Keturunan Raja Besar Di Jawa, Sosok Ini Justru Membawa Kejayaan Bagi Kerajaan Sriwijaya Yang Ada Di Sumatera

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak zaman keemasannya saat dipimpin oleh Balaputradewa, seorang raja yang masih punya darah Mataram Kuno.
Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak zaman keemasannya saat dipimpin oleh Balaputradewa, seorang raja yang masih punya darah Mataram Kuno.

Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak zaman keemasannya saat dipimpin oleh Balaputradewa, seorang raja yang masih punya darah Mataram Kuno.

Intisari-Online.com -Kerajaan Sriwijaya di Sumatera menjadi salah satu kerajaan di Nusantara dengan umur yang begitu panjang.

Eksistensinya disebut-sebut sudah ada sejak abad ke-7 hingga keruntuhannya pada abad ke-11.

Di antara abad-abad itu, Sriwijaya mernah meraih masa keemasannya di abad ke-9.

Ketika itu, Kerajaan Sriwijaya dipimpin oleh Balaputradewa, seorang raja yang punya darah Jawa, darah Medang, darah Mataram Kuno.

Di bawah kekuasaannya, Kerajaan Sriwijaya berhasil mencapai puncak kejayaannya.

Kejayaan Sriwijaya dapat dilihat dari keberhasilannya di beberapa bidang, seperti bidang maritim, politik, dan ekonomi.

Wilayah kekuasaannya membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, dan sebagian Jawa.

Bahkan Sriwijaya disebut sebagai negara nasional pertama di nusantara sebab wilayahnya begitu luas, hingga meliputi hampir seluruh Indonesia.

Ketika Balaputradewa berkuasa, agama Buddha juga mengalami perkembangan pesat.

Dalam prasasti Nalanda, disebutkan bahwa Balaputradewa adalah raja besar Kerajaan Sriwijaya yang merupakan cucu seorang raja Jawa bernama Dharanindra.

Ayah Balaputradewa bernama Samaragrawira yang merupakan keturunan Wangsa Syailendra dan ibunya bernama Dewi Tara, putri Sri Dharmasetu dari Wangsa Soma.

Berdasarkan kemiripan nama, seorang filolog Belanda bernama De Casparis menyamakan Samaragrawira dengan Samaratungga.

Dan sepeninggal Samaratungga, terjadi perang saudara memperebutkan takhta antara Balaputradewa melawan Rakai Pikatan, suami saudarinya, Pramodawardhani.

Balaputradewa yang kalah kemudian menyingkir ke Sumatera.

Teori ini dibantah oleh filolog Indonesia, Slamet Muljana.

Menurutnya, Samaratungga hanya memiliki seorang anak, yaitu Pramodawardhani.

Sedangkan Balaputradewa adalah adik Samaratungga yang meninggalkan Jawa bukan karena kalah perang.

Tapi karena memang tidak memiliki hak atas takhta tanah Jawa.

Sebagai keturunan Wangsa Syailendra, Balaputradewa berhasil menjadi raja di Sriwijaya.

Pada masa kejayaannya, daerah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, dan sebagian Jawa.

Selain itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat agama Buddha Mahayana di Asia Tenggara.

Raja Balaputradewa juga menjalin hubungan erat dengan Kerajaan Benggala dari India yang kala itu dipimpin oleh Raja Dewapala Dewa.

Raja ini menghadiahkan sebidang tanah kepada Balaputradewa untuk mendirikan asrama bagi para pelajar dan siswa yang sedang belajar di Nalanda.

Hal tersebut menandakan Balaputradewa memerhatikan ilmu pengetahuan bagi generasi mudanya.

Artikel Terkait