Ada beberapa halangan yang bisa menghalangi berlangsungnya tradisi Sasi di era sekarang. Apa saja?
Intisari-Online.com -Sebagai sebuah tradisi yang sudah berlangsung secara turun-turun temurun, Sasi harus tetap dilestarikan.
Meski begitu, tetap saja ada tantangan tradisi Sasi untuk era sekarang.
Apa saja tantangannya?
Tantangan tradisi sasi adalah konsistensi dalam melaksanakannya.
Hal ini karena dalam adat masyarakat Maluku, sasi merupakan sebuah cara dalam mengatur sumber daya alam.
Sasi merupakan kata lain dari sumpah, sehingga apabila seseorang melanggar sasi maka ia dianggap telah melanggar sumpah.
Sasi terjadi berkat adanya kesepakatan antara pacakalang (kesepakatan) pemangku adat dan masyarakat.
Adapun kesepakatan yang dimaksud adalah larangan memanfaatkan lingkungan dan hasil-hasilnya guna menghindari penyimpangan terhadap lingkungan dan keberlanjutannya.
Tradisi sasi mengusung dua prinsip.
Prinsip pertama adalah bahwa hasil alam tidak boleh disentuh atau dimanfaatkan ketika belum layak digunakan.
Lalu, prinsip kedua adalah untuk memberikan kepuasan dari hasil usaha sendiri.
Alasan tradisi sasi seharusnya konsisten dilakukan karena adat ini memiliki tujuan filosofis terkait dengan pelaksanaannya, yakni sebagai berikut:
- Sebagai petunjuk bagi manusia untuk memberikan batasan terkait hak-hak masyarakat.
- Menyatakan setiap hak wanita dan pengaruhnya terhadap masyarakat.
- Mencegah terjadinya kriminalitas.
- Mendistribusikan sumber daya alam secara merata.
- Menentukan cara terbaik dalam mengelola sumber daya alam baik laut atau darat.
- Sebagai upaya konservasi.
Lebih lanjut, cara untuk mengatasi tantangan dalam melaksanakan tradisi Sasi adalah:
- Menegaskan tradisi sasi yang masih berlaku.
- Melakukan tumpuan atau pegangan yang didasari atas asas Ketuhanan karena semua agama memerintahkan untuk menjaga alam.
Manfaat Tradisi Sasi bagi Kehidupan
Peranan Sasi adalah sebagai wadah pengamanan terhadap sumber daya alam dan lingkungan.
Tradisi Sasi juga sekaligus dapat mendidik dan membentuk sikap dan perilaku masyarakat yang merupakan suatu upaya untuk memelihara tata krama hidup bermasyarakat.
Hal itu termasuk upaya pemerataan dan pembagian pendapatan dari sumber daya alam kepada seluruh masyarakat bumi.
Sejarah Tradisi Sasi
Pada mulanya adat sasi dilakukan oleh raja-raja Maluku pada zaman sebelum kemerdekaan.
Pada saat masuknya agama di Maluku baik itu Islam dan Kristen, adat sasi dipegang teguh oleh para penanggung jawab masjid, dan para penjaga gereja.
Sejarah tradisi Sasi diyakini telah berlangsung sejak dahulu kala yang dilakukan antara masyarakat adat/kampung, kepala adat, dan tokoh masyarakat.
Terdapat berbagai macam aturan dalam praktik Sasi, misalnya: pada Sasi Lompa masyarakat Pulau Haruku, Maluku Tengah, yang telah dipraktikkan sejak abad ke-16.
Sasi ini mengatur kapan ikan lompa bisa dipanen oleh masyarakat.
Ikan lompa adalah sejenis ikan sarden yang terdapat di laut sekitar Pulau Haruku.
Jika ada yang melanggar dengan mengambil ikan di luar waktu yang telah ditentukan, maka akan mendapatkan sanksi moral dan sosial.
Tujuan dari Sasi Lompa adalah menjaga agar ikan dapat berkembang biak dan tidak punah sehingga masyarakat dapat terus menikmatinya.
Pada zaman dahulu, Sasi lompa dapat dilakukan sebanyak 3-4 kali dalam setahun tetapi sekarang hanya setahun sekali.
Prosesi Sasi (Buka dan Tutup Sasi)
Prosesi sasi diawali dari pusat sasi disebut batu kewang dipimpin oleh kewang desa bersangkutan.
Di sini dibacakan siriwei (ucapan tekat) oleh kapitan, memberikan nasehat dan disebarluaskan oleh marinyo (pembantu Raja yang bertugas menyampaikan berita kepada seluruh masyarakat) dengan menggunakan tabaos.
Larangan itu dinyatakan dengan matakao sebagai simbol kepemilikan.
Secara adat, pelaksanaan sasi ditentukan oleh hasil Rapat Dewan Adat (Saniri) yang wajib dilaksanakan Kepala Kewang (Latukeang, Kewano).
Sasi biasanya berlangsung 3 sampai dengan 6 bulan dan pada malam hari sepanjang sasi para kewang dan pembantu-pembantunya memeriksa dengan meniup kulit bea (siput) besar serta meneriakkan kata Sill eee! Yang sama artinya dengan sasi!
Teriakan itu disambut warga dengan menerikkan Seke eee!, berarti semoga menjadi kuat!
Kemudian, setelah tutup sasi dalam jangka waktu tertentu secara adat maka dilakukan ritual buka sasi