Bukan Mereda, Ternyata Ini Alasan Rusia Justru Makin Ganas Usai Kunjungan Jokowi, Pengamat Ungkap Beberapa Hal Ini Bisa Jadi Pemicunya

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Penulis

(Ilustrasi) Pertemuan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Indonesia, Jokowi.
(Ilustrasi) Pertemuan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Indonesia, Jokowi.

Intisari-Online.com - PertemuanPresiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenksy serta Presiden Rusia Vladimir Putin menyita perhatian banyak publik.

DiketahuiJokowi ke Ukraina pada Rabu (29/6/2022) dan menawari Zelensky jika ingin titip pesan ke Putin, yang akan dia kunjungi keesokan harinya.

Jokowi ke Ukraina dan Rusia setelah menghadiri KTT G7 di Jerman sebagai negara mitra G7 sekaligus Presidensi G20.

Kemudian saat Jokowi di Rusia, dia mengatakan bahwa sudah menyampaikan pesan Zelensky ke Putin.

Namun melansir Tribunnews.com, Selasa (5/7/2022), kini serangan Rusia ke Ukraina tampaknya kian agresif setelah kunjungan Presiden Jokowi ke dua negara yang sedang berperang itu.

Kemarin, Senin (4/7/2022), Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan Menteri Pertahanan Sergei Shoigu melanjutkan serangan besar-besaran di Ukraina setelah pasukannya menguasai seluruh wilayah Luhansk.

Kunjungan Jokowi Tidak Berpengaruh?

Pengamat Hukum dan Militer Rusia, Raymond Sihombing menyatakan bahwa lawatan Jokowi tidak bisa memberikan efek langsung.

Pasalnya apa yang dilakukan Jokowi adalah diplomasi jangka panjang.

"Kita tidak bisa bilang bahwa begitu Presiden Jokowi pulang dari Moskow, langsung damai. Tetapi setidaknya dari beberapa media, di sini yang saya catat ada RIA Novosti, TASS, Interfax, Kommersant, dan juga RBK yang swasta dan beberapa yang pro-Ukraina itu mencatat positif kedatangan Presiden Jokowi,” kata Raymond dikutip dari Kompas.TV.

Raymond menyebut dengan kunjungan Jokowi, Indonesia sudah menunjukkan netralitas dalam menyikapi perang Rusia-Ukraina.

Bahkan, ia mengklaim kunjungan itu sebagai dukungan terhadap Moskow yang berupaya menghapus “unipolarism” sekaligus peringatan agar Rusia segera menghentikan perang.

"Apa yang dilakukan Presiden Jokowi itu sudah kuat secara simbol dan secara moral buat Rusia,” kata Raymond.

Lebih lanjut, Raymond menganggap mundurnya pasukan Rusia dari Pulau Ular di Laut Hitam sedikit dipengaruhi oleh kunjungan Jokowi.

Garnisun Rusia di Pulau Ular ditarik mundur per 30 Juni lalu seiring gencarnya serangan Ukraina ke sana.

Sementara itu, pakar hukum internasional, Hikmahanto Juwana, menanggapi meningkatnya eskalasi serangan Rusia ke Ukraina pascakunjungan Jokowi.

Menurut dia, kunjungan Presiden Jokowi ke Ukraina dan Rusia bukan sekadar membawa misi gencatan senjata semata tetapi tentang supply chain pangan.

Hikmahanto mengatakan gencatan senjata bukan sesuatu yang instan dan langsung diberlakukan.

Jika pun ada gencatan senjata, kata dia, ini bukan gencatan senjata yang ditandatangani oleh pemimpin dari dua negara yang bertikai.

“Kita tahu bahwa kalau seperti ini mungkin ada rencana-rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya,” kata Hikmahanto seperti dikutip dari Kompas.TV pada Selasa (5/7/2022).

“Tapi yang pasti, Bapak Presiden bukan membawa misi sekadar gencatan senjata. Tapi, Bapak Presiden bicara tentang supply chain pangan yang akan terganggu kalau perang ini terus berlanjut," katanya menambahkan.

Menurut Hikmahanto ini merupakan hal cerdas yang dilakukan oleh Jokowi, dalam arti tidak berbicara bahwa nantinya akan ada gencatan senjata atau tidak.

“Tetapi, Bapak Presiden minta misalnya ketika di Jerman dalam pertemuan G7 bicara soal supply chain pangan terkait dengan negara berkembang."

"Itu juga yang beliau bicarakan dengan Presiden Ukraina Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin," kata Hikmahanto.

Ia menambahkan bahwa ketika berbicara tentang misi perdamaian, tentu tidak mendamaikan konflik yang muncul antara kedua negara ini.

Kalau pun berbicara soal gencatan senjata. Dalam konteks supply chain pangan ini, Jokowi disebutnya sudah berhasil membuat Rusia menyetujui untuk berhenti memblokade pengiriman gandum dari Ukraina.

“Misalnya permintaan dari Presiden Zelenskyy agar gandum yang dari Ukraina itu bisa diekspor dan Rusia sudah menyetujui."

"Tetapi ingat, bukan berarti serangan dihentikan tapi, Saya tidak lagi melakukan blokade-blokade yang selama ini saya lakukan,” lanjutnya.

Artinya, lanjut Hikmahanto, dari sisi itu sudah tercapai pesan yang dibawa oleh Presiden Jokowi.

Baca Juga: Jadi Negara Pengembang Pembangkit Nuklir Terapung, Putin Ungkap Minat Rusia Kembangkan Industri Tenaga Nuklir di Indonesia saat Bertemu Jokowi

(*)

Artikel Terkait