Intisari-Online.com – Tak salah, bagi kebanyakan orang di seluruh dunia, meludahi seseorang tidak hanya dianggap tidak berbudaya dan memalukan, tetapi juga tindakan yang sangat ofensif.
Tetapi, itu tidak berlaku pada suku Maasai, di Kenya, Afrika.
Maasai adalah sekelompok orang nomaden yang tinggal di Kenya dan Tanzania utara di Afrika Timur.
Meskipun jumlahnya hanya satu persen dari populasi, namun mereka dikenal sebagai salah satu tempat wisata paling terkenal di Afrika Timur.
Bagi orang Maasai, meludah adalah tanda hormat.
Tindakan meludah ini dilakukan untuk menyapa satu sama lain, menyetujui kesepakatan, atau sekadar mengucapkan semoga beruntung.
Saat menyapa, orang Maasai meludahi telapak tangan mereka sebelum berjabat tangan, melansir Bidhaar.
Ritual ini menggambarkan memberikan berkah atau dukungan kepada seseorang.
Namun, mereka tidak asal pada sembarang orang untuk menghabiskan ludah berharga mereka.
Orang tua, anggota keluarga, bahkan teman meludahi bayi yang baru lahir untuk mengucapkan semoga sukses dan panjang umur.
Melansir The Guardian, suku Maasai percaya dengan meludah maka mengharapkan keberuntungan bagi bayi yang baru lahir.
Mereka juga mempercayai bahwa jika mereka mengatakan hal-hal baik tentang seorang anak ketika lahir, maka anak itu akan dikutuk dan mungkin tidak menjalani kehidupan yang baik.
Jadi, alih-alih membawa keberuntungan anak itu, mereka mengatakan hal-hal buruk tentang anak itu, dan meludahi anak itu dengan harapan bahwa anak ini akan hidup panjang umur dan bahagia.
Meludahi juga merupakan praktik umum selama pernikahan suku Maasai.
Pada hari pernikahan, kepala pengantin wanita dicukur dan lemak domba serta minyak dioleskan di kepalanya.
Ayah pengantin wanita kemudian memberkati putrinya dengan meludahi dahi dan payudaranya.
Meludah di antara orang Maasai pada dasarnya dipandang sebagai norma budaya meskipun banyak antropolog mengecamnya karena kecenderungan penyebaran penyakit.
Suku Maasai memiliki gaya busana yang khas, mereka sering mengenakan kain merah, yang dikenal sebagai shuka.
Ini melilit tubuh mereka dengan banyak manik-manik dan perhiasan di sekitar lengan dan leher mereka.
Mereka memiliki lahan penggembalaan yang luas dan medan yang dengan mudah menopang cara hidup nomaden mereka.
Mereka bergantung pada kawanan besar ternak sebagai sumber makanan dan kekayaan mereka.
Sebagian besar dari mereka mempraktikkan penggembalaan nomaden ini, sementara yang lain mencari nafkah di sektor pariwisata, memamerkan budaya mereka kepada para wisatawan.
Saat ini, mereka menempati area yang jauh lebih kecil di distrik Kajiado dan Narok karena wilayah yang luas telah diklaim oleh beberapa cagar alam Kenya.
Maasai menjadi salah satu suku paling unik di Afrika karena budayanya yang terpelihara dengan baik.
Temukan sisi inspiratif Indonesia dengan mengungkap kembali kejeniusan Nusantara melalui topik histori, biografi dan tradisi yang hadir setiap bulannya melalui majalah Intisari. Cara berlangganan via https://bit.ly/MajalahIntisari