Intisari - Online.com -Sri Lanka memasuki era baru kekacauan dan kebangkrutannya, dengan kini Presiden Gotabaya Rajapaksa dan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengundurkan diri.
PM Ranil Wickremesinghe adalah PM yang menjabat setelah PM sebelumnya, Mahinda Rajapaksa, mengundurkan diri.
Mereka mengundurkan diri setelah massa mengamuk dan menjarah kantor presiden.
Kediaman pribadi PM Wickremesinghe juga dibakar oleh massa.
Dalam kekacauan yang tidak mampu menyelesaikan masalah ekonomi negara tersebut, Sri Lanka masih belum mampu menentukan bagaimana penyelesaian kebangkrutan mereka.
Krisis ekonomi Sri Lanka dimulai ketika utang mereka menumpuk dan akhirnya viral kabar bahwa Sri Lanka menjual salah satu pelabuhan strategis mereka untuk dikuasai China.
Pelabuhan itu merupakan kompensasi yang diminta China karena Sri Lanka tidak mampu membayar utang mereka.
Pelabuhan Hambatota diserahkan oleh Sri Lanka selama 99 tahun lamanya sejak Mei 2021 kepda China, dengan tambahan waktu perpanjangan 99 tahun.
Pelabuhan Hambantota yang terletak di selatan Sri Lanka merupakan tempat penting dalam perdagangan maritim di Samudera Hindia.
Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa, pernah menyatakan ingin merundingkan kembali kesepakatan dengan Tiongkok, setelah ia berkuasa pada akhir 2019.
Namun pernyataan itu kemudian ditolaknya.
Pada 6 Februari 2021, Jenderal Daya Ratnayake, presiden Otoritas Pelabuhan Sri Lanka, mengatakan kepada Ceylon Today bahwa Presiden sedang meninjau perjanjian tersebut.
Skandal keluarga Rajapaksa
Investigasi Pandora Papers (Dokumen Pandora) yang ramai di tahun 2021 lalu berhasil menguak skandal besar keluarga Presiden Rajapaksa.
Pandora Papers adalah sebuah laporan yang membocorkan sekitar 12 juta file berupa dokumen, foto, dan email yang mengungkap harta tersembunyi, penggelapan pajak, serta kasus pencucian uang yang melibatkan orang terkaya dan berkuasa di dunia.
Laporan tersebut adalah hasil temuan lebih dari 600 jurnalis yang berasal di 117 negara, yang berisi data terkait kekayaan rahasia para elite kaya di lebih dari 200 negara dan wilayah di dunia.
Para elite yang terdiri atas orang terkaya di dunia hingga pejabat publik dan politisi ini memanfaatkan negara-negara yang menjadi surga pajak atau tax haven dan menggunakan perusahaan offshore untuk membeli properti dan menyembunyikan aset kekayaan mereka.
Nama Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan turut muncul dalam dokumen Pandora Papers.
Dalam dokumen itu, Luhut disebut sempat menjabat di salah satu perusahaan cangkang (shell company) yang terdaftar di Republik Panama.
Melansir icij.org, pada awal tahun 2018, pekerja di sebuah gudang di London dengan hati-hati memasukkan lukisan cat minyak dari Lakshmi, dewi kekayaan Hindu, ke dalam van yang akan meluncur ke Swiss.
Lukisan yang dilukis pada abad ke-19 oleh pelukis India Raja Ravi Varma, menggambarkan dewi bertangan empat dengan sari merah dan ornamen emas berdiri di atas bunga lotus.
Lukisan tersebut adalah salah satu dari 31 karya yang semuanya bernilai total hampir USD 1 juta, yang saat itu dikirimkan ke Geneva Freeport di Swiss.
Kompleks gudang yang canggih dan aman berukuran lebih besar dari 20 lapangan bola tersebut menyimpan berbagai harta karun yang bahkan disebut BBC "koleksi karya seni yang tidak bisa dilihat siapapun."
Pemilik dari "Dewi Lakshmi," dan berbagai karya seni yang dikirim bersama lukisan tersebut seperti dikutip dari slip pengepakan, adalah perusahaan cangkang di Samoa dengan nama yang tidak pernah didengar, Pacific Commodities Ltd.
Namun setelah terkuak dokumen yang bocor dari Asiaciti Trust, penyedia jasa finansial di Singapura, terkuaklah bahwa warga Sri Lanka yang berpengaruh di politik negara tersebut, Thirukumar Nadesan, secara rahasia mengendalikan perusahaan tersebut dan menjadi pemilik sah dari 31 karya seni rangkaian "Dewi Lakshmi" tersebut.
Mengejutkannya lagi, istrinya adalah Nirupama Rajapaksa, mantan anggota Parlemen Sri Lanka dan keturunan dari klan Rajapaksa yang kuat dan berpengaruh karena saat ini presiden Sri Lanka juga merupakan sosok dari klan Rajapaksa.
Klan ini telah mendominasi politik negara tersebut berpuluh-puluh tahun lamanya.
Dokumen rahasia menunjukkan saat negara yang juga mengalami perang saudara berpuluh-puluh tahun lamanya, pasangan Nadesan-Rajapaksa justru menyiapkan simpanan di luar negeri dengan nama anonim serta menggunakan perusahaan cangkang guna mendapatkan karya seni langka, apartemen mewah dan juga untuk menyimpan uang.
Mereka berhasil menimbun kekayaan, mendapatkan keamanan dan aset lainnya, secara rahasia.
Keduanya bisa menyembunyikan kekayaan mereka dengan yurisdiksi rahasia dengan bantuan penyedia jasa finansial, para pengacara dan para pekerja kerah putih yang hanya bertanya sedikit tentang dari mana mereka mendapatkan kekayaan tersebut.
Nadesan sendiri juga telah lama dicurigai oleh otoritas Sri Lanka jika terlibat korupsi besar.
Tahun 2017, grup perusahaan luar negeri keduanya, yang belum dipublikasikan, telah memiliki nilai hampir USD 18 juta, menurut analisis ICIJ dari pernyataan finansial dana Nadesan.
Ironisnya, nilai tengah pendapatan tahunan di Sri Lanka kurang dari USD 4000 (Rp 60 juta) saja.
Data yang didapat ICIJ dari Asiaciti, penasihat lama untuk Nadesan menyebutkan total kekayaan Nadesan di tahun 2011 saja ada lebih dari USD 160 juta.
Para ekonom mengatakan di Sri Lanka kesenjangan antara si kaya dan si miskin terus meningkat, aturan pajak yang longgar telah menjadi cara para orang-orang kaya menghindari kewajiban membayar pajak, di saat penduduk yang lain berusaha memulihkan diri dari perang sipil.
Hal ini menyebabkan sangat sedikit dana negara yang digunakan untuk berinvestasi di sekolah, pelayanan kesehatan dan program sosial lainnya.
Hubungan Nirupama Rajapaksa dengan presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa, adalah keponakan jauhnya, karena ayah Nirupama adalah sepupu Gotabaya.
Kemudian kakak laki-laki Gotabaya, Mahinda Rajapaksa, adalah perdana menteri Sri Lanka sampai pertengahan Mei 2022 lalu dia mengundurkan diri karena krisis ekonomi negara.
Kelompok HAM telah menuding Mahinda dan Gotabaya dalam kekerasan perang.
Para mantan pejabat pemerintah telah mencurigai keluarga tersebut memilliki kekayaan multi miliaran Dolar dan sebagian besarnya disembunyikan di rekening-rekening bank di Dubai, Seychelles dan St. Martin.
Suami Nirupama Rajapaksa sendiri menghadapi tuntutan jika ia secara rahasia membantu salah satu mertuanya, seorang menteri pemerintah, membangun villa megah dengan dana pemerintah.
Ironis, mengingat mereka mengaku tidak bisa membayar utang kepada China, tapi justru menimbun kekayaan sendiri tanpa memedulikan rakyatnya.