Ritual ‘Memukul Kaki Pengantin Pria’, Tradisi Pernikahan Tradisional Korea yang Masih Dilakukan

K. Tatik Wardayati

Editor

Pyebaek, salah satu ritual pernikahan tradisional Korea yang dilakukan setelah upacara pernikahan.
Pyebaek, salah satu ritual pernikahan tradisional Korea yang dilakukan setelah upacara pernikahan.

Intisari-Online.com – Ketika Anda membayangkan tradisi pernikahan Korea, Anda mungkin membayangkan pernikahan romantis ala Barat yang sering Anda lihat di drama-drama Korea.

Selain pernikahan tradisional ala Barat itu, masih ada pernikahan tradisional di Korea.

Mari kita telusuri menariknya dari pernikahan tradisional Korea.

Di masa lalu, pria dan wanita tidak bebas menikah dengan siapa saja yang mereka pilih.

Kebanyakan pernikahan mereka adalah hasil perjodohan dan pertimbangan utama adalah pada perlindungan dan uang.

Usia sangat diperhatikan karena dianggap sebagai faktor yang terpenting dalam kebahagiaan pernikahan, ini yang disebut ‘gunghap’ oleh orang Korea.

Meskipun ini sisa-sisa masyarakat kuno, namun masih banyak orang yang mempercayainya sekarang.

Di masa lalu, jika keluarga menentang pernikahan, mereka sering memberikan alasan, “Mereka belum cukup umur”, ini untuk menyelamatkan muka dan tidak memberikan alasan yang sebenarnya.

Lalu, jika keluarga setuju untuk bersatu, maka ritual pernikahan pun dimulai.

Yang pertama disebut yemul, yaitu ketika seseorang mengantarkan sekotak pakaian, perhiasan, dan hadiah yang berat ke rumah pengantin wanita.

Ketentuannya, kotak tersebut tidak boleh diletakkan selama perjalanan, yang di Korea kuno bisa memakan waktu beberapa jam berjalan dari desa ke desa.

Kedatangan mereka kemudian diumumkan di rumah mempelai wanita.

Kotak itu lalu diberikan kepada orangtua pengantin wanita yang akan memeriksa isi hadiah baru mereka itu.

Pria yang membawa kotak sejauh perjalanan itu kemudian diberikan makanan yang lezat oleh keluarga calon pengantin wanita.

Keluarga mempelai wanita kemudian membalas pemberian hadiah, ini disebut yedan.

Keluarga pengantin wanita mengirimkan sekotak barang yang cocok untuk pengantin pria, seperti anggur, dompet, dll.

Menerima yedan berarti penerimaan resmi pernikanah antara kedua keluarga dan membuat kegembiraan serta perayaan.

Setelah itu keluarga mulai merakit sisa keperluan yang dibutuhkan untuk pernikahan.

Termasuk surat-surat pernikahan, sutra dan satin (yang melambangkan Yin dan Yang), hanbok, permata, dan 5 kantong gandum.

Juga disertakan surat dari ayah pengantin pria kepada ayah pengantin wanita yang mengungkapkan rasa terima kasih karena mengizinkan putri mereka yang berharga untuk bergabung dengan keluarga mereka.

Lima kantong gandung berwarna mewakili lima hal, yaitu kantong hijau berisi ketan (hidup bersama selamanya), kantong merah berisi kacang merah (keberuntungan), kantong kuning berisi pasta kedelai (kebajikan pengantin wanita0, dan kantong hijau berisi cemara (masa depan).

Upacara pernikahan

Melansir creatrip, dalam pernikahan tradisional Korea yang sebenarnya, tidak ada pembawa acara, sehingga orangtua biasanya berdiri di meja, membungkuk satu sama lain, minum, dan mengatur pengumuman pernikahan.

Ketika budaya pernikahan Barat diperkenalkan ke Korea, upacara pernikahan tradisional pun berkembang.

Pernikahan tradisional Korea sekarang pun sudah ada pembawa acara, yang selain memimpin pernikahan, juga mengelola utusan dari kedua belah pihak.

Pernikahan tradisional modern sekarang selesai dalam satu hari, sementara di masa lalu bisa memakan waktu beberapa hari.

Ada lebih banyak ritual dan negosiasi sebagai bagian dari upacara yang tidak lagi dihadirkan.

Meski banyak mengalami perubahan akibat melebur dengan budaya Barat, namun pernikahan modern di Korea masih memiliki sisa-sisa gaya tradisional.

Misalnya, pengantin pria membawa sepasang angsa kayu yang diberikan kepada ibu pengantin wanita untuk menunjukkan standar yang harus diikuti oleh pengantin.

Angsa kawin dengan hanya satu pasangan seumur hidup dan tidak akan menemukan pasangan baru jika yang lain mati.

Mereka juga menjaga keteraturan dan harmoni yang sempurna saat terbang di langit.

Setelah itu, ibu akan mengambil angsa liar dan melemparkannya ke kamar pengantin wanita.

Jika angsa mendarat miring, itu berarti anak pertama yang lahir kelak adalah anak perempuan, tetapi jika angsa mendarat tegak, maka anak pertama pasangan itu adalah seorang anak laki-laki.

Pada upacara tersebut, pengantin akan membungkuk satu sama lain dari sisi berlawanan dari sebuah meja yang berisi berbagai macam barangn di atasnya.

Seperti ayam yang melambangkan tekad untuk membesarkan anak, ayam jantan menunjukkan tekad untuk bertarung, kamelia, kastanye, kurma merah, dan bambu yang kesemuanya mewakili hal-hal yang berbeda, seperti keturunan yang berlimpah dan kata-kata dari roh jahat.

Setelah pernikahan

Salah satu ritual unik dalam upacara tradisional Korea adalah pengantin pria menyapa keluarga pengantin wanita setelah upacara dan mereka mulai memukul bagian bawah kaki pengantin pria.

Memukul kaki pengantin pria, sebagai salah satu ritual pernikahan dalam pernikahan tradisional Korea.
Memukul kaki pengantin pria, sebagai salah satu ritual pernikahan dalam pernikahan tradisional Korea.

Kebiasaan ini setelah diamati, masih dilakukan dalam pernikahan tradisional sekarang.

Diyakini bahwa memukul kaki pengantin pria untuk memastikan dia tidak akan melarikan diri dan meninggalkan pengantin wanita.

Yang lain percaya bahwa pengantin wanita akan merasakan banyak ketegangan dan kecemasan tentang pernikahan, jadi memukul kakinya akan merangsang aliran darah.

Tentu saja, proses yang dilakukan sekarnag justru membuat banyak tawa sampai-sampai Anda menangis.

Ketika upacara pernikahan selesai, pengantin wanita mengunjungi keluarga pengantin pria untuk upacara pyebaek.

Pengantin wanita biasanya memberikan hadiah kecil untuk mertua barunya.

Kemudian orangtua melemparkan segenggam kacang kepada pengantin, yang mencoba menangkap kacang sebanyak mungkin dalam selembar kain satin.

Jumlah kacang yang mereka tangkap melambangkan berapa banyak anak yang akan mereka miliki bersama sebagai pasangan.

Dalam drama Korea, kita sering melihat pengantin berhias dua titik merah di pipinya.

Ini merupakan adaptasi dari riasan tradisional China yang masuk ke Korea.

Titik-titik tersebut untuk mengusir roh jahat yang mungkin membawa nasib buruk dalam pernikahan dan melambangkan masa muda dan keperawanan pengantin wanita.

Baca Juga: Ritual ‘Tarian Uang’, Tradisi Pernikahan di Filipina, Hantarkan Kelimpahan Finansial bagi Pasangan

Baca Juga: Tradisi Pernikahan Jepang, Kimono Putih dengan Tudung Putih, Sembunyikan ‘Tanduk Cemburu’ pada Ibu Mertua

Temukan sisi inspiratif Indonesia dengan mengungkap kembali kejeniusan Nusantara melalui topik histori, biografi dan tradisi yang hadir setiap bulannya melalui majalah Intisari. Cara berlangganan via https://bit.ly/MajalahIntisari

Artikel Terkait