Mundur ke tahun 1979, sebuah tragedi berupa aparat keamanan membunuh sesama aparat keamanan juga pernah terjadi.
Bahkan bisa dibilang lebih kejam, sebab jumlah korbannya mencapai 9 orang dan para korban juga dibakar usai ditembak.
Pelakunya bernama Eddy Maulana Sampak atau lebih tenar dengan sebutan Eddy Sampak.
Eddy sebenarnya memiliki riwayat mentereng saat menjadi tentara karena terlibat dalam berbagai operasi militer, termasuk penumpasan gerombolan DI/TII.
Sayang, hasratnya untuk menjadi kepala desa, yang selalu gagal, kemudian menjerumuskannya pada utang sebesar Rp3 juta kepada rentenir dan teman-temannya.
Amarah Eddy, yang sudah kalah dan dililit utang, semakin memuncak kala Komandan Kodim Cianjur Letkol Kahyat malah menempatkan rekan Eddy, Serma Sutaryat, sebagai kepala desa sementara.
Hingga suatu hari Eddy Sampak mengetahui bahwa Serma Sutaryat bakal mengambil gaji bulanan anggota Kodim Cianjur di Bank Karya Pembangunan di Sukabumi.
Eddy kemudian mengajak Ojeng bin Rojai (salah seorang penggarap sawah) untuk merampok, dengan tugas membawa tas (berisi senjata) dan membeli bensin.
Sebenarnya, saat berada di Sukabumi, sempat terjadi cekcok antara Eddy dan Sutaryat kala Sutaryat menolak permintaan Eddy untuk memberikan gajinya saat itu.
Namun, keduanya kemudian 'berdamai' dengan Eddy dan Ojeng kemudian meminta untuk ikut serta dengan rombongan Sutaryat untuk pulang ke Cianjur menggunakan minibus Mitsubishi Colt.
Sesampai di Gekbrong, Eddy tiba-tiba meminta rombongan untuk keluar dari jalan besar menuju Kecamatan Cugenang.
KOMENTAR