Intisari-Online.com – Singgasana Tutankhamiun, atau dikenal juga sebagai Takhta Kerajaan Tutankhamun atau Takhta Upacara Tutankhamun, dibuat oleh seniman Mesir Kuno.
Singgasana Tutankhamun ini merupakan bagian dari barang kuburan makam Firaun Tutankhamun.
Artefak tersebut ditemukan pada tahun 1922 di pekuburan Mesir di Lembah Para Raja.
Pemerintahan Firaun Tutankhamun, berlangsung atnara tahun 1332 dan 1323 SM.
Dia menjadi salah satu tokoh paling misterius dan menarik dari Kerajaan Baru Mesir.
Nama aslinya adalah Tutankhaten, yang berarti ‘gambar hidup Aten’.
Dia memerintahkan untuk menggantinya beberapa tahun setelah pemerintahannya menjadi Tutankhamun, yang berarti ‘gambar hidup Amun’.
Raja muda itu mengantikan ayahnya, Akhenaten, yang memindahkan ibu kota spiritual negara itu ke Tell el Amarna dan meninggalkan kultus dewa tradisional Mesir untuk menegakkan monoteisme di sekitar dewa tunggal bernama Aten.
Namun, Tutankhamun berpaling dari ide-ide revolusioner ayahnya.
Dia memulihkan pemujaan banyak dewa panteon Mesir kuno dan hak istimewa kuno ke kuil-kuil besar Amun di kota Thebes.
Tetapi tidak jelas apakah itu merupakan keputusan pribadi ataukah karena tekanan oleh kaum bangsawan, tentara, dan pendeta kuil, kelompok kekuasaan sejati dalam masyarakat itu.
Tutankhamun meninggal tak lama setelah itu, hampir dua puluh tahun, dan pemulihan agama dilanjutkan dan secara definitif dikonsolidasikan oleh penerusnya, Ay dan Horemheb, dan oleh firaun dari dinasti kesembilan belas.
Di antara objek paling menarik di ruang pertama makam Tutankhamun adalah singgasana emas firaun.
Singgasana ini sangat simbolis karena di situlah personifikasi kekuasaan duduk.
Raja duduk sementara rakyatnya tetap berdiri, perilaku yang dengan jelas mengekspresikan hierarki sosial yang mapan.
Dari singgasananya itu, raja memberikan audiensi, memberikan keadilan, membuat keputusan politik, dan menjalankan kekuasaannya secara efektif.
Selanjutnya, menurut pandangan dunia Mesir Kuno, firaun dianggap sebagai dewa yang hidup di Bumi.
Singgasana ini dengan demikian melambangkan keagungan, stabilitas, keamanan, dan keseimbangan, serta merupakan semacam sintesis antara Langit dan Bumi, antara dunia para dewa dan dunia manusia.
Singgasana Tutankhamun berisi seluruh alam semesta alegoris di dalam dirinya sendiri.
Terbuat dari kayu yang dihias dengan daun emas, perak, pasta kaca, dan batu semi mulia, seperti lapis lazuli, akik, dan pirus.
Ukurannya tinggi 100 cm x lebar 54 cm x panjang 60 cm.
Melansir Historical Eve, karya seni ini menunjukkan kesempurnaan teknik yang luar biasa, dan kualitas artistiknya menjadikannya salah satu mahakarya dominan Museum Mesir di Kairo.
Jika diamati secara detail, kita dapat melihat bahwa kaki-kaki singgasana berbentuk seperti cakar singa, dan bagian depannya menutupi kepala hewan ini.
Lengan singgasana menunjukkan simbol penyatuan Mesir Hulu dan Hilir, seperti mahkota ganda dan kepala ular kobra dan burung nasar.
Sayap burung nasar mengelilingi tanda ketidakterbatasan.
Simbol di lengan kanan menunjukkan nama asli firaun, Tutankhaten, sedangkan di kiri menunjukkan nama baru Tutankhamun.
Perubahan ini menyinggung restorasi agama yang dihasilkan pada masa pemerintahannya setelah apa yang disebut periode Amarna.
Singgasana itu disertai dengan tumpuan kaki yang diukir di kayu dan dilapisi plesteran dan daun emas.
Ini menggambarkan musuh Mesir Kuno, yang secara simbolis diinjak-injak oleh firaun sambil duduk.
Sebuah teks hieroglif menjelaskan ikonografi ini, “Semua negeri asing yang besar berada di bawah sandal Anda.”
Bagian belakang singgasana menunjukkan salah satu pemandangan paling indah dan sentimental dalam seluruh sejarah seni Mesir Kuno.
Ini merupakan pewaris langsung represntasi karakteristik dari periode Amarna, yang digunakan untuk menunjukkan keluarga kerajaan dalam keintiman, dalam sikap penuh kasih sayang.
Sebagai anteseden yang jelas dari adegan ini adalah prasasti Akhenaten dan Nefertiti bermain dengan putri mereka, yang juga ditemukan di Museum Kairo.
Firaun muda ini muncul duduk di singgasananya, dihibur oleh istrinya (yang adalah saudara perempuannya) Ankhesenamun.
Ankhesenamun dimahkotai oleh cakram matahari yang dikelilingi oleh dua bulu besar.
Dia memakai penutup dada besar dan mengenakan jubah informal.
Ankhesenamun digambarkan mengoleskan salep wangi ke bahu suaminya.
Dia memakai mahkota komposit besar dan muncul mengenakan gelang, penutup dada, dan rok panjang.
Temukan sisi inspiratif Indonesia dengan mengungkap kembali kejeniusan Nusantara melalui topik histori, biografi dan tradisi yang hadir setiap bulannya melalui majalah Intisari. Cara berlangganan via https://bit.ly/MajalahIntisari