Salah satu strategi perangnya yang terkenal adalah penggunaan lumbu (daun talas hijau) untuk menyamar sebagai semak-semak dan menipu musuh.
Nyi Ageng Serang tidak pernah menyerah meskipun menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan.
Ia tetap setia kepada Pangeran Diponegoro hingga akhir hayatnya. Ia meninggal pada tahun 1828 di Desa Karangjati, Bergas, Semarang, akibat sakit yang dideritanya.
Jenazahnya dimakamkan di Desa Karangjati dengan upacara militer yang dihadiri oleh Pangeran Diponegoro dan para pejuang lainnya.
Nyi Ageng Serang adalah sosok pahlawan perempuan Mataram Islam yang patut diteladani dan dihormati.
Ia membuktikan bahwa perempuan juga bisa berperan aktif dalam mempertahankan tanah air dari penjajah.
Juga menunjukkan bahwa perempuan bisa menjadi pemimpin yang bijaksana dan berwibawa.
Nyi Ageng Serang adalah simbol keberanian, kesetiaan, dan kecintaan kepada bangsa dan agama.
Kemudian, perjuangan Nyi Ageng Serang juga dilanjutkan oleh sosok Pangeran Diponegoro.
Ia terkenal setelah melakukan perang terbesar di tanah Jawa yang dikenal dengan sebutan Perang Diponegoro.
Perang Diponegoro adalah perang besar yang terjadi antara tahun 1825-1830 di Pulau Jawa, antara pasukan Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Hendrik Merkus de Kock dan pasukan Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro.
Perang ini juga dikenal sebagai Perang Jawa karena melibatkan banyak daerah di Jawa.
Perang ini merupakan salah satu perlawanan terbesar dan terberat yang dihadapi Belanda selama masa penjajahannya di Indonesia.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR