Dipenggal dan Ditusuk Keris, Inilah Kisah Tragis Mandurareja dan Upa Santa, Panglima Mataram yang Dieksekusi Usai Gagal Rebut Batavia

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi - Sultan Agung ekseksusi mati dua panglima perangnya.
Ilustrasi - Sultan Agung ekseksusi mati dua panglima perangnya.

Intisari-online.com - Salah satu kerajaan Islam di Nusantara yang terkenal bahkan sisa-sisa kejayaannya masih terlihat hinhgga kini adalah Mataram.

Banyak kisah mengenai kerajaan Islam terakhir di Nusantara tersebut, salah satunya eksekusi dua panglima perangnya.

Mereka adalah Mandureja dan Upa Santa, yang konon dua panglima ini dieksekusi pada zaman pemerintahan Sultan Agung.

Mandurareja dan Upa Santa adalah dua panglima perang Mataram yang terlibat dalam penyerangan ke Batavia pada tahun 1628.

Mereka adalah keturunan dari Adipati Mandaraka, pembantu utama Panembahan Senapati, pendiri Mataram dan kakek Sultan Agung.

Mereka berharap dapat merebut Batavia dari tangan VOC dan membawa harta rampasan untuk raja mereka.

Namun, rencana mereka tidak berjalan mulus. VOC berhasil menggagalkan usaha mereka untuk membendung sungai dan mengepung benteng.

Dalam pertempuran sengit, banyak prajurit Mataram yang gugur atau melarikan diri.

Mandurareja dan Upa Santa tidak dapat menunjukkan prestasi yang memuaskan Sultan Agung.

Atas perintah raja, mereka diadili oleh Tumenggung Sura Agul-Agul, panglima pasukan Mataram yang baru.

Mereka dinyatakan bersalah karena tidak bertempur mati-matian dan Batavia tidak ditaklukan.

Baca Juga: Misteri Kematian Anyakrawati Raja Kedua Mataram, Benarkah Meninggal Saat Berburu Rusa Atau Diracun?

Hukuman mati pun dijatuhkan kepada mereka. Beberapa dipenggal kepalanya, kebanyakan ditusuk dengan tombak dan keris.

Eksekusi Mandurareja dan Upa Santa menimbulkan keresahan di istana Mataram.

Pasalnya, kedua panglima itu sangat dihormati oleh rakyat dan bangsawan karena keturunan dan jasanya.

Bahkan, keturunannya menjadi juru kunci pemakaman penguasa dan keluarga Mataram di Imogiri.

Sultan Agung menolak bertanggung jawab atas eksekusi itu.

Ia berkata kepada Tumenggung Sura Agul-Agul bahwa yang dimaksud bukan membunuh Mandurareja dan Upa Santa melainkan pengikutnya.

Tumenggung Sura Agul-Agul pun harus menebus kekeliruan yang fatal itu. Ia bersama banyak bangsawan dihukum mati atas kegagalannya merebut Batavia.

Kisah tragis Mandurareja dan Upa Santa menjadi salah satu babak kelam dalam sejarah perjuangan Mataram melawan VOC.

Mereka menjadi korban dari ambisi dan kesalahan politik Sultan Agung yang ingin menguasai seluruh tanah Jawa.

Ada catatan sejarah mengatakan mereka tidak tewas usai dieksekusi kemudian melarikan diri, namun ada catatan mereka sudah mati usai dieksekusi.

Meskipun Mandurareja dan Upa Santa gagal, Sultan Agung tidak menyerah untuk merebut Batavia. Ia kembali mempersiapkan serangan ketiga pada tahun 1630.

Baca Juga: Jasadnya Diinjak-injak Hingga Kiamat Tiba, Inilah Tumenggung Endranata, Pengkhianat yang Tubuhnya Dipotong Tiga Bagian

Kali ini ia menunjuk Tumenggung Singaranu sebagai panglima pasukan Mataram.

Ia juga mengirimkan bantuan dari Sunda yang dipimpin oleh Dipati Ukur.

Serangan ketiga ini juga tidak berhasil. Pasukan Mataram mengalami kesulitan dalam mendapatkan persediaan makanan dan air.

VOC juga memperkuat pertahanannya dengan meriam-meriam yang mematikan.

Salah satunya adalah meriam tinja, yang menggunakan kotoran manusia dan hewan sebagai peluru pasukan VOC.

Meriam ini dapat menyebabkan infeksi dan penyakit bagi yang terkena.

Pasukan Mataram akhirnya mundur dengan keadaan lemah dan sakit-sakitan. Banyak yang meninggal dalam perjalanan pulang.

Sultan Agung pun harus mengakui kegagalannya dalam menaklukkan Batavia.

Ia kemudian mengalihkan perhatiannya ke daerah lain, seperti Banten, Cirebon, dan Madura.

Kisah perjuangan Mandurareja dan Upa Santa menjadi saksi dari kegigihan dan patriotisme rakyat Mataram dalam melawan penjajah VOC.

Mereka rela berkorban jiwa dan raga demi cita-cita Sultan Agung untuk mempersatukan seluruh tanah Jawa.

Namun, mereka juga menjadi korban dari keserakahan dan kesombongan VOC yang ingin menguasai perdagangan di Nusantara.

*Artikel ini dibuat dengan bantuan Ai

Artikel Terkait