Ia dibantu oleh Ki Ageng Pemanahan dan Ki Juru Martani, dua cucu Ki Ageng Sela yang merupakan guru spiritualnya.
Ia juga mendapat dukungan dari Sunan Kalijaga dan Sunan Giri yang merupakan guru-guru agamanya.
Akhir Konflik
Pertempuran antara Arya Penangsang dan Sultan Hadiwijaya terjadi di sekitar tahun 1568 di daerah Delanggu, Klaten.
Pertempuran ini berlangsung sengit dan berdarah-darah. Banyak korban jiwa dari kedua belah pihak.
Namun, nasib malang menimpa Arya Penangsang. Saat ia sedang bersemangat menyerbu pasukan Pajang, ia tidak sadar bahwa keris Setan Kober yang ia pegang telah terbalik sehingga ujungnya mengarah ke perutnya sendiri.
Ketika ia melompat untuk menyerang musuh, ia tertusuk oleh kerisnya sendiri. Ia pun tewas seketika dengan perutnya robek.
Dengan kematian Arya Penangsang, pasukan Jipang pun kocar-kacir dan mundur. Sultan Hadiwijaya berhasil mempertahankan tahtanya dan mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Ia pun memerintah Pajang dengan damai dan adil hingga akhir hayatnya.
Kesimpulan
Konflik antara Arya Penangsang dan Sultan Hadiwijaya adalah salah satu contoh dari persaingan dan perselisihan antara keluarga kerajaan yang berakar dari sejarah dan dendam.
Konflik ini juga menunjukkan peran penting dari para tokoh agama dan budaya dalam membantu menyelesaikan konflik dan menjaga perdamaian.
Konflik ini juga menjadi saksi dari pergantian kekuasaan dari Demak ke Pajang sebagai pusat kerajaan Islam di Jawa.
Baca Juga: Siapa Arya Penangsang dan Mengapa Sunan Kudus Mendukungnya?
KOMENTAR