Intisari-Online.com -Dokter Spesialis Forensik dari Medan, Nasib Mangoloi Situmorang menilai kasus Brigadir J atau Nofriansyah Yoshua Hutabarat cukup unik.
Pasalnya, ekshumasi atau penggalian kubur dilakukan setelah dilakukan otopsi.
"Beruntung sekali, jenazah (Brigadir J) diformalin artinya ada proses pengawetan. Sehingga proses pembusukan diperlambat," ungkap Nasib dalam wawancara bersama Kompas TV Live, Rabu (27/7/2022).
Pemberian formalin ini, kata Nasib, dapat memperlambat proses pembusukan yang diharapkan luka-luka dalam tubuh jenazah masih dapat diamati dengan jelas.
Nasib pun menilai, proses otopsi ulang akan lebih rumit dibanding otopsi pertama.
Kerumitan pada otopsi ulang, kata Nasib, disebabkan oleh kondisi jenazah.
"Otopsi pertama itu keadaan jenazah masih fresh, organnya masih fresh."
"Jadi saat kita melakukan otopsi pertama, masih nampak organnya dan masih terlihat luka itu dengan benda yang mengenainya, dan hubungannya masih bisa kita ikuti," jelas Nasib.
Terlepas dari itu melansirLive Science, ada beberapa tahapan proses dalam autopsi secara umum berikut ini:
1. Pemeriksaan Fisik
Proses otopsi dimulai dengan pemeriksaan tubuh yang cermat untuk mengetahui identitas fisik serta menemukan bukti dari penyebab kematian yang tak diketahui.
Pemeriksaan fisik pada mayat meliputi:
Dalam beberapa kasus, pemeriksaan internal atau organ dalam diperlukan dalam proses autopsi.
Ini adalah langkah pemeriksaan untuk melihat kondisi organ dalam pada tubuh mayat tersebut.
Organ dalam pada hal ini meliputi paru-paru, jantung, ginjal, pankreas, hati, lambung, dan otak jika diperlukan.
Proses otopsi ini untuk melihat apakah ada kerusakan pada organ dalam yang menjadi penyebab kematian.
3. Pembedahan Organ Dalam
Memang, tak semua membutuhkan proses ini dalam autopsi. Namun, sebagian kasus diperlukan pengangkatan organ untuk tujuan tertentu.
Melansir College of American Phatologists, cara paling umum untuk mengeluarkan organ dikenal sebagai metode Rokitansky.
Metode ini melibatkan mengeluarkan semua organ dalam secara sekaligus oleh dokter ahli.
Artinya, jantung, paru-paru, hati, ginjal, dan limpa dikeluarkan dalam satu kali dan kemudian dibedah di atas meja otopsi.
Pembedahan organ dilakukan untuk mengumpulkan sampel kecil jaringan organ untuk pemeriksaan lebih lanjut dengan mikroskop.
4. Pengangkatan Otak
Otak menjadi salah satu organ yang cukup penting dalam proses autopsi.
Untuk beberapa kondisi penyakit, diperlukan pemeriksaan otak untuk diobservasi lebih dalam.
Organ otak ini dikeluarkan untuk pemeriksaan jaringan, cairan yang dapat mengenali penyebab kematian yang tak diketahui.
Meski begitu, tak semua membutuhkan proses pengangkatan otak.
5. Pengembalian Organ Tubuh
Setelah semua organ diperiksa dan diambil sampel, para dokter forensik kembali meletakkan organ-organ tersebut ke dalam tubuh mayat.
Kemudian, proses autopsi selanjutnya tubuh akan dijahit kembali dengan utuh.
Beberapa kondisi, organ dalam yang tak layak lagi untuk 'dikembalikan' akan disimpan di tempat tertentu (atas persetujuan keluarga).
Proses pemerikaan dan pengambilan sampel sebelumnya akan membutuhkan beberapa waktu.
6. Menunggu Hasil Lab
Pengujian sampel dibutuhkan berdasarkan jaringan dan cairan tubuh seperti darah dari proses autopsi.
Melansir Johns Hopkins Medicine, proses autopsi biasanya memakan waktu 1 hingga 2 jam saja.
Yang lama adalah hasil observasi dari lab yang memeriksanya untuk mengetahui penyebab kematian tersebut. Bisa beberapa hari hingga berminggu-minggu.
7. Pemakaman
Setelah otopsi selesai, jenazah atau mayat dapat diambil oleh pihak keluarga untuk melanjuti proses pemakaman.
Jika beberapa organ disimpan untuk pengujian lebih lanjut, pemakaman mungkin perlu ditunda selama beberapa hari atau minggu.
Hal ini apabila keluarga ingin tubuh mayat utuh sebelum dimakamkan atau dikremasi.
Dalam hal ini, pihak pemakaman bisa membuat kesepakatan dengan rumah sakit untuk waktu yang ditentukan.
(*)