Intisari-Online.com - Persoalanperempuanmemang bukan sesuatu yang baru sejak kedatangan orang Belanda pertama kali ke Hindia Timur.
Bahkan, fenomena “Nyai” dimulai pada awal pemerintah kolonial Belanda pada awal abad ke- 19.
Nyai adalah perempuan yang dipelihara oleh pejabat kolonial atau swasta-swasta Belanda yang kaya.
Tepatnya yakni saat jumlah perempuan Eropa sangat sedikit jumlahnya dibandingkan jumlah prianya.
Mereka menjalani hidup seperti itu dikarenakan terpaksa karena faktor kemiskinan yang dideritanya.
Namun, tidak semua nyai buruk dan bodoh.
Kebanyakan perempuan yang menjadi nyai berasal dari keluarga petani maupun keluarga kelas bawah yang dijual oleh orang tua mereka.
Hal itu dilakukan untuk mencukupi kebutuhan keluarga mereka.
Ada juga nyai yang berasal dari keluarga priyayi yang diserahkan ayahnya kepada orang Belanda atau orang Eropa untuk mengamankan kedudukan dan jabatan sangayah.
Hidup dalam pergundikan atau pernyaian memberikan dampak keteraturan terhadap perilaku hidup sang laki-laki Eropa.
Baca Juga: Habis Manis Sepah Dibuang, Para Gundik Kolonial Dibuat Tak Karuan Hidupnya
Mempunyai seorang nyai akan menahan laki-laki Eropa dari minuman keras, menjauhkan dari para pelacur, dan menjaga pola pengeluaran.
Selain itu seorang nyai dapat menjelaskan bagaimana kehidupan di Hindia Belanda kepada tuan Eropa-nya.
Nyai dapat mengajarkan bahasa pribumi dan memperkenalkan adat istiadat dan kehidupan di Hindia Belanda.
Meski beitu, banyak hukuman dan penyiksaan sering diterima para nyai.
Mereka juga kadang diberikan kepada sesama lelaki Belanda sebagai kado.
Banyak gundik yang memilih mengakhiri hidupnya daripada menanggung malu.
Namun, ada juga yang melakukan perlawanan dengan lembut dan sembunyi-sembunyi.
Bernard Dorleans dalam Orang Indonesia dan Orang Perancis mengungkap pemberontakan ini.
Hal ini dilakukan saat si nyai mengetahui bahwa anaknya akan dibawa ke Belanda bersama tuannya.
Ia kemudian memasukkan lugut bambu ke makanan tuannya hingga mengganggu pencernaan, menimbulkan penyakit dan kematian perlahan.
Perlawanan itu dilakukan dengan sangat tersembunyi dengan bersikap nurut di depan tuannya.
Baca Juga: Siapa Segelintir Orang Ini? Prihatin pada Nasib Nyai yang Dibenci Bangsanya
Orang Belanda tak menyangka apa yang dikiranya mampu dikuasai sebenarnya juga melakukan perlawanan.
Baca Juga: Fenomena 'Nyai,' Wanita Pendamping Lelaki Eropa yang Kaya Ilmu Lokal
(*)