Intisari-Online.com -Pengadilan terkait kasus kematianNofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J akhirnya sampai pada keputusan akhirnya.
Ferdy Sambo,anggota Polri di manaBrigadir J mengabdi sebagai ajudan, dijatuhi hukuman mati oleh hakim dalam persidangan tersebut.
Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) tersebut dinyatakan telah secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
"Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya,” ujar Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023), seperti dilansir darikompas.com, Jumat (17/2/2023).
"Menjatuhkan terdakwa dengan pidana mati," ucap Wahyu Iman Santoso melanjutkan.
Meskipun masih menjadi kontroversial, hukuman mati masih diberlakukan di beberapa negara hingga saat ini.
Meski jarang dibicarakan, kisah-kisah sebelum eksekusi mati sering menjadi perhatian khusus.
Seorang jaksa pernah menceritakan kisah eksekusi mati yang membuat bulu kuduk merinding, terkait dengan permintaan terakhir seorang terpidana mati.
Berikut ini kesaksiannya, sepertipernah ditulis di MajalahIntisari pada Oktober 1991.
Pada awal Januari 1980, sekitar pukul 04.30 WIB, di penjara di Kota Pamekasan, terpidana mati bernama Bobby (nama samaran) menjalani hukuman mati atas sederet kejahatan yang dilakukannya.
Dia diikat pada dua tiang tegak lurus dengan celah sekitar 10 cm di belakang tubuhnya, dengan mata tertutup kain merah.
Tumpukan karung berisi pasir ditempatkan di belakang tiang untuk menahan laju peluru.
Dia diikat agar tetap berdiri tegap sebelum dieksekusi dan tidak jatuh tersungkur setelah hukuman mati dijalani.
Kepalanya juga diselubungi kantung kain agar mimiknya tidak terlihat oleh regu tembak.
Dengan kaki telanjang, dia berdiri di atas dua bilah papan yang ikut menahan beban tubuhnya saat itu.
Di sekeliling kakinya terlihat beberapa pucuk daun kelor bertebaran. Bukan tanpa maksud, daun kelor tersebut dipercaya dapat menjadi "penawar" jika sang terpidana mati mempunyai jimat kebal peluru.
Hanya beberapa detik menjelang eksekusi hukuman mati dirinya, sang terpidana tiba-tiba memanggil jaksa yang telah membuatnya dijatuhi vonis tersebut.
"Pak Darto, pak Darto (bukan nama sebenamya)!" sang jaksa mengaku terkejut dan mendekat.
"Pak Darto, dengan ini saya mengucapkan terima kasih. Bapak sudah memberitahu akan dilaksanakannya hukuman mati kepada saya. Saat ini pula saya menyesal atas perbuatan yang saya lakukan, tutur Bobby.
"Saya menitipkan jenazah saya nanti pada Pak Darto dan minta tolong diserahkan kepada keluarga saya," pintanya.
Baca Juga: Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati, Anak Laki-lakinya Bak Disiapkan untuk Jadi Penerus Sang Ayah
Saat itulah sang jaksa mengaku bulu kuduknya berdiri seketika mengingat bahwa orang tersebut digiring ke hukuman mati oleh dirinya.
Jaksa pun mencoba memberikan pengertian bahwa dia hanya menjalankan perintah dan menyarankan agar dia mempersiapkan diri untuk menghadap Tuhan.
Bobby menjawab, "Saya tahu."
Kemudian jaksa melanjutkan, "Sebentar lagi Saudara akan menghadap Tuhan, persiapkanlah diri Saudara baik-baik."
Regu tembak berdiri berjajar berhadapan dengan terpidana mati dan salah satu dari mereka memegang baterai untuk menerangi terpidana mati. Dokter dan pegawai penjara juga hadir.
Setelah komandan regu tembak memberikan aba-aba siap tembak, peluru berondongan mengenai jantung Bobby dan dia dinyatakan meninggal saat itu juga.
Bobby telah melakukan serangkaian kejahatan, termasuk merampok uang Rp24.500.000,00 dan membunuh karyawan bank.
Pada bulan Desember 1964, ia dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.