Intisari-Online.com -Belakangan ini, publik dihebohkan dengan kisah dokter Wayan, seorang dokter di Karawang yang membuka praktik di rumahnya yang kumuh dan tidak menarik biaya dari pasiennya.
Namun, ternyata sebelum dokter Wayan, ada sosok dokter ikhlas lain yang sudah lebih dulu viral di media sosial.
Dialah dokter Aznan Lelo, seorang dokter di Medan yang juga membuka praktik di rumahnya yang sederhana dan tidak mematok tarif.
Seperti apa kisahnya dan apa motivasinya? Simak kisahnya berikut ini.
Dokter Wayan tak pernah tagih bayaran
Video rumah dokter Wayan yang kumuh dan berantakan menjadi viral di media sosial setelah diunggah di TikTok.
Dokter Wayan tinggal di Desa Karanganyar, Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang sejak puluhan tahun lalu.
Pasiennya tidak hanya dari Desa Karanganyar, tetapi juga dari daerah lain.
Mereka tidak keberatan dengan kondisi rumahnya yang kotor, karena mereka puas dengan pengobatan dokter Wayan.
Dokter Wayan juga terkenal sebagai orang yang baik hati dan ramah kepada pasiennya. Ia bahkan mau mengobati pasien yang tidak membawa uang.
Baca Juga: Inilah Identitas Dokter Wayan Sosok Dokter yang Buka Praktik di Rumah Mewah Penuh Sampah
“Aku dulu seminggu nebus obat flek Rp 60.000, sama dia (dr Wayan) itu enggak kontan Pak. Dikasih obat, nanti kalau punya duit bayar,” ujar pasien dokter Wayan, Warsih, dilansir dari Youtube Bang Brew TV.
Warsih mengaku membayar obatnya dengan cara dicicil.
“Ngutang, bayarnya dicicil dan enggak pernah ditagih,” lanjutnya.
Dokter Aznan Lelo, dokter ikhlas dari Medan
Keikhlasan dokter Wayan mengingatkan kita pada sosok yang sempat viral beberapa tahun lalu karena dijuluki dokter ikhlas. Seperti diceritakan kembali berikut ini.
Di kawasan Jln. Puri Medan, Kelurahan Komat, Kecamatan Medan Area, Medan, Sumatera Utara, terdapat sebuah bangunan tua yang sering dikunjungi orang-orang dengan berbagai kendaraan, mulai dari becak, sepeda motor, hingga mobil.
Mereka datang untuk berobat kepada seorang dokter yang biasa dipanggil Buya.
Prof. Dr. Aznan Lelo Ph.D, Sp.FK adalah nama lengkap dokter tersebut yang juga merupakan guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU).
Tanpa memasang papan nama, beliau membuka praktik di rumahnya.
Beliau tidak menetapkan tarif kepada pasiennya. Mereka bebas membayar sesuai kemampuan dan keikhlasan mereka untuk jasa konsultasi dan obat racikan beliau.
Resep obat apotek yang diberikan beliau juga terjangkau. Sangat luar biasa, berbeda dengan kebanyakan dokter, terutama di kota-kota besar.
Pukul 17.00 WIB biasanya praktik dimulai. Ada pasien yang sudah mendaftar sejak siang lalu pergi, ada juga yang langsung datang dan menunggu giliran.
Garasi yang menjadi ruang tunggu itu terkadang penuh dengan pasien, sesuai urutan mereka masuk ke ruang praktik yang berukuran kecil.
Di ujung garasi ada meja registrasi yang menyediakan amplop-amplop putih bergaris tepi biru-merah.
Pasien yang sudah sering datang mengetahui cara dan jumlah pengisian amplop untuk tarif “ikhlas hati” tersebut.
Amplop yang sudah diisi dibawa masuk ke ruang praktik saat diperiksa, dan ditinggalkan di meja dr. Aznan setelah pemeriksaan selesai.
Bagi yang belum mengetahui dan bertanya tentang biaya, terkadang mendapat teguran dan kekesalan Pak Dokter.
Obat racikan sendiri atau resep obat generik yang bisa didapat di banyak apotek dengan harga terjangkau adalah pilihan dr. Aznan untuk pasiennya.
“Dokter yang Tidak Komersil”
Seorang kontraktor bernama Andi (30), yang tinggal di Jln. Eka Rasmi, Kelurahan Gedung Johor Medan, datang dengan mobil APV putih bersama tiga anaknya.
Ia mengatakan, bukan hanya karena tidak ada tarif yang ditetapkan, ia membawa ketiga anaknya yang batuk pilek ke dr. Aznan.
Tapi ia sangat yakin pada kualitas dokter tersebut. Dulu ketiga anaknya pernah menderita radang kelenjar di leher.
“Dokter lain bilang harus dioperasi. Tapi alhamdullillah, sama Buya tidak perlu. Pengobatannya waktu itu enam bulan, dan radang kelenjar pada tiga anak saya sembuh,” ujar Andi.
Ia menjelaskan, metode pengobatan yang diterapkan dr. Aznan sangat bagus dan teratur karena beliau ahli dalam meracik obat.
“Kalau dokter lain obatnya mahal. Di sini obat Buya terjangkau dan bisa dibeli di apotek mana saja.
Obatnya saya rasa pas banget, karena beliau sendiri pakar farmakologi.”
Sebagai pasien yang sudah akrab dengan dr. Aznan, Andi tahu berapa yang harus diisi di amplop.
“Saya sesuai kemampuanlah, apalagi kalau anak kita sudah sehat, ya kalau ada rezeki kita kasih lebih, kalau nggak ya secukupnya,” kata Andi.
Ia menganggap dokter Aznan juga suka bersedekah.
“Karena sering datang, pernah juga lihat beliau buka amplop dari pasien di depan saya. Saya lihat ada yang cuma kasih Rp5.000. Pernah juga uang dari amplop pasien dibelikan durian untuk dimakan bareng-bareng,” ceritanya.
Andi membandingkan dr. Aznan dengan dokter lain dan berkata, “Wah, kalau di tempat lain, sekali konsultasi dokter anak bisa Rp200 ribu atau Rp250 ribu. Itu belum obat, lho. Kadang ‘kan ada dokter yang komersil, merekomendasikan brand tertentu yang susah dicari, jadi kita harus beli di apoteknya.”
Hal yang sama diungkapkan oleh Restu Damanik (30), warga Jln. Siriaon, Madala By Pass, Medan.
Restu, yang bekerja di PT Midea Elektronik, mengatakan, pada 2005 ia didiagnosa dokter THT (telinga hidung tenggorokan) menderita polip di hidungnya dan harus operasi kecil.
Ia mendengar praktik dokter Aznan dari temannya, lalu ia datangi. “Alhamdullilah, setelah minum obat resep dari Buya, polipku sembuh dalam empat bulan.”
Dari pengalamannya berobat ke dr. Aznan, Restu menceritakan, pasien datang dari berbagai daerah. Ada yang dari Aceh, Sidimpuan (Sumut), Rantauprapat (Sumut), dsb.
“Ada pasien yang dimarahi. Dia tanya berapa biaya berobatnya, lalu disentil (dimarahi) sama Buya, ‘udah nggak usah bayar aja’, kata Buya,” cerita Restu.
Restu mengaku, setiap berobat ia mengisi Rp25 ribu, kadang Rp30 ribu di dalam amplop.
“Dokter yang arif bijaksana dan tidak komersil, inilah yang kita harapkan.”
Baca Juga: Sultan Haji, Sosok Pengkhianat yang Jadi Kunci Kehancuran Kesultanan Banten, Kudeta Ayahnya Sendiri