Intisari-online.com - NII KW 9 adalah salah satu kelompok yang mengklaim sebagai penerus dari Negara Islam Indonesia (NII) atau Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).
Merupakan sebuah gerakan separatis yang berusaha mendirikan negara Islam di Indonesia pada tahun 1949-1962.
NII KW 9 dipimpin oleh Abu Toto, yang lebih dikenal dengan nama samaran Panji Gumilang, seorang pendiri dan pemimpin dari Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat.
Ponpes Al Zaytun adalah sebuah lembaga pendidikan Islam yang didirikan pada tahun 1990 dan memiliki luas lahan sekitar 1.400 hektar.
Ponpes ini menawarkan pendidikan formal dan nonformal, serta berbagai fasilitas seperti masjid, perpustakaan, museum, lapangan olahraga, dan lain-lain.
Ponpes ini juga dikenal sebagai salah satu ponpes terbesar dan termodern di Indonesia.
Namun, di balik kemegahan dan prestasinya, Ponpes Al Zaytun dan Panji Gumilang sering dituduh menyebarkan ajaran sesat dan terafiliasi dengan NII KW 9.
Tuduhan ini didasarkan pada beberapa hal, antara lain:
1. Adanya bukti-bukti seperti dokumen, video, dan kesaksian dari mantan anggota atau santri yang mengungkapkan adanya praktik kaderisasi, indoktrinasi, dan pengumpulan dana untuk tujuan mendirikan NII.
2. Adanya temuan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2022 yang menunjukkan bahwa Ponpes Al Zaytun terindikasi atau terafiliasi dengan gerakan NII.
3. Adanya pernyataan dari Kasubdit Kontra Radikal Densus 88 Anti Teror Polri, AKBP Budi Novijanto, yang menyebut bahwa Panji Gumilang adalah pimpinan NII KW 9 dan berpotensi membahayakan kedaulatan NKRI dengan cara menguasai wilayah.
Baca Juga: 20 Ucapan Selamat Menempuh Hidup Baru Islami untuk Sosok Sahabat atau pun Kerabat
Ponpes Al Zaytun dan Panji Gumilang selalu membantah tuduhan-tuduhan tersebut dan mengklaim bahwa mereka adalah warga negara Indonesia yang taat hukum dan berpegang pada ajaran Islam yang murni.
Mereka juga menuding bahwa tuduhan-tuduhan tersebut adalah fitnah dan upaya untuk menjatuhkan reputasi mereka.
Pada tahun 2023, Ponpes Al Zaytun menjadi sorotan publik setelah adanya unjuk rasa dari massa yang menuntut ponpes itu dibubarkan dan Panji Gumilang ditangkap karena diduga melakukan penyimpangan terhadap agama Islam.
Unjuk rasa sempat ricuh karena massa pendemo dan petugas kepolisian saling dorong.
Pemerintah pusat dan daerah masih melakukan kajian dan penyelidikan terkait dengan isu-isu yang berkembang di sekitar Ponpes Al Zaytun dan Panji Gumilang.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan bahwa fenomena yang terjadi di ponpes itu "masih dipelajari".
Isu-isu seputar Ponpes Al Zaytun dan Panji Gumilang merupakan salah satu contoh dari kompleksitas dan dinamika permasalahan keagamaan di Indonesia.
Isu-isu ini juga menuntut kita untuk lebih kritis dan berhati-hati dalam menerima informasi dan berita yang beredar di media sosial maupun media massa.
Selain itu lembaga itu juga sempat menjadi sorotan lantaran cara ibadahnya yang dinilai kontroversial.
Lembaga pendidikan yang berlokasi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, itu kembali menjadi sorotan akibat pernyataan Panji Gumilang, tata cara ibadah, hingga dugaan terafiliasi dengan gerakan bawah tanah NII.
Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, saat ini penanganan masalah di Ponpes Al Zaytun dilakukan dari sisi hukum dan pendidikan.
Baca Juga: Mengungkap Identitas Panji Gumilang, Adiknya Ungkap Sosok Pejuang Pendidikan yang Difitnah Sesat
"Karena itu, Al-Zaytun akan kita lihat akan seperti apa. Tapi yang jelas nasib dari para santri akan diselamatkan, terutama masa depan studinya," kata Muhadjir saat ditemui usai melaksanakan salat Iduladha di Gedung Dakwah PP Muhammadiyah Jakarta pada Rabu (28/6/2023) lalu.
Muhadjir memastikan para santri di Ponpes Al Zaytun bisa tetap melanjutkan pendidikan jika sewaktu-waktu penindakan hukum dilakukan atas dugaan pelanggaran yang terjadi di Al-Zaytun.
Dia juga menyebut kehidupan di Al Zaytun tak seperti lembaga pendidikan pada umumnya melainkan seperti komune.
Sebelumnya, Ponpes Al Zaytun menjadi sorotan publik lantaran penuh kontroversi.
Ponpes itu menerapkan cara ibadah yang tidak biasa, misalnya saf shalat Idul Fitri 1444 Hijriah yang bercampur antara laki-laki dan perempuan.
Bahkan, ada satu orang perempuan sendiri berada di depan kerumunan laki-laki.
Karena kontroversi itu, pemerintah bakal menerapkan sanksi administrasi hingga pidana.