Intisari - Online.com -Perang Rusia-Ukraina telah melibatkan banyak pihak yang seharusnya tidak terlibat.
Namun yang tampaknya paling sulit menolak keterlibatan adalah Belarusia.
Negara yang juga bekas pecahan Uni Soviet ini tidak hanya terlibat secara diplomasi saja tapi juga secara militer.
Namun rakyat Belarusia juga ikut berjuang lewat perang Rusia-Ukraina untuk memperjuangkan kebebasan mereka dari cengkeraman Rusia.
Melansir NY Times, sudah ada lebih dari 1 juta warga Belarusia mengungsi dari negara itu menyebar ke negara-negara lain sejak tahun 2020 lalu.
Di tahun itu, presiden Aleksandr G. Lukashenko terpilih lagi setelah memimpin Belarusia selama 28 tahun lamanya.
Namun di tahun 2020 ini, Lukashenko dengan mulai sedikit condong ke Rusia.
Ia juga mulai terbuka dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Hal ini membuat Belarusia dikuasai oleh Putin lagi dan rakyat Belarusia keberatan akan hal itu.
Seperti yang dialami oleh Konstantin Suschik, yang ketika di Belarusia merupakan desainer grafis yang mendukung gerakan oposisi melawan Presiden Lukashenko.
Gerakan itu akhirnya tumbang setelah muncul gelombang represi, setelah ratusan ribu warga berunjuk rasa atas pemilihan ulang Lukashenko yang penuh kecurangan di tahun 2020.
Kini Suschik melawan kekuatan itu lagi dan patronnya, Presiden Rusia Vladimir Putin, tapi tidak dengan merancang kampanye politik, tetapi dengan senapan Kalashnikov.
Ia juga memindahkan perlawanan ini di Ukraina, bukan di Belarusia.
Suschik adalah satu dari ratusan warga Belarusia yang memilih melarikan diri dari Belarusia dan bergabung dengan batalyon Kastus Kalinouski.
Batalyon Kastus Kalinouski adalah sebuah kelompok relawan yang dibentuk pada 9 Maret lalu guna membantu mempertahankan Ukraina sebagai bagian dari tentara resmi Ukraina.
"Kami punya musuh bersama, Putin dan Lukashenko," ujar Sergey Bespalov, mantan jurnalis dari ibu kota Belarusia, Minsk, yang diasingkan di Ukraina dan kini bergabung dengan batalyon.
"Mereka adalah dua orang yang memulai perang ini.
"Jika Kyiv jatuh, hal itu akan buruk untuk semua orang, termasuk Belarusia," ujarnya.
"Belarusia sudah diduduki. Tentara Rusia ada di Belarusia. Pasokan Rusia dikirim dari Belarusia, tentara Rusia dirawat di sana, dan dari wilayah Belarusia rudal menarget Ukraina."
Mengutip The Conversation, Belarusia disebut Presiden Uni Eropa Ursula von der Leyen sebagai "agresor lain dalam perang ini," pada 27 Februari 2022.
Lukashenko membantu Rusia karena Putin membantunya tetap berkuasa di Belarusia.
Kini Putin menggunakan Belarusia sebagai markas bagi perangnya, yang menyebabkan setidaknya 500 kematian warga sipil Ukraina, dan menyebabkan lebih dari 1 juta warga melarikan diri dari Ukraina.
Tentara Rusia telah merangsek maju ke Ukraina melalui perbatasan Belarusia di utara.
Inilah beberapa kunci penting terkait keterlibatan Belarusia di perang Rusia-Ukraina:
Rusia secara tidak resmi mengontrol Belarusia
Belarusia adalah bekas pecahan republik Soviet berisi 9,4 juta warga yang membatasi Rusia dan Ukraina seperti halnya Lithuania, Latvia dan Polandia.
Belarusia menjadi negara terakhir di Eropa yang dipimpin dengan kepemimpinan diktator.
Lukashenko telah menghabiskan tiga dekade terakhir menyeimbangkan hubungannya dengan kekuatan Barat dan Putin, tapi pemilihan presiden terakhir menandai titik balik yang mendorong Lukashenko mendekat dengan Putin.
Lukashenko mengklaim kemenangan setelah pemilihan 9 Agustus 2020, yang dianggap banyak pakar internasional sebagai penuh kecurangan.
Lukashenko menerima 80% dari mayoritas voting, sebuah hasil yang tidak mungkin mengingat banyak orang tidak puas dengan rezimnya.
Unjuk rasa yang tidak terhindarkan terjadi, dengan ratusan ribu warga Belarusia memprotes hasil pemilihan umum.
Putin menawarkan dukungan militer dan finansial untuk membantu Lukashenko menenangkan unjuk rasa tersebut tanpa respon internasional ataupun pencegahan lainnya.
Putin juga memperingatkan kekuatan asing tidak ikut campur dalam hubungan Belarusia.
Janji ini mendorong kepercayaan diri dan perasaan kuat oleh Lukashenko.
Sejak 2020, Belarusia telah menghadapi serangkaian sanksi ekonomi internasional yang lebih jauh mendorong Lukashenko menjauh dari Barat.
Kurangnya reaksi internasional terhadap Putin membuat Lukashenko semakin dekat dengan Kremlin.
Hal ini membuat Lukashenko tidak punya kemampuan memiliki posisi merdeka dan netral atas perang Rusia-Ukraina.
Warga Belarusia tidak bisa dengan mudah melawan Lukashenko
Situasi HAM di Belarusia telah menurun dengan tajam sejak pemilihan 2020, menyebabkan kurang lebih 100.000 sampai 200.000 warga meninggalkan Belarusia ke negara-negara tetangga di Uni Eropa dan Ukraina.
Warga semakin kesulitan menyuarakan opini mereka mengenai keputusan pemerintah apapun, takut dibungkam dan ditangkap.
Sejak tahun 2020, Belarusia telah menahan lebih dari 1000 tahanan politik mereka, seperti dilaporkan Departemen Luar Negeri AS pada Januari 2022.
Serta setidaknya 497 jurnalis dan pekerja media ditahan oleh pemerintah selama delapan bulan pertama di tahun 2021, menurut pakar HAM PBB Michelle Bachelet.
Diperkirakan 129 organisasi nirlaba dan HAM juga ditutup selama waktu ini.
Walaupun ancaman penangkapan pemerintah, ribuan warga Belarusia protes di jalan pada 27 Februari 2022 untuk memprotes referendum dan menyuarakan solidaritas dengan Ukraina.
Hasilnya, polisi menangkap kurang lebih 800 pengunjuk rasa.
Dibungkamnya opini publik memberikan Putin lebih banyak kekuasaan untuk mengeksploitasi wilayah Belarusia untuk kepentingan politik dan militernya.
Warga Belarusia mampu menerapkan tekanan kepada pemerintah dan menghentikan Lukashenko dari mengikuti perintah Putin.