Menjelang ajalnya, Amangkurat I disebut mengutuk Amangkurat II soal takhta Mataram Islam. Kutukan itu dipercaya ampuh.
Intisari-Online.com -Walau ayah dan anak, bisa dibilang hubungan Amangkurat I dan Amangkurat II tidak baik-baik saja.
Keduanya bahkan pernah berseteru karena urusan cinta.
Amangkura I adalah raja keempat Mataram, sementara Amangkura II merupakan penerusnya.
Walaupun ayah dan anak,hubungan keduanya tidak harmonis karena adanya perselisihan dan persaingan antara keduanya.
Bahkan, Amangkurat I sempat mengutuk Amangkurat II sebelum meninggal dunia.
Apa sebab dan akibat dari kutukan tersebut?
Sebab Kutukan
Amangkurat I adalah raja Mataram keempat yang memerintah dari tahun 1646 hingga 1677.
Ia memiliki dua permaisuri utama, yaitu Ratu Kulon dan Ratu Wetan. Dari Ratu Kulon, ia memiliki putra tertua yang bernama Raden Mas Rahmat.
Dari Ratu Wetan, ia memiliki putra bungsu yang bernama Pangeran Puger.
Raden Mas Rahmat adalah putra mahkota (adipati anom) yang diharapkan akan meneruskan tahta ayahnya.
Namun, ia sering berselisih dengan ayahnya karena berbagai hal, seperti masalah percintaan, pemberontakan, dan politik.
Ia bahkan pernah memberontak terhadap ayahnya pada tahun 1661 dan 1668.
Pada tahun 1677, Mataram menghadapi pemberontakan besar-besaran yang dipimpin oleh Trunojoyo, seorang adipati dari Madura.
Trunojoyo berhasil menyerbu ibu kota Mataram di Plered dan mengancam keselamatan raja dan keluarga kerajaan.
Amangkurat I terpaksa melarikan diri ke arah barat bersama Raden Mas Rahmat dan beberapa pengikut setianya.
Namun, dalam pelarian itu, ia jatuh sakit dan terbaring lemah di desa Tegalarum.
Di saat-saat terakhirnya, Amangkurat I mengetahui bahwa Raden Mas Rahmat telah berkhianat kepadanya.
Raden Mas Rahmat diduga telah memberikan air kelapa yang mengandung racun kepada ayahnya untuk mempercepat kematiannya.
Amangkurat I merasa sangat kecewa dan marah kepada putranya.
Ia pun mengutuk Raden Mas Rahmat agar tidak bisa memerintah Mataram dengan baik dan tidak memiliki keturunan laki-laki yang sah untuk meneruskan dinastinya.
Amangkurat I meninggal dunia pada tanggal 13 Juli 1677.
Raden Mas Rahmat naik tahta sebagai raja Mataram kelima dengan gelar Amangkurat II.
Ia berusaha mengembalikan kejayaan Mataram yang telah hancur akibat pemberontakan Trunojoyo.
Namun, ia tidak bisa menikmati kedamaian sebagai raja.
Ia harus menghadapi berbagai masalah dan tantangan yang mengancam kekuasaannya, seperti:
- Pemberontakan Trunojoyo yang masih berlangsung hingga tahun 1680.
- Pemberontakan Pangeran Puger yang menyatakan diri sebagai raja Mataram dengan gelar Pakubuwono I pada tahun 1703.
- Perselisihan dengan VOC yang ingin mendapatkan konsesi dagang dari Mataram.
- Konflik internal dengan para bangsawan dan rakyat Mataram yang tidak puas dengan pemerintahannya.
- Kesehatan yang memburuk akibat penyakit kusta.
Amangkurat II berhasil mempertahankan tahta Mataram selama 26 tahun meski menghadapi banyak kesulitan.
Namun, ia tidak bisa mewujudkan harapan ayahnya untuk melanjutkan dinasti Mataram.
Ia meninggal dunia pada tahun 1703 tanpa meninggalkan keturunan laki-laki yang sah.
Ia hanya memiliki seorang putra kelak bergelar Amangkurat III.
Namun, takhta Amangkurat III tidak diakui oleh Pakubuwono I, yang merupakan adik kandung Amangkurat II dan paman Amangkurat III.
Pakubuwono I telah menyatakan dirinya sebagai raja Mataram sejak tahun 1703 dengan dukungan dari rakyat dan VOC.
Terjadi perang saudara antara Amangkurat III dan Pakubuwono I yang dikenal sebagai Perang Suksesi Jawa I.
Perang ini berlangsung hingga tahun 1704.
Dalam perang ini, Amangkurat III mengalami kekalahan dan terpaksa melarikan diri ke Jawa Timur.
Amangkurat III berusaha mendapatkan bantuan dari para bangsawan dan kerajaan-kerajaan di Jawa Timur, seperti Pasuruan, Gresik, Surabaya, Tuban, dan Madura.
Namun, ia tidak mendapat dukungan yang signifikan karena banyak yang sudah beralih ke Pakubuwono I.
Pakubuwono I terus mengejar Amangkurat III hingga ke ujung timur Jawa.
Ia berhasil menaklukkan beberapa benteng pertahanan Amangkurat III, seperti Kediri, Jombang, Mojokerto, dan Surabaya.
Pada tahun 1705, ia berhasil mengepung Amangkurat III di Pasuruan.
Amangkurat III tidak punya pilihan lain selain menyerah kepada Pakubuwono I.
Namun, ia tidak mau menyerahkan pusaka kerajaan Mataram yang masih ia bawa, seperti keris Kyai Ageng Plered dan Kyai Ageng Surokelir.
Ia hanya bersedia menyerahkannya langsung kepada Pakubuwono I.
VOC kemudian memindahkan Amangkurat III ke tahanan Batavia. Dari sana ia diangkut untuk diasingkan ke Sri Lanka hingga wafat pada tahun 173423
Dengan demikian, kutukan Amangkurat I kepada Amangkurat II terbukti menjadi kenyataan.
Setelah Amangkurat III, tidak ada lagi keturunan Amangkurat II yang menjadi raja Mataram.
(sebagian artikel menggunakan bantuan AI)