Intisari-online.com -Presiden Soekarno menunjuk Ali Sadikin, seorang letnan jenderal KKO-AL (Korps Komando Angkatan Laut), sebagai Gubernur Jakarta pada tahun 1966.
Selama 11 tahun memimpin Jakarta, Ali Sadikin sukses menjadikan Jakarta sebagai kota yang maju, bersih, dan berbudaya.
Ia terkenal sebagai sosok yang berwibawa, berani, dan visioner dalam mengambil kebijakan-kebijakan yang kontroversial namun bermanfaat bagi masyarakat.
Namun, di samping prestasinya yang cemerlang, Ali Sadikin juga menghadapi berbagai rintangan dan konflik, terutama dengan pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Hubungan antara keduanya sering berseberangan dalam hal kebijakan dan visi pembangunan.
Ali Sadikin sering menentang dan mengkritik Soeharto dalam berbagai masalah, seperti penertiban militer di Jakarta, penghapusan becak, dan pembangunan Taman Ismail Marzuki (TIM).
Popularitas Ali Sadikin di kalangan masyarakat Jakarta dan Indonesia pada masa jabatannya sebagai gubernur juga membuatnya dianggap sebagai ancaman oleh Soeharto.
Pada pemilihan umum 1977, nama Ali Sadikin disebut-sebut sebagai pesaing kuat Soeharto dalam pencalonan presiden.
Sekelompok mahasiswa dari Universitas Indonesia (UI) bahkan menjagokan Ali Sadikin maju sebagai presiden dengan semboyan “Why not the best?”.
Isu pencalonan Ali Sadikin ini membuat Soeharto merasa terganggu dan tidak nyaman.
Ia pun berusaha untuk menyingkirkan Ali Sadikin dari jabatan gubernur sebelum pemilu berlangsung.
Baca Juga: Pakta Warsa Ditandatangani, Perang Dingin Pun Dimulai, Ternyata Ini Sosok Yang Mencetuskannya
Masa jabatan Ali Sadikin pun dipercepat menjadi tanggal 11 Juli 1977, satu bulan lebih cepat dari jadwal semula.
Selain itu, dua mahasiswa yang mengusung nama Ali Sadikin sebagai calon presiden juga ditangkap dan ditahan oleh aparat.
Ali Sadikin sendiri tidak pernah menyatakan keinginan atau ambisi untuk menjadi presiden.
Ia hanya ingin mendidik masyarakat agar berani menyatakan pendapatnya sendiri.
Ia juga tidak pernah menyalahkan atau membenarkan isu pencalonannya.
Lalu, menyerahkan sepenuhnya kepada MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden mendatang.
Ali Sadikin adalah sosok gubernur yang populer namun juga dicap sebagai bayangan Soeharto.
Ia memiliki gaya kepemimpinan yang disukai oleh banyak orang namun juga ditentang oleh penguasa.
Setelah tidak lagi menjadi gubernur, Ali Sadikin tetap aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan politik.
Ia menjadi Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dari tahun 1977 hingga 1981.
Ia juga menjadi salah satu pendiri Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada tahun 1973 dan Partai Amanat Nasional (PAN) pada tahun 1998.
Baca Juga: Sosok Tan Malaka Tokoh Kemerdekaan yang Dihormati Belanda Namanya Sampai Diabadikan di Amsterdam
Ali Sadikin juga terlibat dalam berbagai organisasi kemasyarakatan, seperti Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Dewan Masjid Indonesia (DMI), dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Ia juga mendirikan Yayasan Ali Sadikin yang bergerak di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosia.
Ali Sadikin meninggal dunia pada 20 Mei 2008 di Singapura akibat penyakit kanker paru-paru.
Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dengan upacara militer. Ia meninggalkan seorang istri, Linda Syamsudi Mangan, dan delapan anak dari dua pernikahannya.
Ali Sadikin dihormati sebagai salah satu gubernur terbaik yang pernah memimpin Jakarta. Ia juga dianggap sebagai tokoh reformis yang berani mengkritik kekuasaan Soeharto.
Ia adalah saksi sejarah dari dinamika politik Indonesia pada masa Orde Baru.