Intisari-Online.com - Tak ada wanita yang tak bisa didapatkan para kaisar pada masa kekaisaran China Kuno.
Banyak pula kisah tentang para kaisar menunjukkan kekuasaannya yang bisa melakukan apa saja terhadap gundiknya.
Seperti yang terjadi pada masa pemerintahan Kaisar Jiajing, di mana selir dan para wanita muda konon dipaksa untuk mengumpulkan darah menstruasinya demi menciptakan ramuan 'keabadian' untuk kaisar.
Kaisar Jiajing merupakan kaisar ke-11 dari Dinasti Ming Tiongkok yang memerintah dari tahun 1521 hingga 1567.
Lahir pada 16 September 1507sebagai Zhu Houcong , ia adalah kaisar sepupu mantan Kaisar Zhengde, kaisar yang tidak meninggalkan ahli waris.
Ayahnya, Zhu Youyuan (1476–1519), Pangeran Xing, adalah putra keempat Kaisar Chenghua (memerintah 1465–1487) dan putra tertua dari tiga putra yang lahir dari selir kaisar, Lady Shao.
Nama pemerintahan Kaisar Jiajing, "Jiajing", berarti "ketenangan yang mengagumkan".
Kesewenang-wenangan Kaisar Jiajing akhirnya membuat para gundiknya marah besar dan melahirkan 'Plot Renyin', upaya pembunuhan sang kaisar.
Melansir ancient-origin.net, Plot Renyin terjadi pada tahun 1542, dan melibatkan 16 wanita istana yang mencoba mengambil nyawa Jiajing.
Nama plot ini berasal dari tahun renyin, yaitu tahun ke-39 dalam siklus sexageary yang digunakan di Cina dan peradaban Asia Timur lainnya.
Menurut beberapa sumber, pencarian kaisar untuk keabadian melibatkan pengumpulan darah menstruasi perawan perempuan dan menggunakannya untuk membuat zat yang disebut 'timbal merah', yang ia konsumsi.
Banyak gadis berusia 13-14 tahun disimpan untuk produksi ramuan keji tersebut, dan hanya diberi makan daun murbei dan air hujan, karena Kaisar percaya itu akan menjaga kemurnian zatnya.
Para wanita muda dipukuli dan kelaparan dan jika mereka jatuh sakit mereka dibuang.
Selirnya juga dipukuli dengan kejam agar tunduk sehingga mereka secara pasif memenuhi setiap keinginan seksualnya.
Sepanjang sejarah Tiongkok, pembunuhan atau percobaan pembunuhan kaisar bukanlah sesuatu yang asing.
Pertumpahan darah merupakan hal yang biasa terjadi untuk menggulingkan kaisar dan memeperebutkan takhta.
Tetapi, yang terjadi pada Kaisar Jiajing mungkin salah satu yang paling tidak biasa.
Pada malam ketika Kaisar Jiajing menginao di kamar selir favoritnya, Permaisuri Duan (dikenal juga sebagai Lady Cao) ke-16 wanita istana yang sudah muak terhadap kekejaman kaisar, melakukan aksi 'gila' mereka.
Setelah selir Duan mundur bersama para pelayannya, kaisar ditinggalkan sendirian.
Saat itulah para wanita istana mengambil kesempatan untuk menyerang.
Para wanita menahan kaisar sementara seorang selir mencoba mencekiknya dengan pita dari rambutnya.
Ketika cara itu gagal, mereka mengikatkan tali tirai sutra di lehernya, tetapi ini pun tak berhasil.
Mereka malah mengikat jenis simpul yang salah dan tidak dapat mengencangkan tali untuk menyelesaikan aksi 'gila' mereka.
Rencana pembunuhan kaisar oleh para gundiknya itu memang gagal, tapi tampaknya mampu membuat kaisar takut setengah mati.
Menyusul upaya pembunuhan itu, kaisar mengundurkan diri ke bagian barat Kota Terlarang, di mana ia bisa hidup dalam isolasi, dan berhenti memegang pengadilan selama dua dekade berikutnya dari masa pemerintahannya.
Di sisi lain, upaya pembunuhan itu harus 'dibayar mahal', bukan hanya oleh orang-orang yang terlibat tetapi juga keluarga mereka.
Salah satu konspirator panik dan melaporkan rencana pembunuhan itu kepada Permaisuri Fang.
Karena kaisar tidak sadarkan diri sampai sore berikutnya, dan Permaisuri mengambil tindakan sendiri.
Ia menyuruh para wanita istana dieksekusi dengan 'mengiris perlahan', yang dikenal juga sebagai 'mati dengan seribu luka'.
Kemudian, keluarga para wanita itu juga dieksekusi.
Selir Duan juga dieksekusi. Meskipun kemudian ternyata ia tidak terlibat dalam plot, fakta bahwa upaya pembunuhan terjadi di kamarnya memberikan alasan yang cukup bagi Permaisuri untuk melenyapkan saingan potensialnya di istana.
Sementara pemerintahan panjang Jiajing memberi Dinasti Ming beberapa stabilitas, dekadensi dan pengabaiannya terhadap urusan negara menyebabkan kemunduran negara.
Kaisar Jiajing meninggal pada tahun 1567 pada usia 59 tahun.
Telah banyak spekulasi bahwa ia meninggal karena merkuri beracun yang terkandung dalam 'ramuan keabadian' yang telah ia konsumsi selama hidupnya.
(*)