Intisari-Online.com -Sunan Kudus dan Arya Penangsang adalah dua tokoh penting dalam sejarah Kesultanan Demak, salah satu kerajaan Islam pertama di Jawa.
Keduanya memiliki hubungan guru-murid yang penuh konflik dan kontroversi, terutama dalam kaitannya dengan perebutan tahta Demak dan pembunuhan Sunan Prawoto.
Artikel ini akan membahas latar belakang, peristiwa, dan dampak dari hubungan Sunan Kudus dan Arya Penangsang.
Latar Belakang
Sunan Kudus adalah salah satu dari Wali Songo, sembilan ulama penyebar Islam di Jawa. Ia dikenal sebagai tokoh yang toleran dan menghormati kebudayaan lokal.
Sosok yang mendirikan masjid di Kudus yang menggabungkan unsur-unsur Hindu-Buddha, seperti menara yang menyerupai candi ini jugamengajarkan seni gamelan dan wayang sebagai media dakwah.
Arya Penangsang adalah adipati Jipang yang memerintah pada pertengahan abad ke-16. Ia adalah putra pertama dari Pangeran Surowiyoto atau Raden Kikin, anak dari Raden Patah, raja pertama Demak.
Ibu Arya Penangsang adalah Putri Ayu Retno Panggung, cucu dari Raja Majapahit Bhre Kertabhumi. Ia juga merupakan murid kesayangan Sunan Kudus yang mewarisi keris pusaka Setan Kober.
Hubungan antara Sunan Kudus dan Arya Penangsang bermula ketika Sultan Hadiwijaya memindahkan kerajaan ke Pajang.
Lalu dia mengganti namanya menjadi Kesultanan Pajang. Sedangkan Demak sendiri menjadi kabupaten dan dipimpin oleh Adipati Arya Pangiri.
Baca Juga: Misteri Keris Setan Kober: Pusaka Sakti yang Membawa Petaka bagi Arya Penangsang
Sunan Kudus menganggap Arya Penangsang memang berhak atas tahta Demak, karena ia adalah keturunan langsung dari Raden Patah.
Selain itu, Sunan Kudus juga mengetahui bahwa ayah Arya Penangsang, Raden Kikin, dibunuh oleh Sunan Prawoto, putra dari Trenggana yang merebut tahta Demak dari Raden Kikin.
Peristiwa
Pada tahun 1549, Arya Penangsang berhasil membunuh Sunan Prawoto dengan mengirim pembunuh bayaran bernama Rangkud yang menggunakan keris Setan Kober.
Dengan demikian, ia mengklaim dirinya sebagai raja Demak kelima. Namun, tindakan ini tidak disetujui oleh sebagian besar rakyat dan para ulama, termasuk Sunan Kalijaga dan Sunan Giri.
Mereka lebih memihak kepada Sultan Hadiwijaya yang dianggap sebagai penerus sah dari Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor, anak pertama Raden Patah yang gugur dalam perang melawan Portugis di Malaka.
Perang antara Arya Penangsang dan Sultan Hadiwijaya pun terjadi. Sunan Kudus tetap mendukung Arya Penangsang sebagai muridnya, meskipun ia tidak ikut berperang secara langsung.
Ia hanya memberikan nasihat dan doa kepada Arya Penangsang. Ia juga berusaha untuk menjembatani kedua belah pihak agar dapat berdamai.
Namun, upaya Sunan Kudus tidak berhasil. Perang berlangsung sengit dan berdarah-darah. Banyak korban jiwa yang berjatuhan dari kedua kubu.
Akhirnya, perang berakhir dengan kemenangan Sultan Hadiwijaya. Arya Penangsang tewas akibat ususnya putus tersayat keris Setan Kober yang terlepas dari sarungnya saat ia terjatuh dari kudanya.
Dengan demikian, ia mengakhiri pemberontakan dan dendamnya yang berujung petaka.
Baca Juga: Siapa Arya Penangsang dan Mengapa Sunan Kudus Mendukungnya?
Dampak
Hubungan Sunan Kudus dan Arya Penangsang yang penuh konflik dan kontroversi memiliki dampak yang signifikan bagi sejarah Jawa.
Salah satunya adalah perubahan pusat kerajaan Islam dari Demak ke Pajang, yang kemudian melahirkan Kerajaan Mataram sebagai penerusnya.
Selain itu, hubungan Sunan Kudus dan Arya Penangsang juga menunjukkan adanya perbedaan pandangan dan sikap di antara para Wali Songo dalam menyikapi masalah politik dan kekuasaan.
Sunan Kudus lebih mengedepankan loyalitas dan keadilan kepada muridnya, meskipun ia harus berseberangan dengan para ulama lainnya.
Sementara itu, Sunan Kalijaga dan Sunan Giri lebih memilih untuk mendamaikan kedua belah pihak dan menjaga kesatuan umat Islam.
Hubungan Sunan Kudus dan Arya Penangsang juga memberikan pelajaran bagi kita tentang pentingnya menjaga akhlak dan mengendalikan hawa nafsu dalam berpolitik.
Arya Penangsang yang terlalu didorong oleh rasa dendam dan ambisi akhirnya menemui ajalnya secara tragis.
Sunan Kudus yang terlalu membela muridnya juga harus menerima kenyataan bahwa ia tidak dapat mengubah nasib Arya Penangsang.
Kedua tokoh ini mengingatkan kita bahwa hanya Allah yang berhak menentukan segala sesuatu, dan kita harus berserah diri kepada-Nya dengan ikhlas.