Intisari-Online.com -Sebelum Rusia meluncurkan invasi ke Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu, Ukraina sempat mencoba untuk memperoleh sistem pertahanan udara Iron Dome(Kubah Besi) Israel.
Sayangnya, upaya tersebut tidak berhasil.
Menurut portal berita Israel Ynet News, Amerika Serikat (AS) tampaknya menolak untuk menjual sistem Iron Dome ke Ukraina.
Karena AS berkontribusi pada pengembangan Iron Dome, penjualan Iron Dome kepada pihak ketiga memerlukan persetujuan kedua negara.
AS sendiri hanya memiliki dua baterai Iron dome, yang pengirimannya telah selesai pada Januari tahun lalu.
Sementara itu, Israel rupanya juga menghentikan upaya AS untuk mentransfer baterai rudal Iron Dome ke Ukraina, melansir The EurAsian Times, Rabu (16/2/2022).
Menurut beberapa media, termasuk The Times of Israel, Israel khawatir bahwa hal itu dapat membahayakan hubungannya dengan Rusia.
Sementara Ukraina tak bisa mendapatkan Iron Dome untuk melindungi wilayahnya dari serangan Rusia, Israel malah dengan mudahnya menjual Iron Dome pada negara ini.
Kementerian Pertahanan Siprus telah mencapai kesepakatan dengan Israel untuk membeli sistem pertahanan udara Iron Dome, cabang lokal dari outlet berita Kathimerini melaporkan pada hari Jumat.
Menurut surat kabar itu, kedua belah pihak telah menyelesaikan kesepakatan, meskipun baik Nicosia maupun Tel Aviv belum mengkonfirmasi secara terbuka sejauh ini.
Melansir Russian Today, Sabtu (20/8/2022), kemampuan Iron Dome dilaporkan diperiksa oleh Komandan Garda Nasional Siprus, Letnan Jenderal Dimokritos Zervakis, selama kunjungannya ke Israel pada bulan Maret.
“Selama kunjungannya ke Israel, sang jenderal akan menerima pengarahan di perbatasan utara dan akan mengunjungi baterai sistem pertahanan udara Iron Dome,” kata Angkatan Pertahanan Israel dalam sebuah pernyataan saat itu.
Laporan sebelumnya di media Israel dan Yunani menunjukkan bahwa kedua negara telah mengadakan pembicaraan tentang kesepakatan itu setidaknya sejak awal 2021.
Siprus saat ini memiliki sistem pertahanan udara jarak pendek (SHORAD) buatan AS yang diproduksi oleh Northrop Grumman Corporation.
Menurut beberapa laporan media, Nicosia masih menganggap mereka "paling cocok" untuk melawan ancaman yang dianggap paling mendesak.
Namun, pasukan pertahanan udara Siprus juga semakin mengkhawatirkan drone buatan Turki, termasuk drone Bayraktar.
Menurut Kathimerini, Garda Nasional Siprus bersikeras untuk memperoleh sistem pertahanan udara Israel, dengan alasan “tuntutan operasionalnya.”
Pabrikan senjata Rafael Israel mengiklankan Iron Dome sebagai sistem yang “terbukti dalam pertempuran” dengan “lebih dari 2.000 intersepsi”.
Ia mampu “secara efektif” melawan roket, mortir dan peluru artileri serta “pesawat terbang, helikopter dan UAV pada jarak yang sangat pendek,” tambah perusahaan, merujuk khususnya pada kendaraan udara tak berawak, yaitu drone.
Seentara itu, Siprus dan Yunani menuduh Turki memicu ketegangan di Mediterania Timur pada akhir Juli ketika Ankara bersiap untuk mengirim kapal bor ke daerah itu untuk mencari gas alam.
Siprus, yang terbagi di sepanjang garis etnis antara Siprus Yunani dan Siprus Turki, adalah titik utama pertikaian antara Athena dan Ankara.
Negara kepulauan itu dipartisi pada tahun 1974 ketika Turki menginvasi sepertiga utaranya sebagai tanggapan atas kudeta singkat yang diilhami Yunani.
Pasukan Turki masih mempertahankan kehadiran mereka di bagian utara pulau, yang menyebut dirinya Republik Turki Siprus Utara.
Siprus Utara dianggap oleh komunitas internasional sebagai bagian dari Republik Siprus dan hanya Ankara yang mengakui kemerdekaannya.
Perkembangan juga terjadi hanya beberapa hari setelah Turki dan Israel mengumumkan normalisasi hubungan dan pemulihan penuh hubungan diplomatik ketika duta besar mereka kembali ke Tel Aviv dan Ankara setelah bertahun-tahun ketegangan.
Tidak jelas apakah kesepakatan senjata yang dilaporkan dengan Siprus akan mempengaruhi hubungan antara Israel dan Turki.