Advertorial
Intisari-Online.com - Bagaimana proses sidang tidak resmi yang dilaksanakan BPUPKI?
BPUPKI yang resmi dibentuk pada 29 April 1945 hingga dibubarkan pada 7 Agustus 1945 melaksanakan sidang resmi dan sidang tidak resmi.
Sidang resmi BPUPKI diselenggarakan dua kali, yaitu pada 29 Mei hingga 1 Juni 1945 dan pada 10-17 Juli 1945.
Sementara itu, sidang tidak resmi BPUPKI dilaksanakan ketika sidang pertama belum juga menghasilkan kesepakatan.
Hasil sidang tidak resmi BPUPKI tersebut kemudian disampaikan pada sidang kedua.
Meski diselenggarakan untuk memecah kebuntuan dari pembahasan sidang pertama, tetapi dalam sidang tidak resmi BPUPKI pun kesepakatan sulit dicapai.
Inilah bagaimana proses sidang tidak resmi yang dilaksanakan BPUPKI.
Sebelumnya, sidang pertama BPUPKI membahas tentang dasar negara Indonesia.
Ada 3 tokoh yang menyampaikan usulannya dalam sidang tersebut, di antaranya Mohammad yamin, Soepomo, dan Soekarno.
Kemudian, dari tiga rumusan yang dipaparkan para tokoh tersebut, milik Soekarno yang disampaikan pada 1 Juni 1945 paling diterima oleh seluruh peserta sidang.
Dibentuklah panitia kecil untuk pembicaraan lebih lanjut mengenai dasar negara Indonesia, dengan rumusan milik Soekarno dijadikan sebagai acuan.
Panitia kecil yang dibentuk pada sidang pertama BPUPKI itu sendiri diketuai oleh Soekarno.
Namun, pada akhirnya sidang pertama BPUPKI yang belum mencapai kesepakatan.
Sehingga, pada 22 Juni 1945 diadakan sidang tidak resmi yang dihadiri panitia kecil dan 38 anggota BPUPKI.
Secara garis besar, ada dua pandangan mengenai dasar negara.
Pertama, golongan Islam yang menghendaki negara berdasarkan syariat Islam. Sementara golongan kedua menghendaki dasar negara berdasarkan paham kebangsaan atau nasionalisme.
Akibat perbedaan pandangan yang menjadikan pertemuan panitia kecil dan anggota BPUPKI itu macet, dibentuklah kepanitian lain di dalam Panitia Kecil untuk memecah kebuntuan, dikenal sebagai Panitia Sembilan.
Panitia Sembilan yang juga diketuai oleh Soekarno itu berhasil merancang teks proklamasi, yang kemudian dijadikan preambule atau pembukaan UUD 1945.
Rancangan preambule yang disetujui pada 22 Juni 1945 itu dikenal sebagai Piagam Jakarta.
Adapun di dalamnya dimuat lima dasar negara yang berbunyi:
Selain membacakan Piagam Jakarta, Soekarno dalam pidatonya membuka sidang kedua BPUPKI juga menyampaikan laporan selaku ketua Panitia Kecil.
Seperti dikutip dari Jalan Menuju Kemerdekaan: Sejarah Perumusan Pancasila (2018), dua hal yang dilaporkan Soekarno yakni:
Kelompok usulan yang paling banyak adalah yang meminta kemerdekaan secepatnya. Sehingga, tiga usul yang disampaikan Soekarno untuk BPUPKI yakni:
Itulah bagaimana proses sidang tidak resmi yang dijalankan BPUPKI, di mana hasilnya disampaikan pada sidang kedua BPUPKI.
Baca Juga: Bagaimana Proses Sidang Resmi yang Dilaksanakan BPUPKI? Simak Selengkapnya Berikut Ini
(*)