Advertorial
Suar.ID -Disebut Jadi Ukraina Berikutnya,TaiwanBersiap Perang DenganChina Sampai Buat Tim Khusus.
Selama ini China menegaskan, Taiwan bagian dari wilayahnya.
Bahkan, China tidak segan-segan melanggar wilayah Taiwan dengan mengerahkan pesawat tempur dan kapal perang.
Untuk mengantisipasi ancaman China, Taiwan terus meningkatkan persenjataan dalam negeri hingga impor dari Amerika Serikat.
Yang terbaru, Taiwan memproduksi drone tempur sendiri.
Produksi drone tempur ini diyakini terinspirasi dari kesuksesan drone pembunuh Iran yang digunakan Rusia dalam menyerang objek-objek penting di belakang garis musuh Ukraina.
Taiwan meluncurkan lima model drone militer baru yang diproduksi di dalam negeri pada Selasa (14/3/2023).
Ini sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan perang asimetrisnya melawan ancaman militer China yang semakin meningkat.
DiberitakanCNN, Beberapa media diundang ke Institut Sains dan Teknologi Nasional Chung-shan, yang menjadi tempat pengembang senjata Taiwan, memamerkan delapan jenis kendaraan udara tak berawak (UAV) yang dikembangkan secara lokal.
Beberapa di antaranya, termasuk lima model yang diperlihatkan kepada publik untuk pertama kalinya.
"Drone baru Taiwan hadir dalam berbagai ukuran dan dilengkapi dengan kemampuan tempur atau pengawasan," kata direktur Divisi Riset Sistem Penerbangan institut tersebut, Eric Chi.
Ia menambahkan, drone tersebut dirancang untuk digunakan oleh berbagai cabang militer Taiwan.
“Menanggapi tren perang global baru, militer kami telah secara aktif membangun kemampuan perang asimetris,” kata Chi.
Persenjataan baru diluncurkan saat kepemimpinan Komunis China semakin menegaskan klaim teritorialnya atas Taiwan.
Pulau berpenduduk 23,5 juta orang itu, diklaim sebagai bagian dari wilayah Beijing.
Secara eksplisit, Taiwan menolak untuk mengesampingkan penggunaan kekuatan untuk menegaskan klaim tersebut.
Pemimpin China, Xi Jinping berjanji, meningkatkan keamanan nasional dan membangun militer menjadi “tembok baja besar".
Hal ini diutarakan Xi Jinping dalam pidato pertamanya di depan parlemen, setelah dia disahkan sebagai presiden untuk masa jabatan ketiga, pada Senin (13/3/2023).
China juga semakin menekan Taiwan.
China kerap mengirim pesawat dan kapal angkatan laut melintasi garis median Selat Taiwan.
Selama beberapa dekade, garis median Selat Taiwan berfungsi sebagai perbatasan kontrol yang tidak resmi.
Dulu, garis ini sangat dihormati untuk kedua belah pihak.
Hingga akhirnya, China mulai meluncurkan latihan militer dalam skala besar sebagai tanggapan atas kunjungan Ketua DPR AS, Nancy Pelosi ke pulau itu pada tahun lalu.
Taiwan sangat bergantung pada senjata AS untuk mempertahankan kemampuan pertahanannya melawan China yang semakin kuat.
Taiwan telah membeli banyak barang dalam jumlah besar.
Baru-baru ini, pemerintahan Biden menyetujui penjualan senjata potensial senilai 619 juta dolar AS ke Taiwan.
Hal ini mencakup rudal untuk jet tempur F-16 miliknya.
Namun, Taiwan juga semakin menekankan percepatan pengembangan senjata dalam negeri untuk meningkatkan kemampuan militernya.
Khususnya, sistem senjata bergerak yang lebih murah yang dapat berperan penting dalam menahan invasi China.
Taiwan mengumumkan akan meningkatkan pengeluaran pertahanan tahunannya sebesar 13,9 persen pada Oktober lalu.
Masa wajib militer untuk pria Taiwan yang memenuhi syarat, juga akan diperpanjang.
Dari empat bulan, menjadi satu tahun, mulai 2024.
Selama tur media di fasilitas penelitian penerbangan institut, wartawan melihat dari jarak dekat berbagai drone tempur dan pengintai yang dikembangkan Taiwan.
Salah satu drone pengintai baru adalah UAV Albatross II.
UAV Albatross II mampu melakukan pengawasan dalam waktu lama.
Selain itu, UAV Albatross II dapat melacak kapal angkatan laut menggunakan kecerdasan buatan (AI).
Menurut keterangan dari institut tersebut kepada wartawan, Drone itu mampu terbang di udara terus menerus selama 16 jam.
Drone itu memiliki jangkauan maksimum lebih dari 300 kilometer atau 186 mil.
Drone pengintai baru lainnya yang menjadi sorotan adalah UAV Cardinal III.
UAV Cardinal III mampu lepas landas dan mendarat secara vertikal.
UAV Cardinal III dirancang untuk memantau kegiatan di sepanjang garis pantai, kata institut itu.
Drone tempur utama yang diluncurkan adalah Loitering Munition UAV, yang dapat dioperasikan oleh satu tentara.
Drone itu dilengkapi dengan hulu ledak.
Drone ini juga mampu menargetkan individu atau kendaraan dari langit.
Institut itu mengungkapkan, Loitering Munition UAV, terinspirasi dari drone Switchblade 300 buatan AS.
Drone ini banyak digunakan militer Ukraina untuk menargetkan sistem radar musuh dalam pertahanannya melawan invasi Rusia.
Baca Juga: Indonesia Patut Waspada? Begini Dampak China Terus Memodernisasi Militernya