dirawat di Mataram.
Sejak itu, Pangeran Benawa naik takhta menjadi raja baru di Pajang bergelar Prabuwijaya.
Ada beberapa perbedaan terkait akhir pemerintahan Benowo di Pajang.
Sebagian menyebut Benowo meninggal dunia pada 1587, tapi ada juga yang mengatakan bahwa putra tunggal Jaka Tingkir itu memilih menepi dan menjadi ulama di Gunung Kulakan bergelar Sunan Parakan.
Yang jelas, sepeninggal Benowo, Pajang akhirnya menjadi bawahan Mataram Islam.
Panembahan Senopati memerintahkan adiknya, Pangeran Gagak Baning, menjadi bupati di Pajang.
Setelah meninggal, Gagak Baning digantikan putranya yang bernama Pangeran Sidawini.
Begitulah riwajayat Pajang menjadi bawahan Mataram Islam.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR