Intisari-online.com - Sebuah isu beredar mengatakan bahwa dana BUMM mengalir untuk relawan Jokowi.
Namun isu tersebut ditepis oleh Menteri BUMN Erick Thohir.
"Tidak benar ada aliran dana dari BUMN. Silahkan periksa, kalau ada saya tangkap direksinya," kata Thohir.
Menurut Erick Thohir ia tidak bisa melarang semua direksi BUMN termasuk komisaris untuk terlibat partai politik.
Kerena itu merupakan hak dia di luar jam kerja.
Seementara tuduhan ini berasal dari anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI-P Deddy Sitorus.
Ia menyebut ada dua anak buah Erick Thohir di BUMN yang menjadi inisiator kegiatan relawan Jokowi di GBK.
Sementara jika berbicara mengenai BUMN bada usaha plat merah itu juga tercatat memiliki jumlah utang yang cukup tinggi.
Menurut Kompas.com, ada sejumlah perusahaan BUMN memiliki utang hampir Rp500 triliun, menurut data terakhir Desember 2021.
Berikut ini daftar perusahaan BUMN dengan utang terbanyak di Indonesia.
1. PT Angkasa Pura
PT Angkasa Pura merupakan perusahaan plat merah yang melakukan pengelolaan bandar udara.
Perusahaan ini ternyata tercatat memiliki jumlah utang yang cukup tinggi, yakni hingga Rp35 triliun.
Tumpukan utang itu utamanya diakibatkan oleh pendapatan perseroan yang tergerus selama pandemi Covid-19.
Pada saat bersamaan, AP I telah menggelontorkan banyak uang untuk melakukan ekspansi dengan membangun dan mengembangkan bandara.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, saat ini rata-rata setiap bulannya AP I mengalami kerugian sebesar Rp200 miliar.
Ini membuat utang perseroan berpotensi terus bertambah, dan bisa mencapai Rp38 triliun.
Sementara itu pada saat Covid-19 telah menyebabkan penurunan jumlah penumpanh di 15 bandara.
2. PT Garuda Indonesia
Garuda Indonesia adalah perusahaan penerbangan plat merah yang juga dikelola oleh BUMN.
Rumor mengenai utang menumpuk di perusahaan penerbangan ini memang telah berhembus sejak lama, apalagi saat Covid-19.
Garuda Indonesia mengalami dampak yang luar biasa dengan jumlah penumpang yang turun drastis.
Hingga akhir September 2021, utang maskapai pelat merah ini sudah mencapai 9,8 miliar dollar AS atau sekitar Rp138,87 triliun (asumsi kurs Rp14.200 per dollar AS).
Tiko mengatakan, liabilitas atau kewajiban Garuda mayoritas berasal dari utang kepada lessor mencapai 6,35 miliar dollar AS.
Selebihnya ada utang ke bank sekitar 967 juta dollar AS, dan utang dalam bentuk obligasi wajib konversi, sukuk, dan KIK EBA sebesar 630 juta dollar AS.
Menurutnya, secara teknis Garuda sudah dalam kondisi bangkrut, namun belum secara legal.
Sebab maskapai milik negara ini punya utang yang lebih besar ketimbang asetnya, sehingga mengalami ekuitas negatif.
3. PT PLN
Sebagai satu-satunya perusahaan yang menjual listrik di Indonesia, seharunya PLN untung besar.
Namun perusahaan listrik nasional ini mencatatkan jumlah utang yang cukup banyak.
Bahkan jumlah utangnya disebut terbanyak dari semua perusahaan BUMN di Indonesia.
Menurut laporan keuangan 2020, PLN diketahui memiliki utang sebesar Rp649,2 triliun.
Terdiri dari utang jangka panjang sebesar Rp499,58 triliun dan utang jangka pendek Rp149,65 triliun.
Utang jangka panjang PLN diantaranya didominasi oleh obligasi dan sukuk sebesar Rp192,8 triliun, utang bank Rp154,48 triliun, utang imbalan kerja Rp54,6 triliun, liabilitas pajak tangguhan Rp31,7 triliun, dan penerusan pinjaman Rp35,61 triliun.
Pada Juni 2021 lalu, Erick juga sempat mengungkapkan, bahwa PLN memiliki utang yang menumpuk hingga Rp500 triliun.
Bahkan keuangan PLN disebut harus segera disehatkan karena jumlah utangnya yang semakin menumpuk.
4. PT Waskita Karya
PT Waskita Karya adalah perusahaan proyek plat merah yang kerap menggarap berbagai proyek tol di Indonesia.
Perusahaan ini ternyata memiliki jumlah utang yang cukup banyak.
Waskita Karya tercatat memiliki utang mencapai Rp90 triliun hingga akhir 2019.
Hal itu karena banyaknya proyek jalan tol yang dikerjakan.
"Total ada Rp90 triliun posisi utang Waskita pada peak 2019 akhir itu Rp 90 triliun. Itu Rp70 triliun utang ke bank dan obligasi, serta Rp20 triliun ke vendor."
Waskita Karya memiliki penugasan untuk menyelesaikan sejumlah proyek jalan tol, terutama Jalan Tol Trans Jawa dan Trans Sumatera.
Sebagian besar, tol itu merupakan hasil akuisisi dari swasta yang pengerjaannya terkendala.