Intisari-Online.com - Berbagai standar kecantikan zaman kuno mungkin sebagian berbeda dengan masa kini.
Seperti yang pernah diyakini oleh masyarakat Jepang pada masa lalu, hingga mereka mempraktikkan Oharugo.
Ohaguro pernah dipraktikkan masyarakat Jepang hampir 1000 tahun sebelum akhirnya dilarang.
Apa itu Ohaguro?
Melansir ancient.origins.net, Ohaguro (yang dapat diterjemahkan sebagai 'gigi menghitam') adalah praktik di mana orang (biasanya wanita) mewarnai gigi mereka menjadi hitam.
Kebiasaan ini diketahui dipraktikkan di berbagai belahan dunia, termasuk Asia Tenggara, Kepulauan Pasifik, dan bahkan Amerika Selatan.
Namun, kebiasaan ini paling sering dikaitkan dengan Jepang.
Jika gigi putih dianggap sebagai standar kecantikan masa kini, rupanya di zaman kuno gigi hitam justru jadi daya tarik terutama bagi wanita.
Sehingga, orang-orang pada saat itu rela menghitamkan gigi mereka.
Meski begitu bagi masyarakat Jepang, menghitamkan gigi bukan hanya bertujuan untuk mencapai kecantikan saja.
Ohaguro juga punya punya tujuan lain bagi masyarakat Jepang kala itu.
Praktik menghitamkan gigi ini dilakukan dengan mengonsumsi pewarna dalam minuman yang disebut Kanemizu.
Untuk membuat pewarna itu, tambalan besi pertama-tama direndam dalam teh atau sake dengan cuka.
Kemudian, ketika besi teroksidasi, cairan akan berubah menjadi hitam.
Rasa pewarnanya dikatakan keras, maka rempah-rempah seperti kayu manis, cengkeh dan adas manis, akan ditambahkan ke dalamnya.
Pewarna ini akan diminum, dan nanntinya akan menyebabkan gigi peminum menjadi hitam.
Tak berhenti di situ, untuk menjaga gigi tetap hitam, prosesnya akan diulang sekali sehari atau sekali setiap beberapa hari.
Hasilnya tampaknya permanen, karena ada kerangka dari zaman Edo yang giginya masih hitam karena latihan Ohaguro.
Meski tidak diketahui kapan dan bagaimana latihan Ohaguro dimulai. Namun praktik ini menjadi populer di beberapa titik waktu selama periode Heian (abad ke-8 - 12 M).
Selama periode tersebut, para bangsawan, terutama anggota wanitanya, berlatih membuat gigi mereka hitam.
Praktik ini populer karena melengkapi simbol kecantikan lainnya selama periode itu.
Selain gigi hitam, wajah putih adalah sifat lain yang diinginkan selama periode Heian.
Sayangnya, riasan putih yang terbuat dari tepung beras berpotensi membuat gigi seseorang terlihat lebih kuning dari yang sebenarnya.
Untuk mengatasi masalah itu, para wanita pun mengecat gigi mereka dengan warna hitam yang kontras dan eye catching.
Ketika gigi seseorang diperlihatkan, sebuah ilusi tercipta di mana senyum lebar ditampilkan tanpa memperlihatkan giginya.
Selain sebagai pernyataan kecantikan, praktik Ohaguro dikatakan dapat memperkuat gigi dan melindungi seseorang dari masalah gigi seperti gigi berlubang dan penyakit gusi.
Disebut juga bahwa samurai berlatih Ohaguro untuk menunjukkan kesetiaan mereka terhadap tuan mereka.
Ohaguro terus dipraktekkan selama periode sejarah Jepang berikutnya.
Pada zaman Edo (abad 17 – 19 M), praktik ini telah menyebar dari kelas bangsawan ke kelas sosial lainnya juga.
Selama periode tersebut, Ohaguro umumnya dipraktikkan di antara wanita yang sudah menikah, wanita yang belum menikah di atas 18 tahun, pelacur, dan geisha.
Dengan demikian, gigi hitam menandakan kematangan seksual seorang wanita. Hingga kemudian pada periode Meiji yang menggantikan periode Edo, praktik Ohaguro mulai ditinggalkan.
Sebagai bagian dari upaya pemerintah Jepang baru untuk memodernisasi negara, Ohaguro dilarang pada tahun 1870.
Tren baru di Jepang yang berkaitan dengan gigi akhirnya berubah seperti sekarang ini, yaitu menjaganya tetap putih.
Mode baru tersebut 'didukung' pada tahun 1873 ketika Permaisuri Jepang sendiri muncul di depan umum dengan deretan gigi putih yang mempesona.
Maka segera, gigi putih dianggap sebagai tanda kecantikan, dan Ohaguro perlahan kehilangan daya tariknya di kalangan orang Jepang.
Ohaguro akhirnya menghilang di antara masyarakat umum di Jepang, namun terkadang masih dapat dilihat di tempat tinggal Geisha di Kyoto.
Baca Juga: Pernah Buat Orang 'Tergila-gila', Ini 5 Standar Kecantikan dan Kejantanan Berkelas Zaman Kuno
(*)