Intisari-online.com - Suku Dani merupakan salah satu suku asli yang tinggal di tanah Papua, khususnya di daerah pegunungan dan lembah.
Suku ini memiliki budaya dan tradisi yang unik untuk dipelajari, salah satunya adalah tradisi potong jari atau yang disebut dengan Iki Palek.
Tradisi potong jari adalah tradisi memutuskan jari tangan atau kaki sebagai bentuk duka cita dan penghormatan atas meninggalnya anggota keluarga atau kerabat dekat.
Tradisi ini dilakukan oleh wanita suku Dani, karena mereka dianggap sebagai pihak yang paling terluka oleh kehilangan orang yang dicintai.
Menurut anggota suku Dani, menangis saja tidak cukup untuk menunjukkan kesedihan yang dirasakan.
Rasa sakit dari memutuskan jari dianggap merepresentasikan hati dan jiwa yang terkoyak-koyak karena kehilangan.
Selain itu, alasan mereka memutuskan untuk melakukan tradisi Iki Palek adalah karena jari dianggap sebagai lambang harmoni, persatuan, dan kekuatan.
Dengan memutuskan jari, mereka berharap dapat mengurangi beban kesedihan dan mengembalikan keseimbangan hidup.
Tradisi potong jari dilakukan dengan cara memutuskan ujung jari tangan atau kaki dengan pisau batu atau bambu.
Luka yang ditimbulkan kemudian dibakar dengan api untuk menghentikan pendarahan dan membentuk luka bakar.
Jari-jari yang sudah diputuskan kemudian dikuburkan di tempat suci atau diletakkan di dekat makam orang yang meninggal.
Baca Juga: 5 Tipe Orang yang Harus Dihindari Menurut Tradisi Sunda Agar Hidup Bahagia
Tradisi ini biasanya dilakukan oleh wanita suku Dani yang sudah dewasa, tetapi ada juga anak-anak perempuan yang ikut melakukannya.
Proses pemutusan jari dilakukan tanpa anestesi atau obat penghilang rasa sakit, sehingga sangat menyiksa bagi pelakunya.
Namun, mereka tetap melakukannya dengan penuh kesabaran dan ketabahan hati sebagai bentuk cinta dan kesetiaan kepada orang yang meninggal.
Tradisi potong jari memiliki dampak negatif bagi kesehatan dan kehidupan wanita suku Dani.
Selain menyebabkan rasa sakit yang luar biasa, tradisi ini juga meninggalkan luka permanen yang mengganggu fungsi tangan atau kaki.
Wanita suku Dani yang sudah memutuskan jari akan kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, seperti menanam, memasak, atau menjahit.
Selain itu, tradisi potong jari juga berdampak pada populasi suku Dani.
Dengan banyaknya wanita suku Dani yang memutuskan jari, jumlah keturunan mereka akan berkurang.
Hal ini karena wanita suku Dani dianggap tidak layak menikah jika sudah kehilangan jari-jarinya.
Akibatnya, banyak pria suku Dani yang mencari pasangan dari suku lain atau meninggalkan tanah leluhurnya untuk mencari kehidupan yang lebih baik.
Tradisi potong jari suku Dani sudah dilarang oleh pemerintah sejak tahun 1970-an, karena dianggap melanggar hak asasi manusia dan merusak kesehatan wanita suku Dani.
Baca Juga: Dikenal Sebagai Penjaga Hutan Kalimantan, Begini Tradisi Hidup Suku Punan di Pedalaman Hutan
Pemerintah juga berusaha memberikan pendidikan dan pelayanan kesehatan kepada suku Dani agar mereka meninggalkan tradisi ini.
Namun, meskipun sudah dilarang, masih ada beberapa wanita suku Dani yang melakukan tradisi potong jari secara diam-diam, karena mereka merasa terikat dengan adat dan kepercayaan leluhur mereka.
Mereka juga khawatir akan mendapat kutukan atau malapetaka jika tidak melakukan tradisi ini.
Tradisi potong jari suku Dani kini semakin jarang dilakukan dan hampir punah, karena banyaknya pengaruh modernisasi dan globalisasi yang masuk ke tanah Papua.
Banyak generasi muda suku Dani yang tidak mau lagi melakukan tradisi ini, karena mereka menganggapnya sebagai tindakan bodoh dan tidak manusiawi.