"Kesempatan Laos akan bangkrut sangatlah tinggi," ujar Carl Thayer, profesor emeritus di Universitas New South Wales di Australia.
Utang luar negeri Laos telah membengkak lebih dari USD 14 miliar, atau 88% dari produk domestik bruto mereka (GDP).
Sekitar separuh dari jumlah itu berasal dari China, termasuk sepertiga saham negara Laos dalam proyek jalur kereta China sebesar USD 5.9 miliar, sebuah megaproyek yang dibuka pada Desember lalu di tengah kekhawatiran mengenai viabilitas komersial jalur tersebut.
Vientiane hampir tidak mampu membayar utang tahunannya tahun lalu.
Kini mereka harus membayar USD 1,3 miliar setiap tahunnya sampai tahun 2025 dalam pembayaran utang, menurut Bank Dunia, yang menganggap Laos hanya memiliki jumlah itu dalam cadangan devisa awal tahun ini.
Ini juga setara dengan hampir setengah dari total pendapatan domestik yang dikumpulkan setiap tahun.
Menteri Keuangan Bounchom Ubonpaseuth mengatakan bulan lalu bahwa pembayaran utang negara akan menjadi sekitar USD 1,4 miliar tahun ini.
Perdana Menteri Phankham Viphavanh mengatakan bahwa penghematan, peningkatan pengumpulan pendapatan dan tindakan keras terhadap korupsi akan mengurangi tekanan ekonomi dan keuangan.
Namun, itu telah dijanjikan oleh masing-masing pendahulunya, hanya untuk memperburuk situasi.
Dan perubahan mungkin datang terlalu lambat untuk membantu pembayaran tahun ini.
Pasar khawatir tentang potensi default. Fitch Ratings, sebuah lembaga pemeringkat kredit, menurunkan peringkat Laos ke peringkat “CCC” Agustus lalu.
Bulan lalu, Moody's memberinya peringkat "Caa3", atau status sampah, memperingatkan "beban utang yang sangat tinggi dan cakupan yang tidak memadai atas jatuh tempo utang luar negeri oleh cadangan (valas)."
KOMENTAR