Advertorial

Kumpulan Puisi Chairil Anwar tentang Perjuangan dan Nasionalisme

Khaerunisa

Editor

Puluhan karya sastra dilahirkannya, inilah beberapa puisi Chairil Anwar yang menggambarkan tentang perjuangan dan nasionalisme.
Puluhan karya sastra dilahirkannya, inilah beberapa puisi Chairil Anwar yang menggambarkan tentang perjuangan dan nasionalisme.

Intisari-Online.com - Kumpulan puisi Chairil Anwar tentang perjuangan dan nasionalisme.

Chairil Anwar merupakan penyair terkemuka Indonesia yang melahirkan banyak karya fenomenal.

Sebut saja puisi bertajuk 'Aku' yang juga membuatnya dijuluki sebagai 'Si Binatang Jalang'.

Selain itu, ia dikenal sebagai pelopor Angkatan 45 karena dinilai telah berjasa dalam melakukan pembaharuan puisi Indonesia.

Sebanyak 96 karya sastra diciptakan Chairil Anwar selama hidupnya, di antaranya termasuk 70 puisi.

Puisi-puisinya begitu menyentuh hati, membakar semangat, dan punya makna yang mendalam.

Ia banyak menulis puisi tentang perjuangan para pahlawan dan nasionalisme.

Inilah beberapa puisi Chairil Anwar yang menggambarkan tentang perjuangan dan nasionalisme.

Baca Juga: Puisi Doa Karya Chairil Anwar,Ditulis 79 Tahun Lalu, Maknanya Mendalam!

Baca Juga: Puisi Aku Karya Chairil Anwar, Puisi yang Lahirkan Julukan 'Si Binatang Jalang'

1. Krawang-Bekasi

Krawang-Bekasi

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi

tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.

Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,

terbayang kami maju dan berdegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.

Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa

Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan

Tapi adalah kepunyaanmu

Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan atau tidak untuk apa-apa,

Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata

Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami

Teruskan, teruskan jiwa kami

Menjaga Bung Karno

menjaga Bung Hatta

menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat

Berikan kami arti

Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami

yang tinggal tulang-tulang diliputi debu

Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

Baca Juga: Tak Heran KKB Masih Beringas Walau Dihancurkan hingga Senjatanya Dirampas, Bak Mati Satu Tumbuh Seribu, Kiriman Senjata dari Negara Ini Ternyata Biang Keroknya

2. Persetujuan dengan Bung Karno

Ayo! Bung Karno kasih tangan, mari kita bikin janji

Aku sudah cukup lama dengan bicaramu

Di panggung di atas apimu

Digarami lautmu dari mulai 17 Agustus 1954

Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu

Aku sekarang api, aku sekarang laut

Bung karno! Kau dan aku satu zat satu urat

Di zat mu, di zatku kapal-kapal kita berlayar

Di urat mu, di uratku kapal-kapal kita bertolak dan berlabuh.

Baca Juga: Legenda Insula Tiberina, Pulau di Tengah Tiber, Tempat yang Terhubung dengan Sejarah Berdirinya Roma, Menjadi Tempat Penyembuhan Karena Wabah dan Tidak Ada Dokter yang Temukan Obatnya

3. Diponegoro

Di masa pembangunan ini

Tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti

Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali

Pedang di kanan, keris di kiri

Berselempang semangat yang tak bisa mati

Baca Juga: Bagian Ilmu Tabib Jawa, Pangeran Diponegoro Pimpin 100.000 Pasukan dalam Perang Jawa yang Ternyata Ada Para Pemadat Candu 'Obat Perangsang'

4. Maju

Bagimu negeri

Menyediakan api

Punah di atas menghamba

Binasa di atas ditindas

Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai

Jika hidup harus merasai

Maju

Serbu

Serang

Terjang

Baca Juga: Kisah Ratu Cleopatra Selene, Putri Cleopatra yang Terlupakan, Memerintah Kerajaan Besar Selama Dua Puluh Tahun Bersama Suaminya, Punya Koin dengan Gambarnya Sendiri

5. Prajurit Jaga Malam

Waktu jalan...

Aku tidak tahu apa nasib waktu

Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam

Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnyakepastian

Ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini

Aku suka pada mereka yang berani hidup

Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam

Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu……

Waktu jalan..

Aku tidak tahu apa nasib waktu!

Itulah kumpulan puisi Chairil Anwar tentang perjuangan dan nasionalisme.

Baca Juga: Jadwal Pendaftaran Mahasiswa Baru Universitas Terbuka, Catat Tanggal-tanggalnya

Sekilas tentang Chairil Anwar

Chairil Anwar lahir di Medan, Sumatra Utara, pada tanggal 26 Juli 1922.

Ia merupakan putra dari pasangan Toeloes dan Saleha, yang keduanya berasal dari Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatra Barat.

Ayahnya adalah seorang Bupati Indragiri, Riau, yang tewas dalam Pembantaian Rengat.

Selain itu, ia masih memiliki hubungan persaudaraan dengan Perdana Menteri pertama Indonesia, Sutan Syahrir, yaitu keponakannya.

Chairil Anwar mulai lebih mendalami dunia sastra saat tinggal di Batavia (Jakarta), setelah pindah bersama ibunya pasca-perceraian orangtuanya.

Pada tahun 1942, karya sastra pertamanya bertajuk 'Nisan' ditulisnya, karya ini terinspirasi dari kematian sang nenek.

Chairil Anwar meninggal dunia pada 28 April 1949, di usia yang terbilang muda yaitu 27 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta.

Ingin ulasan lengkap tentang Chairil Anwar dan hal-hal yang tak pernah diketahui sebelumnya? Silakan beli koleksi Intisari terbaru di Grid Store atau Gramedia.

(*)

Artikel Terkait