Berusia 380 Juta Tahun, Jantung Tertua yang Pernah Ditemukan pada Ikan yang Mirip Hiu Ini Berikan Petunjuk Baru tentang Evolusi Tubuh Manusia

K. Tatik Wardayati

Editor

Fosil jantung ikan gogo yang tertua pernah ditemukan, tunjukkan evolusi pada tubuh manusia.
Fosil jantung ikan gogo yang tertua pernah ditemukan, tunjukkan evolusi pada tubuh manusia.

Intisari-Online.com – Berusia 380 juta tahun, para arkeolog menemukan jantung tertua yang pernah ditemukan.

Jantung itu ditemukan bersama dengan fosil perut, usus, dan hati yang terpisah pada ikan berahang purba.

Temuan itu memberikan pencerahan baru tentang evolusi tubuh kita sendiri.

Penelitian yang diterbitkan di jurnal Science, menemukan bahwa posisi organ dalam tubuh arthrodires, kelas ikan lapis baja yang punah yang berkembang selama periode Devon dari 419,2 juta tahun lalu hingga 358,9 juta tahun lalu, yang mirip dengan anatomi hiu modern.

Penemuan organ jantung ikan tersebut menawarkan petunjuk evolusioner baru yang penting.

Peneliti utama, John Curtin Distinguished Professor Kate Trinajstic dari Curtin’s School of Molecular and Life Science dan Western Australian Museum, mengatakan bahwa penemuan itu luar biasa mengingat jaringan lunak spesies purba jarang diawetkan, bahkan lebih jarang menemukan pelestarian secara tiga dimensi.

“Sebagai ahli paleontologi yang telah mempelajari fosil selama lebih dari 20 tahun, saya benar-benar takjub menemukan jantung tiga dimensi dan terawetkan dengan indah pada leluhur berusia 380 juta tahun,” kata Profesor Trinajstic.

Evolusi sering dianggap sebagai serangkaian langkah kecil, tetapi fosil kuno ini menunjukkan ada lompatan yang lebih besar antara vertebrata yang tidak berahang dan berahang.

Ikan ini benar-benar memiliki jantung di mulut dan di bawah insangnya, sama seperti hiu sekarang ini.

Penelitian ini menyajikan model 3D pertama dari jantung berbentuk S yang kompleks dalam arthrodire yang terdiri dari dua ruang, dengan ruang yang lebih kecil ada di atasnya.

Profesor Trinajstic mengatakan fitur-fitur ini maju pada vertebrata awal seperti itu, menawarkan jendela unik bagaimana daerah kepala dan leher mulai berubah untuk mengakomodasi rahang, tahap kritis dalam evolusi tubuh manusia.

"Untuk pertama kalinya, kami dapat melihat semua organ bersama-sama pada ikan berahang primitif, dan kami sangat terkejut mengetahui bahwa mereka tidak begitu berbeda dari kami," kata Profesor Trinajstic.

Namun, ada satu perbedaan penting, jantungnya besar dan memungkinkan ikan tetap mengapung, seperti hiu sekarang ini.

Beberapa ikan bertulang saat ini seperti lungfish dan bircher memiliki paru-paru yang berevolusi dari kantung renang, tetapi penting bahwa kami menemukan tidak ada paru-paru di salah satu ikan lapis baja punah yang kami periksa, yang menunjukkan bahwa mereka berevolusi secara independen pada ikan bertulang di kemudian hari.

Para peneliti menggunakan berkas neutron dan sinar-X sinkrotron untuk memindai spesimen, yang masih tertatan di beton batu kapur.

Kemudian membangun tiga dimensi gambar jaringan lunak di dalamnya berdasarkan kepadatan mineral yang berbeda yang disimpan oleh bakteri dan matriks batuan di sekitarnya.

Penemuan dari organ termineralisasi ini, di samping penemuan otot dan embrio sebelumnya, menjadikan Gogo arhrodires yang paling dipahami sepenuhnya dari semua vertebrata batang berahang.

Ini juga mengklarifikasi transisi evolusioner menuju vertebrata berahang hidup, yang mencakup mamalia dan manusia.

Profesor John Long dari Flinders University mengatakan bahwa penemuan baru organ lunak pada ikan purba ini merupakan impian para ahli paleontologi, karena tanpa diragukan lagi fosil ini terawetkan terbaik di dunia untuk zaman ini.

Mereka menunjukkan nilai fosil Gogo untuk memahami langkah besar dalam evolusi manusia.

Sementara menurut Profesor Per Ahlberg, dari Unviersitas Uppsala, yang luar biasa dari ikan Gogo adalah jaringan lunaknya terawetkan dalam tiga dimensi.

Sebagian besar kasus pengawetan jaringan lunak ditemukan pada fosil pipih, maka karena teknik pemindaian modern ini memungkinkan dipelajarinya jaringan lunak yang rapuh tanpa merusaknya.

Beberapa dekade yang lalu, proyek seperti ini tidak mungkin dilakukan.

Baca Juga: Berusia 2.000 Tahun, Tembikar Kuno yang Ditemukan Ini Ungkapkan Tradisi Kuliner Zaman Neolitikum, Apa Saja yang Dimakan Orang-orang pada Waktu Itu?

Baca Juga: Bagaimana Orang Dulu Melakukan Operasi Otak, Temuan Tengkorak di Siberia Ini Tunjukkan Proses yang Dilakukan, Para Ilmuwan Coba Merekonstruksinya

Temukan sisi inspiratif Indonesia dengan mengungkap kembali kejeniusan Nusantara melalui topik histori, biografi dan tradisi yang hadir setiap bulannya melalui majalah Intisari. Cara berlangganan via https://bit.ly/MajalahIntisari

Artikel Terkait