Intisari-Online.com - Sultan Agung Hanyakrakusuma melakukan serangan ke Batavia sebanyak berapa kali?
Sultan Agung merupakan raja Kesultanan Mataram yang memerintahkan pada tahun 1613 - 1645.
Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika atau terkenal juga dengan sebutan Raden Mas Rangsang.
Ia dikenal sebagai raja Mataram yang berhasil membawa kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaan pada 1627.
Pada masa kepemimpinan Sultan Agung, daerah pesisir seperti Surabaya dan Madura berhasil ditaklukan.
Pada kurun waktu 1613 sampai 1645 wilayah kekuasaan Mataram Islam, meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat.
Kehadiran Sultan Agung sebagai penguasa tertinggi ini membawa Kerajaan Mataram Islam kepada peradaban kebudayaan pada tingkat lebih tinggi.
Sultan Agung juga merupakan penguasa lokal pertama yang melakukan perlawanan terhadap VOC Belanda.
Kedudukan VOC di Batavia dianggap sebagai ancaman karena kerap menghalangi kapal dagang Mataram yang akan berdagang ke Malaka.
Baca Juga: Tak Hanya Sekali, Mengapa Sultan Agung Bersikeras untuk Mengusir VOC dari Batavia?
Baca Juga: Bisa Cek Kecocokan Pasangan, Beginilah Cara Hitungan Weton Jawa untuk Pernikahan
Selain itu, keberadaan VOC dianggap sebagai penghalang bagi Mataram untuk menguasai Banten.
Saat itu, salah satu wilayah di Jawa yang belum dikuasai adalah Banten serta Batavia (Jakarta), yang menjadi markas VOC.
Bukan hanya sekali saja Sultan Agung melancarkan serangan terhadap VOC di Batavia.
Sultan Agung Hanyakrakusuma Melakukan Serangan ke Batavia Sebanyak dua kali.
Meski serangan yang pertama gagal, Sultan Agung tidak lantas menyerah, ia kembali mengirim pasukan Mataram ke Batavia hanya berselang satu tahun kemudian.
Serangan Mataram yang pertama terhadap VOC di Batavia dilakukan pada tahun 1628.
Serangan pertama ini dipimpin oleh Tumenggung Baureksa, bupati Kendal.
Strategi serangan pasukan Sultan Agung di Batavia pada 1628 adalah dengan membendung Sungai Ciliwung agar benteng VOC kekurangan air.
Baca Juga: Hasil sidang BPUPKI Pertama dan Kedua Lengkap Beserta Prosesnya
Strategi pasukan Mataram itu berhasil membuat pihak VOC terjangkit wabah kolera, tetapi dominasi Belanda belum bisa dipatahkan.
Sejumlah hambatan dihadapi Mataram, di antaranya stamina pasukan yang terkuras, kekurangan bahan makanan, dan juga kalah persenjataan.
Pada akhirnya, pasukan Mataram memilih mundur dan kembali ke kerajaannya setelah upaya yang pertama.
Selanjutnya, serangan Mataram ke VOC di Batavia yang kedua dilakukan pada tahun 1629.
Strategi baru diterapkan Sultan Agung setelah belajar dari kekalahan sebelumnya.
Strategi yang diterapkan di antaranya, memperkuat armada militer, meningkatkan jumlah persenjataan, dan membangun lumbung makanan di Tegal dan Cirebon.
Serangan kedua ini dipimpin oleh Dipati Puger dan Dipati Purbaya.
Dipati Puger dan Dipati Purbaya berhasil membawa 80.000 pasukan Mataram sampai di Batavia. Namun, serangan ini kembali menemui kegagalan.
Meski sudah mengantisipasi hambatan serangan sebelumnya, rupanya Belanda masih saja menemukan cara untuk memukul mundur pasukan Mataram.
Belanda membakar lumbung padi milik pasukan Mataram oleh Belanda.
Dengan dibakarnya lumbung padi oleh Belabda, pasukan Mataram kekurangan bahan makanan dan kelelahan, sehingga memilih untuk mundur.
Kedua serangan Mataram di bawah pemerintahan Sultan Agung memang tidak membawa keberhasilan untuk merebut Batavia secara keseluruhan, namun, serangan tersebut menunjukkan tekad dan semangat untuk mengusir VOC.
Bahkan sampai akhir hayatnya, Sultan Agung tetap tidak mau berdamai dengan VOC meskipun diberikan tawaran yang cukup menjanjikan.
Sultan Agung wafat di Mataram (persisnya di Bantul) pada 1645 dan dimakamkan di astana Kasultanan Agung.
Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.
Setelah Mataram, perlawanan terhadap VOC kemudian juga dilakukan di Maluku, Makassar, dan Banten, beberapa tahun kemudian.
Baca Juga: Termasuk Sembilan Prasasti Ini, Inilah Peninggalan Kerajaan Sriwijaya
(*)