Nasib Keraton Karta Bukti Kebesaran Sultan Agung, Kini Berlumut Dan Tinggal Puing-puing Belaka

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Ketika zaman Sultan Agung, ibu kota Mataram sempat dipindah ke Keraton Karta, sekarang masuk wilayah Plered, Bantul. Tapi sayang, keraton ini tak berumur lama.
Ketika zaman Sultan Agung, ibu kota Mataram sempat dipindah ke Keraton Karta, sekarang masuk wilayah Plered, Bantul. Tapi sayang, keraton ini tak berumur lama.

Ketika zaman Sultan Agung, ibu kota Mataram sempat dipindah ke Keraton Karta, sekarang masuk wilayah Plered, Bantul. Tapi sayang, keraton ini tak berumur lama.

Intisari-Online.com -Salah satu bukti kebesaran Mataram pada zaman Sultan Agung adalah Keraton Karta.

Tapi sayang, keraton itu hanya berumur pendek.

Seperti apa nasibnya sekarang?

Keraton Karta merupakan bekas keraton dan ibu kota Kesultanan Mataram yang didirikan oleh Sultan Agung pada tahun 1613.

Keraton ini berlokasi di Kabupaten Bantul, Yogyakarta, sekitar 5 km selatan dari Keraton Kutagede yang merupakan keraton sebelumnya.

Keraton Karta menjadi saksi sejarah kejayaan dan perjuangan Sultan Agung dalam membangun dan mempertahankan kerajaan Mataram.

Namun, nasib Keraton Karta tidak sebaik Keraton Kutagede yang masih berdiri hingga kini.

Setelah Sultan Agung wafat pada tahun 1645, keraton ini ditinggalkan oleh putranya, Amangkurat I, yang memindahkan ibu kota ke Plered.

Sejak tahun 1613 Sultan Agung Anyakrakusuma berniat memindahkan ibu kota Mataram dan mendirikan keraton baru ke daerah Karta yang berjarak sekitar 5 km selatan dari Kutagede.

Upaya untuk memindahkan ibu kota Mataram baru terwujud pada tahun 1617.

Setahun kemudian Sultan Agung beserta pengikutnya mulai mendiami keraton Karta, meskipun ibu suri masih berada di Kutagede.

Pembangunan komponen Keraton Karta dan sarana penunjang lainnya dilakukan secara bertahap, dalam Babad Momana dan Babad ing Sengkala disebutkan pembangunan yang dilakukan di antaranya:

- memeriksa lahan di Karta (1617)

- boyong kedaton menuju Karta (1618)

- membangun Prabayeksa (1620)

- membangun Siti Inggil (1625)

- membangun pemakaman Girilaya (1629) dipimpin oleh Panembahan Juminah

- membuka Bukit Merak menjadi pemakaman Astana Himagiri (1632-1645)

- membangun bendungan Sungai Opak (1637)

- membangun Segaran atau danau buatan di Plered (1643)

Sekitar satu tahun setelah pembangunan terakhir Sultan Agung Anyakrakusuma wafat.

Kemudian takhta digantikan oleh Amangkurat I.

Atas kehendak raja, ibu kota Mataram dipindahkan kembali dari Karta menuju Plered.

Dalam Babad ing Sengkala perpindahan menuju keraton baru tersebut terjadi pada tahun 1647.

Keraton Karta kemungkinan masih bertahan hingga tahun 1719, ketika dibangun kembali sebagai keraton oleh Pangeran Balitar (putra Pakubuwana I) dan diberi nama Kartasekar.

Namun, keraton ini runtuh pada tahun 1720 akibat gempa bumi.

Sekarang, bekas Keraton Karta hanya tinggal puing-puing belaka.

Situsnya sulit ditemukan karena tertutup oleh tanaman dan pemukiman penduduk.

Hanya ada beberapa sisa bangunan yang masih terlihat, seperti tembok batu bata merah, fondasi bangunan, dan sumur tua.

Situs ini juga belum ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah.

Meskipun begitu, beberapa pihak masih berupaya untuk melestarikan dan memugar situs Keraton Karta.

Salah satunya adalah Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LPPM) Universitas Islam Indonesia (UII) yang melakukan penelitian arkeologi di situs ini sejak tahun 2016.

Selain itu, pemerintah setempat juga berencana untuk membuat taman wisata sejarah di situs ini.

Keraton Karta adalah salah satu warisan sejarah yang patut dihargai dan dilestarikan.

Keraton ini merupakan bukti dari kebesaran dan kebudayaan Mataram pada masa Sultan Agung.

Artikel Terkait