Seseorang yang berani melabrak orang lain di muka umum dan menjadi tontonan publik, patut diduga bahwa yang bersangkutan butuh pengakuan sosial.
Ia merasa perlu melakukan hal tersebut untuk memenuhi satu kebutuhan khusus dalam dirinya.
Sejatinya, individu yang terlalu ingin diakui eksistensinya, justru perlu dikasihani.
Patut di duga bahwa dalam kehidupan kesehariannya, yang bersangkutan tidak cukup didengarkan segala keluhannya, tidak cukup diapresiasi segala prestasinya, dan tidak cukup diakui pemikirannya.
Dampaknya, ia mencari pemenuhan kebutuhan tersebut pada cara-cara yang tidak terduga dan bahkan berpotensi melukai ego orang lain. Kebutuhan dasar seseorang secara individu adalah untuk diakui.
Sejumlah orang telah memiliki jalur untuk diakui kepintarannya, kepakarannya, prestasinya, kontribusinya dan lain-lain melalui akses yang legal dan bermartabat.
Namun, ada sejumlah anggota masyarakat yang masih dahaga terkait pemenuhan kebutuhan untuk diakui itu.
Maka, begitu ada celah, ia akan ambil kesempatan tersebut. Berbasis self determinant theory (Kirkland dkk, 2011), salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan otonomi, atau kendali penuh atas sikap dan perilakunya sendiri.
Maka, seseorang akan merasa semakin nyaman dengan dirinya ketika kebutuhan berotonomi, atau melakukan tindakan berbasis keinginannya sendiri terpenuhi.
Namun jelas, hal ini tidak boleh kebablasan sampai mencederai pihak lain. Upaya pemenuhan kebutuhan psikologis pribadi, tetap perlu untuk selalu berada dalam koridor harmoni sosial. Namun fakta sosial di lapangan berkata lain.
Aksi kekerasan demi kekerasan terjadi, dan sebagian di antaranya diwarnai sikap arogan.
Ketika hal itu terjadi berulang dan memakan banyak korban, maka peringatan dini untuk membangun pendidikan karakter bangsa tidak boleh lagi diabaikan.
Masyarakat dibentuk melalui sekumpulan nilai dan norma yang disepakati bersama, walaupun tidak harus selalu tertulis.
Arogansi pribadi/atau kelompok masyarakat tertentu dapat mencederai nilai dan norma yang disepakati bersama tersebut.
Bangunan utuh masyarakat dapat menjadi oleng dan goyah, sehingga memerlukan keseimbangan baru. Pihak berwenang tidak boleh membiarkan praktik-praktik itu.
Perlu segera dilakukan langkah hukum untuk mencegah perbuatan semacam itu menjadi "tradisi" atau membudaya.
Kesadaran berwarga negara seyogianya dapat tercermin dari penghayatan akan penggunaan fasilitas umum bersama.
Jalan raya adalah fasilitas umum bersama yang seharusnya digunakan sebaik-baiknya, sesuai dengan kebutuhan.
Perilaku arogan pada penggunaan fasilitas negara hanya akan merusak dan menciderai keharmonisan bermasyarakat."
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR