Ju-Yung berpikir, selama ini ia selalu berhasii mengatasi kesulitan kalau berusaha sungguh-sungguh. Jadi, ia pun kembali ke Seoul dengan tekad menjajaki kemungkinan membuka usaha lain. Ia membuka bengkel perbaikan kendaraan bermotor karena usaha itu modalnya kecil tetapi cepat balik modal. Lagi pula, orang Jepang di Korea tidak mau terjun ke bidang usaha "kotor" seperti itu.
Pada 1 Februari 1940, dia mengambil alih manajemen bengkel reparasi mobil "A-Do Service". Untuk itu, ia harus mengeluarkan semua uangnya dan masih meminjam dari pelanggan lamanya. Modal seluruhnya 5.000 Won. Namun, baru 5 hari, api melalap bengkel itu. Cobaan berat kembali menderanya.
Meski tanpa uang sepeser di tangan, Chung Ju-Yung tetap tidak berpaling sedikit pun dari tekadnya. Ia berutang lagi sebesar 3.000 Won pada pelanggan lamanya itu dan membuka lagi bengkel "A-Do Service" di tempat baru dengan mempekerjakan 50 karyawan. Karena usahanya tidak memiliki izin, dia selalu disatroni polisi Jepang di wilayah itu. Dengan cerdiknya, dia berhasil meluluhkan hati polisi yang lantas menyuruhnya memindahkan papan nama ke tempat yang agak tersembunyi sehingga polisi dapat berpura-pura tidak melihatnya. Sejak itu, bengkelnya bebas dari "sidak" dan berkembang pesat.
Ketika persaingan usaha bengkel mobil sangat ketat, Ju-Yung menerapkan strategi "pelayanan cepat" dengan bayaran lebih mahal. Menurut Ju-Yung, mutu pelayanan bengkel rata-rata sama. Kelebihan yang bisa ia berikan adalah pelayanan yang cepat dan efisien. Pemilik mobil masa itu umumnya sangat kaya. Mereka tidak keberatan keluar uang agak lebih banyak asal kendaraan mereka selesai ditangani dengan baik dalam waktu cepat. Akibatnya, ia memperoleh keuntungan lebih besar dari bengkel-bengkel lain.
Orientasi pada efisiensi ini kemudian diterapkan pada manajemen Hyundai dalam bersaing ketat di dunia industri.
Pada akhir 1941, imperialis Jepang memulai Perang Pasifik dan sebuah maklumat diterbitkan yang intinya mengharuskan semua perusahaan dirampingkan agar cocok menghadapi perang. Banyak perusahaan Korea harus merger dengan perusahaan Jepang. Pada awal 1943, "A-Do Service" milik Chung Ju-Yung dipaksa merger dengan perusahaan Jepang. Kerja kerasnya selama 3 tahun seakan-akan runtuh dalam sehari.
Chung Ju-Yung tidak mau menyerah pada keadaan. Ia membeli 30 truk dan menjalankan usaha transportasi. Truknya mengangkut bijih emas dari pertambangan ke pabrik pengolahan. Teman pemilik pertambangan selalu merongrong usaha Ju-Yung sehingga Mei 1945 ia terpaksa menjual usahanya di bawah harga kepada seorang pengusaha Jepang, yaitu cuma 50.000 Won. Namun, siapa sangka 3 bulan kemudian, 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat.
Sebulan kemudian Ju-Yung sudah kembali ke Seoul untuk bergabung dengan sebuah usaha peleburan logam sambil menunggu kesempatan memulai usaha baru.
Meluaskan usaha
April 1946,bersama teman-temannya, Chung Ju-Yung membeli tanah di tengah kota Seoul. Dia memancangkan papan nama Hyundai Motor Industrial Co. (juga Hyundai Auto Repair Works) untuk pertama kalinya. Hyundai artinya modernistic, model baru.
Pada saat itu angkatan bersenjata AS yang ditempatkan di Korea dilengkapi dengan kendaraan dalam jumlah besar. Karena perusahaan Ju-Yung sangat berpengalaman dan memiliki keterampilan tinggi di bidang perbaikan mobil, ia segera mendapat kepercayaan dari para pelanggannya. Dalam waktu kurang dari setahun, bengkel reparasinya berkembang pesat menjadi bengkel besar yang mempekerjakan 100 orang.
Suatu hari Chung Ju-Yung pergi ke balai kota untuk meminta pinjaman bagi perusahaannya. Ia mendapat 1 juta Won. Namun, orang lain yang meminta pinjaman mendapat 10 juta Won. Ia jadi penasaran. Ia mendapat jawaban bahwa perusahaan konstruksi jauh lebih menarik para investor daripada usaha perbengkelan.
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Agus Surono |
KOMENTAR