Hanya robot?
Yang jarang terjadi adalah cerita tentang perjalanan. “Kadangkala saksi melaporkan dibawa ke suatu tempat,” kata Bullard. “Dunia lain ini selain agak gelap juga temaram oleh sinar mentari merah. Atau tempat itu tersembunyi, berada di bawah tanah, serta memiliki lingkungan yang bisa mengatur dengan sendirinya. Perjalanannya sendiri hanya memakan waktu singkat: berangkat setelah sarapan, pulang sebelum makan siang.”
Ada kesamaan pula dalam soal penggambaran fisik si makhluk asing. Makhluk yang sering dijumpai, sebut saja Manusia Cebol Abu-abu, bertinggi 1 - 1,4 m dengan kepala yang sangat besar, tengkorak monyong ke bawah atau hampir tak punya dagu. Tekstur kulit mereka umumnya halus, meski ada beberapa yang bergalur-galur. Mereka tidak berambut, baik di kepala maupun di seluruh tubuh, berkulit kasar, tidak bertelinga (mereka berkomunikasi lewat telepati), berhidung amat pesek dengan dua buah lubang, serta tak berbibir.
Tubuh si cebol itu rata, tanpa perut. Dadanya tidak terbagi dalam dua cabang seperti kita yang bertulang rusuk, dan mereka tidak berputing susu. Tidak terlihat pula dadanya turun naik tanda bernapas. “Bahkan waktu pemindaian otak yang mempertemukan hidung terculik dengan hidung si cebol, tak terasa sedikit pun ada hembusan angin keluar dari lubang hidungnya. Mereka seperti makhluk yang tidak bernapas,” kata Jacobs.
Anatomi bagian bawah mereka tidak terdiri atas kantung perut atau genital. Lurus begitu saja. “Kami tidak tahu bagaimana mereka bereproduksi,” komentar Jacobs. Mereka tidak memiliki pinggul. Tidak ada triangulasi terhadap tubuh seperti pada manusia. Pokoknya lurus mblejersampai ke bawah.
Tak ada istilah lutut atau siku karena diameter kaki dari atas ke bawah sama. Pergelangan, baik kaki maupun tangan, juga tidak tampak. Cebol Abu-abu ini memiliki tiga atau empat jari-jari. “Biasanya, terculik melihat ada tiga jari.”
Pada punggung makhluk asing ini tidak ada pantat ataupun percabangan. Hanyal tonjolan yang menandai bahwa itulah akhir dari tubuh. Maka dapat dimengerti kalau antara yang lelaki dan perempuan sangat sulit dibedakan. Akan tetapi terculik masih bisa merasakan bedanya, karena yang perempuan biasanya ramah dan lemah lembut.
Dengan gambaran itu, wajar jika ada peserta yang menyatakan, “Semua yang Anda jelaskan itu sepertinya lebih mengacu kepada mesin daripada ilmu hayat.”
Pengujian yang tidak umum
Pembicara hari kedua diawali oleh John G. Miller, dokter yang bersertifikat dokter gawat darurat dan berpraktik di daerah Los Angeles. Sebagai dokter ia lebih tertarik bagaimana makhluk-makhluk cerdas itu mengeksplorasi anatomi tubuh manusia. Ia mengamati, pengujian fisik makhluk asing tadi cenderung mengabaikan kardiovaskuler, pernapasan, limfomatik, dan sistem internal tubuh. Juga sepertinya tak ambil pusing dengan bagian-bagian atas perut kita, seperti liver, limpa, serta pankreas. Padahal bagian-bagian itu sangat menarik perhatian para dokter. Dalam kata lain, makhluk alientidak tertarik dengan komponen dari tubuh kita yang berperan dalam kelangsungan hidup.
Ia memaparkan tentang bagaimana para terculik mengalami ditusuk jarum lewat pusar. Ini mungkin mirip dengan model laparoskopi yang digunakan umat manusia. “Perbedaannya hanya pada diameter alat yang sangat kecil sehingga seperti tidak perlu menoreh tubuh saja.”
Miller juga tidak pernah mendengar para makhluk asing menggunakan sarung tangan, alat penekan lidah, maupun elektro kardiogram (EKG). “Dari mana pun Anda memandang laporan-laporan terculik itu, ada perbedaan yang sangat mendasar dibandingkan dengan dunia kedokteran manusia. Hal yang perlu ditarik kesimpulan dari cerita ini adalah bahwa cerita-cerita itu tidak muncul dari pengalaman atau pengetahuan medis terculik.”
Sindrom janin hilang
Pada hari ketiga Miller melontarkan isu “Kurangnya bukti bagi fenomena embrio hilang atau disebut juga sindrom fetus". Meskipun fenomena ini secara luas dilaporkan baik oleh Budd Hopkins dan David Jacobs dalam bukunya Secret Life, Miller tidak yakin hal itu ada. Dalam bukunya itu Jacobs menulis bahwa setelah proses penculikan, paling sering terjadi adalah wanita terculik mengalami kehamilan yang tidak terencana dan sulit dipahami. Biasanya, ia merasa hamil dan menunjukkan tanda-tanda fisik kehamilan. Anehnya, si wanita tidak merasa telah melakukan hubungan seksual, bahkan kadang sedang ber-KB.
Semakin aneh, saat antara tahunya adanya kehamilan dan akhir triwulan pertama, wanita terculik itu tiba-tiba menemukan dirinya tidak hamil lagi. Padahal ia tidak merasa keguguran, tidak mengalami pendarahan hebat, atau melakukan aborsi. Janinnya begitu saja hilang. “Sindrom Hilang Janin” terjadi cukup sering sehingga dipertimbangkan sebagai satu dari pengaruh umum pengalaman terculik.
“Cerita mengenai sindrom kehilangan embrio ataupun janin sekarang ini mulai sering dilaporkan oleh terculik wanita. Mestinya, kita memiliki dokumentasi medis yang baik soal kasus ini. Sayangnya, tidak ada. Sama sekali sulit membuktikan kasus sindrom ini,” kata Miller. Persoalannya ya itu tadi, kekurangan data medis.
Lalu bagaimana membuktikan hal itu benar terjadi? “Diperlukan wawancara dengan saksi untuk mengetahui kredibilitasnya, bisa mengakses dan me-reviewcatatan medis lengkap pasien serta catatan lain yang dikeluarkan oleh dokter yang berkompeten, dan dengan persetujuan saksi, mewawancarai dokter yang terlibat.”
Jika dengan cara itu masih belum bisa menjelaskan fenomena tadi, ia menyerahkan kasusnya ke suatu dewan yang terdiri atas para bidan dan ginekolog yang belum pernah menyentuh kasus yang ada hubungannya dengan UFO. Ini untuk menghindari bias.
Banyak yang “gila”
Sesi lain yang menarik adalah sesi tentang profil psikologi secara umum para terculik. Menurut saya, ini menarik karena jika ada semacam penjelasan psikologis bagi fenomena penculikan ini, indikasi awal dari fenomena itu akan terungkap.
Mark Rodeghier, direktur bagian investigasi Center for UFO Studies (CUFOS), mengawali sesi ini. Ia menyatakan, data psikologis dan demografis dikumpulkan dari 32 individu yang sesuai dengan kriteria CUFOS soal terculik. Dari data itu wanita unggul dengan perbandingan 3 : 1, 94% orang kulit putih, umur rata-rata 38 tahun, dan rata-rata berpendidikan perguruan tinggi tingkat dua.
Pada pengujian soal fantasi - memperoleh kecelakaan individu menggunakan Index Childhood Memory and Imagination (ICMI), diperoleh angka 24 pada skala 0 – 52. Angka normal berkisar antara 20 dan 23. Untuk angka pengaruh hipnosis mereka berada pada level 25,2. Normalnya 20,8. Sekitar 20% dari sampel mengalami gambaran hidup dan atau suara ketika tertidur atau bangun. Kesimpulan Rodeghier, sampel tidak begitu mencolok berbeda dengan orang umum.
Saat diuji soal aspek karakter patologis untuk mengetahui bakat gila menggunakan Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) diperoleh dua label: Cluster I dan II. Cluster II ini tergolong gila. Selain itu, individu pada clusterini dilaporkan sebagai pendiam sebagai orang dewasa, kurang bahagia selama hidupnya, bermasalah dengan tidurnya, dan lebih banyak menerima pelecehan seksual semasa kanak-kanak.
Pemakalah lain, Joanne Bruno dan Eric Jacobson, psikolog dari Boston yang dimintai tolong oleh Mutual UFO Network, mencoba mencari beberapa faktor dalam kehidupan atau latar belakang terculik yang bisa dihubungkan dengan pengalaman mereka diculik. Ini suatu pekerjaan yang sederhana, membandingkan cerita terculik dengan gabungan sejarah hidup dan laporan medis mereka. Mereka lalu membagi dua: cerita klasik terculik dan cerita plus, yang mereka istilahkan “florid”. Pada kategori dua ini, selain mengalami penculikan mereka juga dilaporkan memiliki pengalaman supranatural seperti komunikasi telepati dengan makhluk asing atau hantu.
Bagi Bruno dan Jacobson, jenis florid ini sangatlah mudah dihipnosis, mudah kesurupan, dan terlepas dari kekacauan (dissociative disorder). Beberapa memiliki cerita yang aneh, seorang wanita yang ingat masa kecilnya sebagai sebuah stone rabbit abu-abu besar berada di samping tempat tidur kecil, akan tetapi tidak ingat hal-hal misteri lainnya. Florid yang lain bercerita secara detail tentang hidupnya sejak “kepala keluarga alienmengadopsinya sebagai anak.” Ia didiagnosis menderita skizofrenia.
Pada dasarnya, beberapa orang yang mengalami penculikan menderita gangguan psikiatris yang bisa diidentifikasi. Kelompok inilah yang oleh Rodeghier masuk kategori Cluster II, “orang gila”. Diakui Jacobson dan Bruno, sulit untuk membedakan apakah pengalaman mereka benar-benar atau khayalan semata? Akan tetapi, meski 80% cerita terculik masuk golongan Cluster II, masih ada 20% cerita yang harus ditangani dengan serius secara ilmiah. Setidaknya ada harapan, meski sedikit.
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Agus Surono |
KOMENTAR