Intisari-Online.com - Bagaimana kedudukan kita dalam masyarakat dunia, khususnya di era globalisasi?
Pertanyaan mengenai bagaimana kedudukan kita dalam masyarakat dunia terdapat pada halaman 107 buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMA/SMK Kelas XI.
Pada bagian 3 unit 1 buku tersebut dipelajari mengenai "Kita dan Masyarakat Global".
Masyarakat global kini hidup dalam dunia yang seolah tanpa sekat atau batas.
Kita mengenalnya sebagai era globalisasi.
Era globalisasi telah membawa manusia pada satu tahap peradaban yang cukup maju.
Masa ini ditandai oleh berbagai penemuan baru dan kemajuan di berbagai bidang.
Bagi umat manusia, perkembangan pesat tersebut dapat dipandang sangat menguntungkan.
Hal itu karena kita cukup terbantu dan dipermudah dalam berbagai hal.
Batas-batas geografis bukan lagi menjadi penghalang, karena akses informasi bisa didapatkan sedemikian mudah.
Globalisasi berasal dari kata globalization. Global berarti mendunia, sementara ization adalah prosesnya.
Baca Juga: Apa yang Dimaksud dengan Wilayah Negara? Ini Pengertian dan Jenis-jenisnya
Dilansari dari Encyclopaedia Britannica (2015), globalisasi bukanlah hal baru. Banyak kerajaan besar dan gerakan keagamaan dulu, telah menjalani globalisasi.
Perdagangan dan investasi antar negara sudah memprimosikan saling ketergantungan ekonomi dunia selama berabad-abad.
Namun, istilah globalisasi makin sering digunakan sejak pertengahan tahun 1980 dan lebih sering lagi pada pertengahan 1990-an.
Globalisasi pun memiliki banyak dampak, baik yang sifatnya positif maupun negatif.
Bagaimana kedudukan kita dalam masyarakat dunia, khususnya di era globalisasi?
Seperti halnya masyarakat dunia yang memiliki pengaruh terhadap kehidupan kita, begitupun juga sebaliknya.
Kehidupan kita sebagai sebuah bangsa turut membentuk identitas masyarakat dunia.
Apa yang kita miliki (nilai, tradisi, budaya dan lainnya) menjadi bagian dari kekayaan kebudayaan dunia yang begitu kaya.
Di antara kebudayaan itu, semuanya memiliki keunggulan dan kelebihannya.
Namun, di era globalisasi ini, semakin mudah bagi masyarakat dunia untuk saling berinteraksi. Artinya semakin mudah pula untuk saling memberikan pengaruh.
Terjadinya pertukaran budaya antarbangsa pun semakin mudah.
Interaksi sendiri berarti hubungan timbal balik yang dilakukan baik antarindividu, antarkelompok maupun individu dengan kelompok.
Dalam interaksi, ada proses mempengaruhi tindakan kelompok atau individu melalui sikap, aktivitas atau simbol tertentu.
Salah satu dampak dari globalisasi yaitu dapat memunculkan perubahan sikap, nilai dan pola perilaku pada masyarakat.
Sehingga, dampak negatif globalisasi yang kerap dikhawatirkan yaitu memudarnya rasa nasionalisme dan rasa cinta terhadap produk-produk dalam negeri.
Meski di sisi lain, terdapat dampak positif dari globalisasi, seperti sistem pemerintahan yang semakin terbuka dan terciptanya demokrasi.
Hal tersebut juga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Globalisasi telah memperluas kehadiran suatu negara di mata dunia, termasuk Indonesia.
Begitulah kedudukan kita dalam masyarakat global, khususnya di era globalisasi ini.
Perdebatan mengenai bagaimana cara menyikapi era globalisasi pun muncul.
Untuk diketahui, setidaknya ada tiga respon yang bisa diberikan oleh sebuah kelompok terhadap fenomena globalisasi.
Pertama, kelompok rejeksionis yang menolak mentah-mentah segala bentuk produk pemikiran era globalisasi.
Baca Juga: Tersebar di Seantero Bumi, Mengapa Hanya Umat Hindu Bali yang Merayakan Nyepi?
Kelompok tersebut percaya bahwa yang berbau asing harus ditolak, karena tidak sesuai dengan jati diri serat kepribadian bangsanya.
Sikap itu sembari dibarengi dengan sikap superior atau mengakui bahwa hanya kebudayaannya saja yang paling adiluhung, sementara yang lain lebih rendah.
Kelompok kedua, adalah mereka yang menerima segala bentuk produk globalisasi dengan tidak pernah melakukan filter terhadapnya. Ini merupkan kebalikan dengan sikap kelompok pertama.
Mereka menerima tanpa filter nilai, budaya, serta tradisi yang datang dari luar kebudayaannya.
Kemudian, ada kelompok ketiga, yaitu yang memilih untuk bersikap adaptif, tidak menampik tetapi juga tidak menerimanya begitu saja.
Dengan kata lain, ada proses seleksi untuk memilih dan memilah produk mana yang sesuai dengan nafas kehidupan bangsa sembari melakukan refleksi kritis terhadap segala hal yang merupakan bentukan dari masa ini.
(*)