Intisari-Online.com -Konflik di Papua yang tak kunjung usai menjadi salah satu perhatian Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri.
Menurutnya, jika ia masih menjadi pemimpin negara, ia akan menerjunkan beberapa batalion ke Papua untuk melakukan perang psikologi terhadap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang jumlahnya jauh lebih sedikit dari pasukan TNI-Polri.
KeinginanMegawati iniseolah mengingatkan dengan apa yangdilakukan ayahnya, Presiden pertama RI Soekarno, dalam mengatasi konflik di Papua.
Soekarno kala itu menggelar sebuah operasi khusus untuk merebut Irian Barat dari Belanda dengan menunjuk seseorang yang kelak justru "menikung" dirinya.
Megawati Ingin Terjunkan Batalion
Megawati Soekarnoputri, Presiden kelima RI, mengungkapkan keinginannya untuk menurunkan batalion tentara ke Papua.
"Saya lihat yang maju ke Papua ini. Saya terus bilang, kalau saya masih komandan, boleh toh Pak ngomong, kalau saya masih komandan saya turunkan di sana berapa batalion. Keren kan," kata Megawati dalam acara peresmian Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Bung Karno-369 di Dermaga Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil), Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (1/6/2023), seperti dilansir dari kompas.com.
Keinginan tersebut, menurut Megawati, dipicu oleh konflik bersenjata antara TNI dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Merdeka (TPNPB) yang belum terselesaikan.
"Kok urusan Papua, menurut saya, tidak selesai-selesai. Saya bingung sendiri," ujar Megawati.
Menurutnya, penurunan batalion ini bertujuan untuk menciptakan efek gentar atau "deterrent effect".
Menurut Megawati, TPNPB juga merupakan warga negara Indonesia yang diprovokasi dan tidak diberi pengetahuan.
Saat ini, Megawati hanya bisa diam karena tidak memiliki kewenangan untuk memberikan perintah kepada TNI.
Kebijakan Bung Karno di Papua
Papua, memang pada dasarnya memiliki tempat tersendiri di hati Megawati, setidaknya jika mengingat perjuangan ayahnya Soekarno, dulu.
Soekarno sangat berupaya untuk memasukkan Papua ke dalam wilayah Indonesia.
Dia menganggap Papua sebagai bagian dari tubuh Indonesia dan tidak akan membiarkan salah satu anggota tubuhnya diamputasi tanpa melakukan perlawanan.
"Apakah seseorang akan membiarkan salah satu anggota tubuhnya diamputasi tanpa melakukan perlawanan? Apakah seseorang tidak akan berteriak kesakitan, apabila ujung jarinya dipotong?" kata Bung Karno dalam Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang ditulis Cindy Adams.
Soekarno merasa bahwa kemerdekaan Indonesia belum lengkap secara teritorial dan itulah yang dia perjuangkan hingga tahun 1963.
Banyak pihak yang meyakini bahwa jawaban Soekarno tersebut untuk menutupi fakta bahwa dirinya telah mengetahuipotensi alam Papua.
Menurut laman media sejarah Historia, dari laporan tim geologinya, Soekarno mengetahui bahwa Papua tidak hanya memiliki cadangan minyak bumi tetapi juga uranium.
Di era atom seperti saat itu, penemuan ini tentu sangat penting.
Baca Juga: 10 Peninggalan Kerajaan Demak, Ada Makam Sosok Wali Paling Disegani
Namun, keinginan Soekarno tidaklah bisa dengan mudah diwujudkan, bahkan membutuhkan waktu yang lama.
Permasalahan Papua Barat sendiri bermula dari Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diadakan di Den Haag, Belanda pada tanggal 2 November 1949 yang membahas tentang rencana pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Kerajaan Belanda.
Namun, setelah 12 tahun berlalu, masalah ini belum juga diselesaikan sebab Belanda ternyata berencana menjadikan Papua Barat sebagai negara boneka.
Hingga akhirnya Soekarno mengambil langkah keras untuk merebutPapua dari cengkeraman Belanda,yaitu melaluiOperasi Trikora.
Namun, dengan saran dari Amerika Serikat, Indonesia diminta untuk menempuh jalur diplomasi untuk mengambil alih Papua Barat dari Belanda.
Amerika Serikat bersedia menjadi mediator dan menyediakan tempat netral untuk membahas masalah tersebut.
Inti dari perundingan yang dikenal sebagai Perjanjian New York adalah bahwa Belanda harus menyerahkan Papua Barat kepada Indonesia paling lambat pada tanggal 1 Mei 1963.
Selanjutnya, pada tanggal 31 Desember 1962, bendera Belanda resmi diturunkan dan digantikan dengan bendera Merah Putih sebagai tanda dimulainya kekuasaan de jure Indonesia atas tanah Papua di bawah pengawasan PBB.
Operasi Trikora dan Harumnya Nama Calon 'Penikung'
Operasi yang berlangsung dari bulan Desember 1961 hingga Agustus 1962 inimerupakan akromin dari Tri Komando Rakyat yang berisi:
Presiden Sukarno mengumumkan operasi ini pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta.
Melihat hal ini, Sukarno dan para pejabat tinggi Indonesia tidak tinggal diam. Pada tanggal 6 Maret 1961, dibentuk Korps Tentara Kora-1 dengan Mayor Jenderal Soeharto sebagai panglima komandonya.
Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Sukarno menyampaikan maksud Trikora melalui pidatonya yang disampaikan di Yogyakarta.
Kemudian pada tanggal 2 Januari 1962, Soekarno membentuk Komando Mandala dan menunjuk Soeharto sebagai panglimanya dengan pangkat Mayor Jenderal.
Operasi ini pun langsung mengharumkan nama Soeharto di Indonesia yang membuat karier militernya makin mentereng.
Hingga pada akhirnyadia berhasil melengserkan Soekarno dari posisi sebagai orang nomor satu di Indonesia.
Soeharto pula yang kemudian membuka keran masuknya Freeport di tanah Papua, sebuah tambang emas raksasa.