Intisari-Online.com -Banjir bandang melanda tiga desa di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Tinggi debit air yang meluap mencapai 1,5 meter,Kamis (9/3/2023).
Seperti dilansir dari kompas.com,Jumat (10/3/2023), banjir ini membuat tiga desa terendam, yaitu Desa Pelajaran dan Nanti Giri di Kecamatan Jarai, serta Desa Lubuk Sepang di Kecamatan Pulaupinang, dengan total 3000 warga terdampak.
Di Indonesia sendiri telah terjadi beberapa kali banjir bandang, dengan 3 di antaranya tergolong sebagai banjir bandang paling mematikan.
Banjir bandang paling mematikan
Dalam sejarahnya, sebagai negara dengan banyak wilayah yang dialiri sungai, Indonesia sudah sering dilanda banjir bandang.
Beberapa di antaranya bahkan terhitung sangat mematikan karena menimbulkan dampak yang sangat buruk.
Bahkan, salah satu banjir bandang paling mematikan di Indonesia pernah merenggut nyawa ratusan orang.
1)Banjir bandang Bukit Lawang (2003)
Pada hari Minggu, 1 November 2003, terjadi banjir bandang di kawasan ekowisata Bukit Lawang, di tepi sungai Bohorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Akibatnya, kawasan ini rusak parah hanya dalam waktu beberapa jam saja.
Selain itu, terdapat 157 orang yang meninggal dunia, termasuk enam turis asing, dan 82 orang lainnya hingga saat ini masih hilang.
Banjir bandang di Bohorok ini dipicu oleh faktor seperti degradasi daerah hulu yang disebabkan oleh maraknya pembalakan liar.
2) Banjir bandang Jember (2006)
Berselang tiga tahun kemudian, tepatnya pada Januari 2006, terjadi banjir bandang di Kabupaten Jember yang menyebabkan 58 orang meninggal dunia.
Kala itu, curah hujan di sekitar Jember sangat tinggi di sekitar wilayah tersebut, bahkan tingginya curah hujan berlangsung hingga Februari 2006.
Di sisi lain, masyarakat tidak dapat memprediksi bahwa Sungai Denoyo dan Sungai Kaliputih akan meluap hingga akhirnya menghantam perkampungan mereka.
Banjir bandang Jember melanda sebelas kecamatan, di mana Kecamatan Panti menjadi yang terparah dengan 52 dari 58 korban meninggal dunia berasal dari kecamatan tersebut.
3) Banjir bandang Tangse (2011)
Banjir bandang Tangse terjadi pada tanggal 10 Maret 2011 di Tangse, Pidie, Aceh.
Desa-desa di kecamatan Tangse seperti desa Blang Pandak, Blang Dalam, Layan, Peunalom I, Peunalom II, Kuala Krueng, Krueng Meuriam, Pucok Sa, Pucok Dua, Blang Bungong, Blang Me, dan Ranto Panyang, terdampak oleh banjir ini
Akibatnya terjadi kerusakan pada jembatan antar desa dan rumah-rumah warga. Kerusakan terjadi karena banjir membawa kayu-kayu besar.
Baca Juga: Disebut Berpotensi Tenggelam Karena Banjir Tiap Tahun, Ini Proyek Supergila Untuk Selamatkan Jakarta
Banjir bandang ini juga mengakibatkan 24 orang meninggal dunia dan 102 rumah warga hancur, rusak berat, dan ringan.
Banjir bandang di Tangse, Pidie diduga disebabkan oleh pembalakan liar di Hutan Tangse, sehingga hujan yang terjadi selama empat hari sebelum banjir menyebabkan banjir bandang.
Kabar terbaru
Kabar terbaru terkaitbanjir bandang di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan (Sumsel),melaporkan bahwa satu warga masih belum ditemukan dan puluhan rumah hanyut pada Jumat (10/3/2023).
Data sementara yang diterima dari BPBD Sumsel menunjukkan bahwa desa dengan jumlah rumah yang paling banyak hanyut adalah Gunung Agung, dengan 26 rumah.
Wilayah yang terdampak banjir antara lain Pasar Bawah Lahat, dengan 120 kepala keluarga dan 81 rumah tergenang air.
Di Pulau Pinang, Desa Lubuk Sepang, terdapat dua rumah yang hanyut, tiga rumah rusak berat, dan 89 rumah rusak ringan.
Sementara itu, di Jarai, Desa Nanti Giri, terdapat 98 rumah yang rusak ringan dan 122 rumah rusak berat.
Daerah yang terdampak paling parah adalah Mulak Sebingkai, Desa Keban Agung, dengan 26 rumah yang hanyut dan 16 rumah rusak berat.
Satu orang dikabarkan hanyut dan masih belum ditemukan di Desa Merapi Barat.