Intisari-Online.com - Aktivis mahasiswa Soe Hok Gie lahir di Jakarta, 17 Desember 1942.
Dia meninggal saat mendaki Gunung Semeru pada 16 Desember 1969 atau sehari jelang ulang tahunnya yang ke-27.
Gie merupakan salah satu tokoh kunci dari aliansi mahasiswa-ABRI pada 1966 saat menjatuhkan Pemerintahan Presiden Sukarno.
Dalam Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran, dia sendiri sebenarnya kagum terhadap sosok Soekarno yang cinta pada tanah air dan rakyatnya.
Namun, ia juga mengungkap kekecewaannya terhadap sang proklamator tersebut.
Pasca insiden berdarah tahun 1965, situasi dalam negeri menjadi kacau.
Demonstrasi mahasiswa terjadi di mana-mana untuk menuntut pembubaran PKI, perombakan Kabinet Dwikora, dan penurunan harga sembako.
Presiden Soekarno akhirnya merombak Kabinet Dwikora.
Akan tetapi, dalam kabinet itu masih terdapat simpatisan PKI.
Pada 24 Februari 1966, mahasiswa berdemo kembali seraya meneriakkan kata-kata kasar, seperti “Sukarno tukang kawin! Mahmilubkan!" dan memasang spanduk bertuliskan "Stop Import Isteri".
Soe Hok Gie juga berpendapat hal serupa, sebagaimana ditulisnya:
“Bung Karno seolah-olah dijadikan tawanan dalam sangkar emas."
"Tanpa koneksi jangan harap dapat menjumpai beliau. Dan dalam suasana seperti ini ada suatu otak yang secara sistematis berusaha ‘mendekadensikan’-nya."
"Ia terus menerus di-supply dengan wanita-wanita cantik yang lihai."
"Hartini (Isteri Keempat Bung Karno) muncul (siapa yang mempertemukannya?)."
"Sejak itu wanita-wanita cantik keluar masuk istana: Baby Huwae, Ariati (Isteri Keenam Bung Karno), Yurike Sanger (Isteri Ketujuh Bung Karno), Naoko Nemoto alias Ratna Sari Dewi (Isteri kedelapan Bung Karno), dan lain-lainnya."
"Seolah-olah Bung Karno mau dialihkan hidupnya dari insan yang cinta tanah air menjadi kaisar-kaisar yang punya harem."
Gie tahu betul bahwa sebelum Hartini, Bung Karno hanya kawin cerai dan bukannya memelihara harem.
Menurut Gie sendiri, ada hal aneh atau seseorang yang memengaruhi Bung Karno.
Setelah Sukarno tumbang dan berganti kekuasaan di tangan Soeharto, dia memilih kembali ke kampus dan mengindari kekuasaan awal Orde Baru.
Dia lebih memilih menjadi unsur moral force pada awal kemenangan Orde Baru dengan cara kembali ke kampus untuk menggalang kekuatan alternatif.
Langkah yang ia ambil berbeda dengan 13 mahasiswa lain yang diangkat menjadi anggota parlemen.
Gie terus menyuarakan agar rakyat tak menyerah dan apatis terhadap pemerintahan saat adanya oknum-oknum yang menampar rakyat di masa Orde Baru.
Baca Juga: Kisah Raja Majapahit Memadu Kasih dengan Gundik Cantiknya dalam Pura
(*)
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR