Intisari-online.com - Pemilu ketika pada masa Orde Baru dilakukan pada 2 Mei 1977.
Pemilu yang digelar pada tahun 1977 untuk memilih wakil rakyat di DPR dan DPRD.
Tiga organisasi peserta pemilu (OPP) yang berkompetisi dalam pemilu ini adalah Golkar, PPP, dan PDI.
Golkar adalah organisasi yang menampung berbagai golongan karya di masyarakat, seperti tentara, pejabat, dan profesional.
PPP adalah partai yang mewakili kepentingan Islam, sedangkan PDI adalah partai yang mewakili kepentingan nasionalis dan non-Islam.
Pemilu 1977 dilaksanakan dengan prinsip LUBER (langsung, umum, bebas, dan rahasia).
Namun dalam kenyataannya banyak terjadi kontroversi dan kecurangan yang menguntungkan Golkar.
Beberapa contoh kontroversi dan kecurangan yang terjadi adalah:
1. Adanya ancaman dan paksaan terhadap pemilih untuk memilih Golkar.
Misalnya, dengan mengancam akan menghapus bantuan sosial atau menghambat proyek pembangunan jika tidak memilih Golkar.
2. Adanya pemalsuan data pemilih dan perhitungan suara.
Baca Juga: Rakyat Buntung Pemerintah Untung, Ini Sosok yang Untung Banyak Jika Pemilu 2024 Ditunda
Misalnya, dengan menambah jumlah pemilih atau mengurangi jumlah suara yang sah untuk PPP dan PDI.
3. Adanya pemanfaatan fasilitas negara dan media massa untuk mengkampanyekan Golkar.
Misalnya, dengan menayangkan iklan-iklan yang memuji prestasi Golkar atau menjelekkan PPP dan PDI.
4. Adanya pembatasan hak-hak politik dan kebebasan berpendapat bagi PPP dan PDI.
Misalnya, dengan melarang atau mengawasi rapat-rapat umum atau diskusi-diskusi politik yang diadakan oleh PPP dan PDI.
Akibat dari kontroversi dan kecurangan tersebut, Golkar berhasil memenangkan pemilu 1977.
Dengan perolehan suara sebesar 62,11%, sementara PPP mendapatkan 29,29% dan PDI mendapatkan 8,59%.
Hasil ini menunjukkan bahwa Golkar mendominasi panggung politik Indonesia pada masa Orde Baru dan menjamin kelangsungan pemerintahan Soeharto sebagai presiden.
Hasil pemilu 1977 menimbulkan reaksi beragam dari PPP dan PDI, yang merasa dirugikan oleh kontroversi dan kecurangan yang dilakukan oleh Golkar dan pemerintah.
PPP dan PDI mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung untuk menuntut pembatalan hasil pemilu 1977, tetapi ditolak dengan alasan tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
PPP dan PDI juga mengadakan aksi-aksi protes dan demonstrasi di beberapa daerah, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Medan.
Aksi-aksi ini dihadapi dengan tindakan represif oleh aparat keamanan, yang menangkap dan menahan sejumlah aktivis dan tokoh PPP dan PDI.
Pemilu 1977 menunjukkan bahwa Golkar memiliki kekuatan politik yang sangat besar di Indonesia pada masa Orde Baru.
Golkar menjadi kendaraan politik Soeharto dan pemerintah untuk mempertahankan kekuasaan dan kepentingan mereka.
Golkar juga menjadi alat untuk mengendalikan dan menekan partai-partai lain yang berseberangan dengan mereka.
Pemilu 1977 menjadi awal dari dominasi Golkar dalam panggung politik Indonesia selama dua dekade berikutnya.