Intisari - Online.com -Dengan Myanmar mendapat status terasing lama mereka setelah kudeta tahun lalu, Myanmar kini kesulitan untuk mendapatkan pasokan bantuan.
Akhirnya mereka beralih ke kawan lama Myanmar: Korea Utara.
Dilansir dari Asia Times dari kelompok peneliti independen di Yangon yang mengawasi militer Myanmar dan telah melakukan wawancara ekstensif dengan mantan pejabat dan pejabat yang tengah bertugas, hubungan Myanmar-Korea Utara mulai kembali normal setelah kudeta.
Kini, kerja sama dua negara terisolasi tersebut tampaknya adalah perkembangan rudal, seperti dikatakan kelompok peneliti lokal yang sama.
Hal ini juga ternyata pasokan senjata di masa depan tengah terpukul akibat perang Rusia-Ukraina.
Myanmar mulai menerima teknologi rudal balistik dari Korea Utara sejak 2008 dan lebih dari 20 pakar rudal Korea di negara itu sampai awal 2015.
Tidak pasti apakah beberapa dari mereka sudah kembali, tapi teknologi dan ilmunya pastinya diberikan ke Myanmar.
Diketahui juga bahwa 31 teknisi militer Myanmar dikirim ke Korea Utara untuk dua bulan latihan pada 2015 setelah Myanmar seharusnya memiliki hubungan yang buruk dengan Pyongyang.
Kemitraan militer Myanmar dengan Korea Utara adalah salah satu masalah paling penting yang memicu AS dan Barat mengubah kebijakan Myanmar dari boikot dan sanksi menjadi keterlibatan pada awal 2010-an.
Kemudian, hubungan normal dengan Barat hanya dapat pulih jika Myanmar merusak hubungan mereka dengan Korea Utara dan menunjukkan tanda membuka politiknya.
Ketika hal itu dilakukan di bawah kepresidenan mantan jenderal Thein Sein dari tahun 2011-2016, Myanmar pelan-pelan berubah menjadi pengasingan internasional menjadi kesayangan Barat yang baru.
Kudeta berdarah tahun lalu telah memundurkan waktu ke tahun-tahun tergelap kepemimpinan militer absolut, dan telah mendatangkan sanksi baru dari Barat, termasuk menarget jenderal-jenderal Myanmar dan kepentingan bisnis militer Myanmar, Tatmadaw.
Ini artinya militer Myanmar sekali lagi tidak punya masalah mengenai bekerja sama dengan negara yang sama-sama disanksi yaitu Korea Utara.
Penelitian dan perkembangan gabungan ini dilaporkan dilaksanakan di beberapa pabrik senjata negara itu, dikenal dengan akronim Myanmar "ka pa sa" (karweye puitsu setyoun) atau Direktorat Industri Pertahanan.
Ada 38 fasilitas serupa menyebar di sepanjang negara, dengan pangkalan utama untuk penelitian rudal dikenal sebagai ka pa sa 23 di kota Gangaw, Wilayah Magway.
Konstruksi fasilitas dimulai tahun 2007 dan perkembangan rudal di bawah pengawasan teknisi Korea Utara dilakukan pada 2010.
Fasilitas ini kini mempekerjakan 700 teknisi, petugas dan tentara dan kerja dilanjutkan dengan atau tanpa kehadiran Korea Utara, menurut sumber anonim karena sensitivitas penelitian yang dilakukan.
Sumber mengatakan ada tiga tipe rudal yang dikembangkan.
Masih belum jelas apa arti atau indikasi militer Myanmar: SS/N-5, CK 20 dan CK 21.
Namun yang pertama tampaknya mengikuti rudal Rusia dikenal dengan R-21 yang diluncurkan dari kapal selam.
Di Korea Utara, rudal itu dipakai untuk rancangan rudal Rodong-1 dan bisa jadi purwarupa rudal yang Myanmar kembangkan.
Rudal lain. CK 20, adalah sebuah rudal kendali yang bisa memindahkan sampai 130 kilometer sementara CK 21 harusnya menjadi rudal balistik dengan jangkauan 700 kilometer.
Sebagian besar bahan mentah untuk proyek rudal diproduksi di Myanmar dengan beberapa bagian diimpor dari Korea Utara lewat China.
Pakar Korea Utara dilaporkan menyediakan keahlian dalam rancangan dan produksi.
Tidak ada pejabat-pejabat Myanmar terlibat dalam proyek berbicara Korea, tapi beberapa warga Korea Utara, yang ada di Myanmar bertahun-tahun, dikatakan lancar berbahasa Bamar.
Sementara mereka selalu menjauh dari perhatian di Myanmar, tidak aneh melihat mereka makan malam mewah di restoran Pyongyang Koryo, sebuah restoran Korea Utara di Yangon, yang akhirnya ditutup tahun 2018.
Penelitian dan perkembangan di ka pa sa 23 didukung dengan produksi bagian-bagian tidak kurang dari empat ka pa sa: 6, 10, 24, dan 25.
Ka pa sa 6 terletak di desa Nyang Chay Htauk di kota Padaung, wilayah Bago.
Fasilitas itu yang ada di dalam kompleks industri pertahanan besar dan terjaga yang berada di lembah Sungai Irrawaddy dekeat Pyay seluas 3000 akre dan mempekerjakan setidaknya 900 tentara.
Pabrik militer itu normalnya memproduksi selongsong peluru untuk senjata kecil dan lembar tembaga.
Pabrik bajanya dipakai memproduksi senjata-senjata dan dibangun oleh teknisi China.
Ka pa sa 10 terletak di dekat desa Konegyi, kota Minhla Atas di wilayah Magway.
Lebih dari 600 tentara bekerja di sana di tempat seluas 6000 akre.
Pabrik dibangun tahun 1993 untuk memproduksi rudal permukaan ke udara, rudal udara ke udara, dan roket.
Teknisi dari Korea Utara, China dan Rusia berkontribusi membangun fasilitas dan peralatan yang dipesan dari China, Rusia, bahkan Korea Selatan.
Konstruksi pabrik dan pemasangan mesin selesai pada 2003-2004.
Sebagian dari fasilitas itu terletak di bawah tanah dan para ahli terowongan Korea Utara dilaporkan telah membantu militer Myanmar dalam pembangunannya.
Teknisi Korea Utara juga dilaporkan mengambil bagian dalam produksi rudal dan komponen rudal di ka pa sa 10.
Ka pa sa 22 dan 24 adalah fasilitas baru, keduanya terletak di dekat Sungai Kyaw di kota Pauk, Wilayah Magway.